Menatap nanar saat Ranti -adik tiriku- selalu berusaha mendapat perhatian dari bapak. Ranti sebenarnya baik, hanya saja aku terlalu cemburu setiap melihat kedekatannya dengan bapak.
Sebagai anak semata wayang yang terbiasa mendapat perhatian penuh dari bapak, kini aku harus menerima kenyataan bahwa perhatian bapak telah terbagi. Terbagi antara aku anak kandung bapak dan Ranti anak tirinya.
Saat mas Firman menikahiku empat tahun lalu dan mengajak merantau, aku langsung meng-iyakan. Kebetulan mas Firman mendapat kerja di Ibu kota. Bapak terlihat berat melepasku, matanya mendung menatapku, tapi dia mengalah. Toh anak gadisnya telah diperistri orang, dan seorang istri punya kewajiban berbakti pada suami 'kan?
Awalnya berat berpisah dari bapak, tapi setiap ingat ibu tiri kutepis jauh-jauh rasa itu. Pikirku, dengan merantau aku memiliki alasan untuk jauh dari rumah, jauh dari ibu tiri dan adik tiriku.
***
"Nak, lebaran ini bisakah kamu pulang? Bapak rindu sekali sama kamu," ucap Bapak sore itu saat aku meneleponnya. Suara itu selalu hangat di telingaku, hanya saja entah mengapa akhir-akhir ini terdengar lemah dan serak. Bapak selalu bilang baik-baik saja setiap kali aku menanyakan tentang kesehatannya.
Aku terdiam sesaat. "Iya, Pak. Insya Allah, lebaran ini Tika pulang," jawabku.
"Syukurlah, Nak, Bapak senang mendengarnya." Terdengar suara batuk-batuk sebelum akhirnya Bapak pamit dan mematikan sambungan telepon.
Ada rasa haru mendesir dalam dadaku. Setelah sekian lama berpisah, akhirnya aku akan berjumpa dengan bapak. Sosok lelaki cinta pertama dalam hidupku.
Tiba-tiba mataku mendung, mengingat kenangan-kenangan masa kecilku bersama bapak dan ibu. Aku rindu kembali ke masa itu, saat kebersamaan kami masih utuh. Tanpa terasa bulir bening itu menetes dari sudut mataku yang semakin lama terasa semakin deras.
Setelah kuutarakan niat untuk pulang pada Mas Firman, ia segera memesan tiket penerbangan untuk kami berdua.
***