Untuk mengajukan pertanyaan berbobot menggunakan metode RASA (Receive, Appreciate, Summarize, dan Ask)Metode ini diperkenalkan oleh Julian Treasure meliputi menerima/ mendengarkan semua informasi rekan, mengapreasiasi/ merespons rekan sebagai tanda kehadiran penuh, merangkum isi pembicaraan, dan menanyakan apa yang akan dilakukan selanjutnya oleh coachee.Â
Kompetensi tersebut perlu dikembangkan karena berkaitan erat dengan prinsip coaching yaitu kemitraan, wujud membangun kesetaraan dengan orang yang dikembangkan agar percaya diri; proses kreatif yaitu memetakan dan menggali situasi rekan untuk menghasilkan ide baru; terakhir memaksimalkan potensi untuk rencana tindak lanjut dan membuat simpulan yang dinyatakan oleh rekan.
Salah satu acuan melakukan coaching menggunakan alur percakapan TIRTA. Alur ini dikembangkan untuk memfasilitasi rekan sejawat agar dapat belajar dari situasi yang dihadapi dan membuat keputusan-keputusan bijaksana  secara mandiri. Melalui alur percakapan coaching TIRTA, diharapkan coach dapat melakukan pendampingan baik kepada rekan sejawat maupun muridnya.Â
Alur tersebut meliputi 1) Tujuan Umum (Tahap awal dimana kedua pihak coach dan coachee menyepakati tujuan pembicaraan yang akan berlangsung), 2) Identifikasi (Coach melakukan penggalian dan pemetaan situasi yang sedang dibicarakan, dan menghubungkan dengan fakta-fakta yang ada pada saat sesi), 3) Rencana Aksi (Pengembangan ide atau alternatif solusi untuk rencana yang akan dibuat), dan 4) Tanggung jawab (Membuat komitmen atas hasil yang dicapai dan untuk langkah selanjutnya).
Ki Hadjar Dewantara menekankan bahwa tujuan pendidikan itu 'menuntun' tumbuhnya kekuatan kodrat anak sehingga dapat memperbaiki lakunya. Oleh sebab itu, Â keterampilan coaching perlu dimiliki para pendidik untuk menuntun segala kekuatan kodrat (potensi) agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota masyarakat.Â
Dalam menerapkan paradigma berpikir coaching tentunya diperlukan nilai guru seperti mandiri, berpihak pada murid, kolaboratif, inovatif, dan reflektif agar perannya sebagai pemimpin pembelajaran, coach bagi guru lain, mendorong kolaborasi, mewujudkan kepemimpinan murid, dan menggerakkan komunitas praktisi dapat dilaksanakan dalam mengimplementasikan pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial emosional sehingga visi misi dapat berjalan serasi, selaras, dan seimbang untuk mewujudkan budaya positif. Â
Supervisi akademik sebagai 'jalan tol' perubahan pembelajaran merupakan hal mutlak yang perlu diimplementasikan karena sejatinya manusia memerlukan orang lain (berkolaborasi) untuk melihat potensinya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H