Mohon tunggu...
Diah Dyo
Diah Dyo Mohon Tunggu... Guru - Emak tangguh

Lebih menyukai cerita dengan akhir bahagia, dan berharap bisa membawa kebahagiaan untuk semua

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tertinggal di Tokyo

30 April 2023   20:40 Diperbarui: 30 April 2023   20:43 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hanna selalu bermimpi untuk mengunjungi Amerika Serikat. Dia telah merencanakan perjalanannya dengan cermat, menabung untuk itu, dan akhirnya, hari itu tiba. Namun, takdir memiliki rencana lain untuknya. Saat dia duduk di Bandara Internasional Narita di Jepang, dia tidak bisa menahan kekecewaannya. Gara-gara terlalu lama menghabiskan waktu di toilet, ia ketinggalan penerbangan lanjutan, dan dia tidak memiliki cukup uang untuk membeli tiket lain. Dia terjebak di negara asing tanpa tujuan.

Hanna adalah seorang wanita muda yang ceria dan cantik dengan rambut hitam panjang tergerai di punggungnya. Matanya yang berbentuk seperti kacang almond berwarna cokelat pekat, dan kulitnya mulus tanpa cela. Dia mengenakan kaos putih sederhana dipadukan dengan celana pendek denim, tetapi bahkan dengan pakaian kasual ini, dia memancarkan keanggunan yang menarik.  Perpaduan antara kesan tomboy, tetapi tetap cantik dan entah bagaimana mendeskripsikannya.  Singkatnya, Hanna adalah tipe gadis yang akan membuat pria menoleh dua kali bila berpapasan dengannya.

Merasa tersesat dan sendirian, Hanna memutuskan untuk menjelajahi kota untuk mengalihkan pikirannya dari kesulitannya. Dia berjalan-jalan di jalanan Tokyo yang sibuk, mengagumi pemandangan dan suara kota metropolitan yang ramai. Saat dia berjalan, dia melihat seorang pemuda Jepang duduk di bangku taman, tampak sedih dan patah hati.

Karena penasaran, Hanna mendekatinya dan bertanya apa yang terjadi.

"Permisi, apakah Anda bisa berbahasa Inggris?" Hanna bertanya, mendekati Hiro yang duduk sendirian di bangku taman.

Hiro mendongak, wajahnya kosong sejenak sebelum menyadari bahwa Hanna sedang berbicara padanya. "Ya, saya bisa," jawabnya sambil tersenyum sopan.

"Saya Hanna, dari Indonesia, dan saya ketinggalan pesawat. Saya tidak punya tempat untuk pergi dan tidak punya uang untuk membeli tiket lagi," kata Hanna, merasa malu.  Saat tertekan dan buntu, kadang Hanna kehilangan kepintaran dan kewaspadaannya, hingga sisi polos dirinya mengambil alih ucapan dan pikirannya. "Ish... kenapa aku jujur sekali," gumamnya menyadari kebodohannya.

"Saya Hiro, dan saya turut prihatin atas kejadian itu," kata pria jangkung itu.  Hiro adalah seorang pemuda tampan dengan rambut hitam sedikit gondrong.  Dia mengikat rambutnya secara asal dan nampak seperti tokoh dalam anime Jepang. Hidung yang runcing serta mata yang cerah dan ekspresif yang tampak berubah warna tergantung pada cahaya. Dia mengenakan kemeja putih berkancing dan celana hitam, tetapi pakaiannya terlihat sedikit kusut dan acak-acakan, seolah-olah dia sudah terlalu lama memakainya.

"Memangnya kemana tujuan awal anda?" tanya Hiro dengan nada sedikit acuh tak acuh.

"Ke US. Hey, jangan terlalu formal... sepertinya umur kita tidak terlalu jauh berbeda.  Kalau aku tidak salah tebak, umurmu sekitar 25 tahun kah?" ucap Hanna.

