Hanna tertawa, merasakan gelombang harapan dan kebahagiaan yang tiba-tiba muncul. "Aku suka mendengarnya. Kau tahu, Hiro, kau pria yang luar biasa, dan wanita mana pun akan beruntung memilikimu."
Hiro tersenyum, matanya berbinar-binar penuh haru. "Terima kasih, Hanna. Kamu wanita yang sangat menakjubkan, dan sepertinya aku akan beruntung jika memilikimu."
Saat panggilan boarding terakhir untuk penerbangan Hanna bergema di bandara, keduanya saling berpelukan erat, tubuh mereka saling menempel dalam pelukan hangat. "Jaga dirimu baik-baik, Hanna," kata Hiro, suaranya serak penuh emosi.
"Kamu juga, Hiro," balas Hanna, merasakan air mata membasahi pipinya. "Aku tidak akan pernah melupakanmu."
"Aku juga tidak akan pernah melupakanmu," bisik Hiro, suaranya nyaris tak terdengar di tengah hiruk-pikuk bandara. "Berjanjilah padaku, kau akan berjuang untuk mimpimu, Hanna. Jangan biarkan siapa pun atau apa pun menahanmu."
Dengan itu, Hanna berbalik dan berjalan menuju gerbang, hatinya berat dengan kesedihan tetapi juga penuh dengan harapan untuk masa depan. Dia tahu bahwa apa pun yang ada di depan, dia akan menghadapinya dengan keberanian dan tekad yang kuat, karena dia memiliki teman seperti Hiro di sisinya, meskipun dia berada di belahan dunia yang lain.
Saat Hanna menaiki pesawatnya, ia melihat ke luar jendela dan melihat Hiro melambaikan tangan. Dia tersenyum sendiri, mengetahui bahwa penerbangannya yang terlewat telah membawanya ke sebuah petualangan baru dan tak terduga, dan ke cinta dalam hidupnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H