Dua minggu berlalu ....
Siang ini aku telah menginjakkan kaki di tanah kelahiranku. Tempat ini sudah banyak berubah dibanding saat terakhir kali aku melihatnya. Gedung bertingkat terlihat di sana sini, dan tanah yang dulunya sepi kini sudah mulai padat rumah penduduk.
Aku memilih banyak diam selama perjalanan menuju ke rumah bapak. Menata hati yang mulai tidak karuan. Sejujurnya, aku rindu sekali pada bapak, tapi rasa malas kembali hadir saat teringat ibu tiri dan anaknya. Maksudku adik tiriku.
Sesekali mas Firman mengajakku bercanda, tapi aku kehilangan selera untuk membalas candaannya. Dan berakhir dengan dia ikut berdiam diri, sepertiku saat ini.
Taxi bandara membawa kami melaju, sampai akhirnya tiba di halaman rumah bapak. Kuamati sekelililing. Rumah bercat warna tosca itu tak banyak berubah, hanya saja mulai usang di bagian pagar halaman. Kursi rotan yang dulu setiap pagi dipakai bapak saat membaca koran pun masih ada di teras depan.
Setelah turun dari taxi, perlahan kulangkahkan kaki menuju rumah itu. Setelah mengetuk pintu, seorang perempuan muda menyambutku dengan senyuman.
"Kak Tika!" serunya sambil menghambur di pelukanku.
"Ranti?" Aku mengamatinya dengan seksama. Ranti telah banyak berubah ternyata, dulu dia gadis yang tomboi, sekarang bergamis dan berhijab.
"Iya. Oh, iya, ayo masuk, Kak! Sini aku bantu bawa barang-barangnya!" katanya kemudian sambil menenteng salah satu tasku.
"Di mana bapak, Ti?" tanyaku sambil celingukan saat menyadari rumah terlihat sepi.
"Ada di kamar, Kak."