Mohon tunggu...
Diah Dyo
Diah Dyo Mohon Tunggu... Guru - Emak tangguh

Lebih menyukai cerita dengan akhir bahagia, dan berharap bisa membawa kebahagiaan untuk semua

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Lukisan Senja (Part 1)

5 Mei 2023   21:47 Diperbarui: 5 Mei 2023   21:53 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

"Good morning, guys." Sapa seorang dosen cantik dengan kepala berbalut hijab biru dongker dengan ramah.

"Morning, Miss Zidney." Jawab mahasiswa yang memenuhi kelas itu dengan kompak.

Semua kursi terisi penuh di setiap kelas yang diampu oleh Zidney.  Mahasiswa yang mengikuti kelasnya selalu saja antusias.  Dengan melihat sekilas saja, semua bisa mengerti mengapa kelas Zidney selalu penuh.  Paras dan pembawaan Zidney yang muda, ceria dan menyenangkan dapat membuat mata kuliah yang selama seratus menit terasa hanya sebantar saja.

Zidney Mazaya Nalendra.  Seorang wanita berumur dua puluh lima tahun dengan postur tinggi semampai dan berkulit putih bersih.  Kacamata berbingkai tipis setia menghias mata coklatnya.  Walau sepertinya dia seorang wanita yang ramah, tetapi dia selalu menjaga jarak dengan mahasiswa dan juga kolega prianya.  Namun hal itu tidak membuat mereka berhenti mengidolakan sosok ramahnya. 

Zidney lahir dari keluarga biasa saja.  Ayah Zidney meninggal dunia ketika Zidney masih berusia 15 tahun, karena kecelakaan. Ibunya bekerja sebagai seorang guru di sebuah sekolah menengah atas negeri, tidak jauh dari rumahnya.  Mereka tinggal bertiga dengan adik Zidney yang bernama Zidane yang saat ini sedang menyelesaikan skripsinya di salah satu universitas negeri ternama di luar kota. Selama ini Zidney memang tidak tinggal dengan kedua orang tuanya, setahun yang lalu dia baru pulang setelah menyelesaikan program S2 beasiswanya di suatu kampus di Amerika. Beruntung Zidney dan Zidane diberkahi otak cemerlang sehingga memungkinkan mereka untuk menjalani Pendidikan hingga selesai S2 dan S1 lewat jalur beasiswa.

"Miss, boleh nanya ga?" tanya salah satu mahasiswa pria berwajah tampan dengan tampang tengilnya.

"Silahkan, Farhan..." jawabnya sambil mengalihkan perhatiannya dari buku yang sedang dibaca.

"Ikan, ikan apa yang manis banget, Miss?" tanya si bocah tengil itu sambil tersenyum-senyum tidak jelas

"Basi, Farhan... kamu maunya saya jawab 'ikannot live without you' kan? Nih saya punya jawaban sendiri.  Ikan live without you in my class" sahut Zidney yang langsung mendapatkan dukungan dari mahasiswa lainnya karena jawabannya yang menohok tersebut.

"Farhan dari tadi saya perhatikan kerja kamu cuma gangguin Kinar terus ya!" Memang sejak Zidney mulai memberikan tugas kelompok tadi, Farhan terlihat hanya mengganggu Kinar, salah satu rekan satu kelompoknya.  "Kamu pindah aja deh, Han."

Farhan mengusap wajahnya dan memasang muka memelas minta dikasihani, "Yah... pindah kemana, Miss?"

"Ya ampuuun, muka kamu ga cocok banget belagak melas begitu.  Kamu pilih deh, mau pindah ke kelompok Vanessa, ke kelompok Abi, atau mau pindah ke kampus sebelah? Terserah kamu!" jawab Zidney sambil lanjut berkeliling memeriksa hasil kerja mahasiswanya.

"Hah! Mampus lo! Pindah sana!" ucap Kinar yang sedari tadi sudah jengah dengan ocehan si Farhan.  Dan dengan senang hati Kinar melanjutkan tugasnya karena Farhan sudah berjalan pindah ke kelompok Abi.

Seratus menit pertemuan mereka tidak lama berakhir dengan tugas individual yang diberikan Zidney kepada murid-muridnya.  Setelah selesai dengan urusan absen dan administrasi di ruang dosen, Zidney bergegas meninggalkan kampus tersebut karena dia memiliki janji untuk bertemu dengan sahabatnya, Laura, untuk makan siang bersama.

Ditengah perjalanan, Zidney sempat terpesona dengan sebuah lukisan mural yang terpampang pada sebuah tembok di sisi jalan.

"Wuiiiih... baru kali ini gue melihat lukisan yang seakan bicara.  Keren abis!  Siapa kira-ki.. oh, De-va Ba-gas-ka-ra. Hats off, man... your work is a masterpiece." Gumamnya di sela waktu menunggu lampu lalu lintas berubah menjadi hijau di dalam taksi yang mengantarkannya ke suatu restauran.

Sesampai di restauran yang tempat mereka berjanji untuk bertemu, Zidney menyapukan pandangannya ke setiap sudut ruangan mencari temannya yang katanya sudah menunggu di dalam.

"Bu Dosen, di sini..." seru Laura sambil melambaikan tangannya.

Zidney membalas lambaian tangan Laura dan berjalan menuju Laura. Zidney langsung menarik kursi yang ada di hadapan Laura. "Udah pesan?" tambahnya.

"Ah... wa'alaykum salam, Zidney.  Gue sehat, Alhamdulillah" sindir Laura. 

"Hahaha... Assalamu'alaykum, Laura Maharani.  Apa kabar?" ucap Zidney sambil menurunkan maskernya.  Semenjak adanya pandemi, Zidney terbiasa menggunakan masker kemana-mana, karena ternyata memakai masker mengurangi tatapan iseng laki-laki yang berpapasan dengannya.  Bukan salah Zidney bila dia diberkahi Tuhan dengan segala rejeki keindahan yang seharusnya dibagi ke empat atau lima orang.  Zidney mendapat kulit putih bersih, hidung mancung, bibir pink merona dan mata coklat bening yang terlihat tokoh anime Jepang.  Semua keindahan jatuh padanya.  Tuhan benar-benar menciptakan Zidney dengan bahagia.  Doa dan gen orang tua Zidney memang tidak mengecewakan. 

"Gue dah pesan kwetiau goreng sama lemon tea hangat, buat lo. Dan buat gue... beuh, ga sabar gue. Mana sih mie ayam bakso nya? Gue udah siap mau kasih extra sambal nih..." Ucap Laura dengan mulut yang hampir saja meneteskan liur.

"Makasih, Ola sayang. By the way, itu rambut lo diapain? Dalamnya lo warnai biru? Keren banget." Kata Zidney memuji gaya rambut temannya yang memang sangat menarik perhatian. 

Zidney dan Laura bersahabat sejak mereka duduk di kelas dua sekolah menengah atas.  Istilah sekarang, mereka adalah bestie.  Kalau Zidney lebih pendiam dan menjadi pengamat, Laura adalah kebalikannya.  Kepribadian Laura lebih ceria dan terbuka.  Ekspresi wajah dan ucapannya selalu jujur.  Bahkan kadang terlalu jujur, hingga sering kali orang lain menganggap Laura bermulut pedas.

"Ini namanya gaya peek-a-boo, Zee.  Birunya agak ngintip-ngintip dikit.  Lucu ya? Tadinya mau warnain pink. Tapi takut disemutin karena dikira manisan rambut nenek." Laura terkekeh tapi bangga dengan gaya pilihannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun