Setelah menaruh semua barang di kamarku, aku bergegas menuju ke kamar bapak.
Seketika dadaku terasa sesak melihat pemandangan di depan mata saat ini. Lelaki cinta pertamaku itu tampak sangat kurus, wajah dan kulitnya pun terlihat jelas berkeriput. Hampir seluruh rambutnya memutih. Ia sedang duduk di atas tempat tidur sambil disuapi makan oleh ibu tiriku.
"Tika, kamu pulang, Nak?" Suara serak bapak menyambutku dengan senyuman.
"Bapaaakkk ...."
Aku segera menghambur di pelukannya. Tangis pecah seketika. Rindu pada bapak yang kusimpan sekian lama akhirnya terluapkan sudah. Bapak membalas pelukan dengan sangat erat.
"Akhirnya kamu pulang, Nak. Bapak kangen sekali sama kamu." Tangan tua itu meraih kedua pipiku, menyeka air mataku. Entah kapan terakhir kali bisa sedekat ini dengan bapak.
"Maafkan Tika, Pak, baru bisa menjenguk Bapak sekarang. Bapak sakit?"
Perempuan tua di samping bapak mengulurkan tangan padaku, menarikku ke dalam pelukannya.
"Tika, maafkan Ibu, ya. Maaf tanpa disadari telah membuat kesalahan di rumah ini, tapi ngga apa-apa kalau kamu belum bisa menerima kehadiran Ibu."
"Ibu ...." Aku menatap lekat wajah ibu tiriku. Dia yang selama ini setia merawat bapak sejak aku pergi.
Tiba-tiba aku merasa bersalah padanya. Tanpa terasa dinding beku dalam hatiku mulai mencair. Hangat.