Mohon tunggu...
Ayu Diahastuti
Ayu Diahastuti Mohon Tunggu... Lainnya - an ordinary people

ordinary people

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dear Diary...

30 Agustus 2019   13:08 Diperbarui: 30 Agustus 2019   13:16 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dear diary, ....
Aku mengingatnya lagi. Mimpi itu. Kata orang, berharaplah agar mimpimu terwujud. Tapi ini mimpi buruk. Ini mimpi yang tak ingin kuingat dan kualami. Aku tak bisa, diaryku....

Aku tak ingin ada kata maaf darinya yang kucintai. Aku tak mau ia mengatakan, "Maaf, aku harus tak kembali,"

Tidak. Bukan itu. Apakah mimpi itu harus terwujud? Tidak sama sekali. Aku bahkan masih berharap, mimpi itu hilang. Dan biarkan saja hanya sebuah mimpi.

Masih dalam ruangan penuh derap tekanan tuts PC. Alunan Bach berganti dengan musik lain, Dear God, mungkin.

Oh, ....seperti badanku terasa demam. Suhu tubuhku mulai meninggi. Karena inikah aku berimaji? Ternyata bukan karena asmara aku berkhayal tinggi. Semua hanya karena suhu badanku yang meninggi. 

Semua berputar, seakan semesta mengajakku berdansa. Berlenggang. Semua bergoyang. Kursi dan cabinet penyimpan file di sudut ruangan juga bergoyang. 

Ada apa dengan mereka? Sangat senang kah mereka dengan mimpi buruk ku? Lihat, perutku terasa semakin mual kala kulihat jam dinding cekikikan menertawaiku. 

Prasangka ini memburuku. Sama saat seseorang mengatakan aku sedang berprasangka, maka pada saat yang sama aku pun berprasangka atas prasangka mereka terhadapku.

Satu-satunya sekutu hanya sehelai sweater yang menempel di tubuhku. Dia yang sejak pagi pengap tadi membuatku nyaman.

Separuh raga kuhabiskan untuk menunggu. Ya...menunggu itu menyebalkan, seperti yang kukira dulu. Tapi, pernah Arswendo Sang Penulis dengan senyumnya yang melegenda, mengajariku katanya,

"Menunggu adalah pasrah. Menunggu adalah menerima nasib, menerima takdir. Menjalani kehidupan. Bukan menyerah, bukan kalah, bukan sikap pandir. Pasrah ialah mengalir. Bersiap menerima yang terburuk, ketika mengharap yang terbaik."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun