Mohon tunggu...
Diah Erna
Diah Erna Mohon Tunggu... Guru - penulis lugu

menulis itu menyegarkan pikiran

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Supervisi Akademik, Jalan Tol Perubahan Proses Pembelajaran

11 Oktober 2022   09:39 Diperbarui: 11 Oktober 2022   09:46 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Menilik judul 'Supervisi Akademik, Jalan Tol Perubahan Pembelajaran' tentu ada pertanyaan besar dalam diri Anda, mungkin juga Anda langsung mengernyitkan dahi dan bergumam Apa maksudnya? 

Seperti kita ketahui bahwa supervisi akademik merupakan kegiatan yang dilakukan sebagai salah satu kelengkapan administrasi sekolah. Mengapa 'jalan tol perubahan pembelajaran? Apa kaitannya dengan praktik baik bagi perkembangan sekolah? Bagaimana seharusnya supervisi akademik dilakukan agar bukan sekadar ceklist penilaian?

Supervisi akademik merupakan serangkaian kegiatan berkelanjutan yang meningkatkan kompetensi guru sebagai pemimpin pembelajaran dalam mencapai tujuan pembelajaran yakni pembelajaran yang berpihak pada anak. Tujuan utama supervisi akademik yakni pemberdayaan dan pengembangan kompetensi diri dalam rangka peningkatan performa mengajar dan mencapai tujuan pembelajaran (Glickman, 2007, Daresh, 2001).  

Hal ini juga tercantum dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 201 Tentang Standar Nasional Pendidikan, bagian Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan berikut: Pasal 14 ayat (1)  Dalam rangka meningkatkan kualitas proses pembelajaran, penilaian proses pembelajaran selain dilaksanakan oleh pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 yang dapat dilaksanakan oleh: a. sesama pendidik; b. kepala Satuan Pendidikan; dan/atau c. Peserta Didik. 

Dasar hukum perlunya supervisi akademik juga tertuang dalam standar tenaga kependidikan pada Standar Nasional Pendidikan pasal 20 ayat 2: Kriteria minimal kompetensi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.

Mengapa supervisi akademik merupakan 'jalan tol' perubahan pembelajaran? Sejatinya tujuan pelaksanaan supervisi akademik di sekolah (Sergiovanni, dalam Depdiknas, 2007) meliputi 1) Pertumbuhan, yaitu setiap individu melihat supervisi sebagai bagian dari daur belajar bagi pengembangan performa sebagai seorang guru,  2) Perkembangan, yaitu supervisi mendorong individu dalam mengidentifikasi dan merencanakan area pengembangan diri,  dan 3) Pengawasan, yaitu sarana dalam monitoring pencapaian tujuan pembelajaran. 

Jika ketiga tujuan tersebut terlaksana, tentu saja banyak perubahan pola pembelajaran karena beragam masukan dari supervisor kepada para guru yang disupervisi. Bukankah logika jalan tol sendiri merupakan jalan bebas hambatan, di mana ada banyak perencanaan yang harus dilakukan untuk mewujudkan jalan tol tersebut. 

Jika penggunaan jalan tol tidak sesuai dengan aturan pasti berimbas pada kecelakaan. Begitu pula supervisi akademik, banyak rancangan yang dipersiapkan agar pembelajaran berjalan sesuai dengan rambu-rambu kegiatan dan capaian pembelajaran tercapai. Jika supervisi dilakukan hanya sekadarnya tentu tidak berpengaruh terhadap perubahan pembelajaran.

Selanjutnya, bagaimana supervisi akademik dapat dilaksanakan sesuai dengan rambu-rambu dalam peraturan? Supervisi akademik dilakukan melalui pendekatan dengan paradigma berpikir yang memberdayakan yaitu coaching. Whitmore (2003) mendefinisikan coaching sebagai kunci pembuka potensi seseorang untuk untuk memaksimalkan kinerjanya. 

Coaching mengarah pada membantu seseorang untuk belajar daripada mengajarinya untuk mengembangkan diri secara berkesinambungan. Paradigma berpikir coaching terdiri atas beberapa komponen yaitu fokus pada coachee/ rekan yang dikembangkan, bersikap terbuka dan ingin tahu, memiliki kesadaran diri yang kuat, dan mampu melihat peluang baru dan masa depan.

Seorang coach harus memiliki kompetensi coaching meliputi kehadiran penuh, mendengarkan aktif sehingga menemukan kata-kata kunci dari arah pembicaraan rekan, dan bisa mengajukan pertanyaan berbobot. 

Untuk mengajukan pertanyaan berbobot menggunakan metode RASA (Receive, Appreciate, Summarize, dan Ask)Metode ini diperkenalkan oleh Julian Treasure meliputi menerima/ mendengarkan semua informasi rekan, mengapreasiasi/ merespons rekan sebagai tanda kehadiran penuh, merangkum isi pembicaraan, dan menanyakan apa yang akan dilakukan selanjutnya oleh coachee. 

Kompetensi tersebut perlu dikembangkan karena berkaitan erat dengan prinsip coaching yaitu kemitraan, wujud membangun kesetaraan dengan orang yang dikembangkan agar percaya diri; proses kreatif yaitu memetakan dan menggali situasi rekan untuk menghasilkan ide baru; terakhir memaksimalkan potensi untuk rencana tindak lanjut dan membuat simpulan yang dinyatakan oleh rekan.

Salah satu acuan melakukan coaching menggunakan alur percakapan TIRTA. Alur ini dikembangkan untuk memfasilitasi rekan sejawat agar dapat belajar dari situasi yang dihadapi dan membuat keputusan-keputusan bijaksana  secara mandiri. Melalui alur percakapan coaching TIRTA, diharapkan coach dapat melakukan pendampingan baik kepada rekan sejawat maupun muridnya. 

Alur tersebut meliputi 1) Tujuan Umum (Tahap awal dimana kedua pihak coach dan coachee menyepakati tujuan pembicaraan yang akan berlangsung), 2) Identifikasi (Coach melakukan penggalian dan pemetaan situasi yang sedang dibicarakan, dan menghubungkan dengan fakta-fakta yang ada pada saat sesi), 3) Rencana Aksi (Pengembangan ide atau alternatif solusi untuk rencana yang akan dibuat), dan 4) Tanggung jawab (Membuat komitmen atas hasil yang dicapai dan untuk langkah selanjutnya).

Ki Hadjar Dewantara menekankan bahwa tujuan pendidikan itu 'menuntun' tumbuhnya kekuatan kodrat anak sehingga dapat memperbaiki lakunya. Oleh sebab itu,  keterampilan coaching perlu dimiliki para pendidik untuk menuntun segala kekuatan kodrat (potensi) agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota masyarakat. 

Dalam menerapkan paradigma berpikir coaching tentunya diperlukan nilai guru seperti mandiri, berpihak pada murid, kolaboratif, inovatif, dan reflektif agar perannya sebagai pemimpin pembelajaran, coach bagi guru lain, mendorong kolaborasi, mewujudkan kepemimpinan murid, dan menggerakkan komunitas praktisi dapat dilaksanakan dalam mengimplementasikan pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial emosional sehingga visi misi dapat berjalan serasi, selaras, dan seimbang untuk mewujudkan budaya positif.  

Supervisi akademik sebagai 'jalan tol' perubahan pembelajaran merupakan hal mutlak yang perlu diimplementasikan karena sejatinya manusia memerlukan orang lain (berkolaborasi) untuk melihat potensinya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun