Pengalaman dan sejarah memang harusnya menjadi pelajaran bagi PLN, tatkala pada tahun 2005 terjadi pemadaman listrik di area Jawa Bali selama 3 jam.Â
Kejadian tersebut sudah dinilai parah. Lantas bagaimana dengan yang sekarang ini? Terjadi kurang lebih 7 jam pemadaman listrik di area Jabodetabek.
Hmmm, kesalahan yang sama terulang kembali? Mengapa kesalahan yang terdahulu tak jua menjadi bahan pembelajaran bagi elit-elit PLN untuk meningkatkan kinerjanya bagi kemajuan pelayanan untuk hajat hidup orang banyak?
Jelas saja Bapak (Jokowi) marah. Masyarakat pun akan gerah dengan hal ini.
Penjelasan dan paparan yang begitu panjang lebar dari seorang Plt Dirut PLN pun tak menjadi penjelasan yang membanggakan. Apalagi melegakan.
"Panjang penjelasannya," ujar Bapak RI 1.
Retorika tak lagi kami butuhkan, PLN yang terhormat. Kami masyarakat Indonesia hanya mengidamkan listrik nyala, agar kehidupan dan aktifitas kami terus bisa bergulir, dan kami tetap bisa membayar pajak sebagai kewajiban kami pada negri ini, pula agar kebutuhan anak-anak negri ini tercukupi.
Dari peristiwa ini, akhirnya selain menggiatkan lagi usaha untuk terus memperbaiki kinerjanya, agar listrik kembali menyala, pihak PLN pun bersedia memberikan kompensasi sebagai ganti rugi bagi para masyarakat yang terkena dampak pemadaman listrik.
Kompensasi atas pemadaman listrik ini kemudian diambil sebagai langkah permintaan maaf dan konsekuensi atas ketidaknyamanan "penjual" kepada konsumen.
Bukankah itu pun hal yang sudah selazimnya dilakukan? No big deal. PLN sebagai sebuah perusahaan yang memonopoli distribusi listrik dalam sebuah negara seluas NKRI ini, bukanlah sebuah hal yang besar.Â
Langkah yang masyarakat harapkan adalah sebuah solusi cantik agar negri ini, bukan hanya di Jawa dan sekitarnya namun bagi para penduduk luar Jawa pun terakomodir dengan baik, dan kesalahan di masa lalu tak kan terulang kembali.