"27," jawab Hiro singkat. "Aku haus.  Sebentar, aku akan mencari minuman" pamit Hiro mengarah ke sebuah vending machine di depan sebuah toko.

Sambil minum dan mengobrol, Hiro menyarankan agar mereka bekerja sama untuk mendapatkan uang cepat, sehingga Hanna dapat membeli tiket ke Amerika Serikat.

"Apakah kamu sudah mempertimbangkan untuk mencari pekerjaan sambil menunggu penerbangan berikutnya?" Hiro berkata dengan simpatik.

Hanna menatap Hiro, alisnya terangkat karena terkejut. "Apa kau pikir aku bisa mendapatkan pekerjaan di sini? Aku tidak bisa bahasa Jepang."

Hiro mengangkat bahu. "Yah, ada banyak perusahaan internasional di Tokyo, dan mereka mungkin mencari orang yang bisa berbahasa Inggris. Kita bisa mencari lowongan pekerjaan bersama jika kamu mau.  Atau kita bisa melakukan sesuatu yang spontan, bisa apa saja.  Kebetulan aku baru saja resign dari tempat kerjaku.  Dan jika kau mau, kau bisa tinggal sementara di rumahku bersama ibu dan adik perempuanku "

"Aku benar-benar berharap kamu bukan orang jahat." ucap Hanna.  Ah, memang Hanna kadang terlalu polos untuk wanita berumur 25 tahun.

"Entahlah... Aku harap aku bukan orang jahat.  Silahkan buktikan sendiri." balas Hiro menantang Hanna.

"Baiklah.  Aku percaya kamu.  Terima kasih banyak, Hiro, aku sangat menghargai bantuanmu," kata Hanna, merasa lega.

Awalnya Hanna ragu-ragu, tetapi jiwa petualangnya menang, dan dia setuju untuk bergabung dengan Hiro.

Mereka menghabiskan beberapa hari berikutnya menjelajahi Tokyo, mencoba berbagai pekerjaan serabutan untuk mendapatkan uang tambahan. Mereka membersihkan mobil, mengajak jalan-jalan anjing, dan bahkan melakukan pertunjukan kecil di persimpangan Shibuya yang sibuk. Hanna kagum melihat betapa banyak akal yang dimiliki Hiro, dan ia merasa semakin menyukainya saat mereka menghabiskan waktu bersama. 

"Aku punya ide," kata Hiro, matanya berbinar. "Kamu bisa menyanyi?  Aku akan mengambil gitarku, dan kita bisa mulai pertunjukkan kecil kita di ujung jalan sana."

Hanna menatapnya dengan tidak percaya. "Apa kau serius?"

Hiro menyeringai. "Ya, kenapa tidak? kita akan mendapat banyak keuntungan."

Hanna ragu-ragu sejenak sebelum menganggukkan kepalanya. "Oke, ayo kita lakukan!"

Saat mereka berjalan di jalanan Tokyo, lampu-lampu terang dan gedung-gedung pencakar langit yang menjulang tinggi mengelilingi mereka. Lampu neon toko dan restoran menerangi langit malam, memancarkan cahaya warna-warni pada semua yang ada di sekeliling mereka. Jalanan ramai dengan orang-orang, beberapa bergegas mengejar kereta dan bus, yang lain hanya menikmati pemandangan dan suara kota. Hanna dan Hiro berjalan di tengah keramaian, percakapan mereka diselingi oleh tawa yang sesekali pecah.

"Jadi, apa ceritamu, Hiro?" Hanna bertanya sambil menyesap kopinya.

"Apa?" jawab Hiro balik bertanya.

"Ketika kita bertemu pertama kali, aku yakin kamu sedang memikirkan sesuata dan bahkan bisa aku bilang kamu sedang menyesali sesuatu, kau mau berbagi ceritamu?" Sahut Hanna.

Hiro menghela napas, matanya terlihat sedih. "Tunanganku berselingkuh dengan sahabatku. Aku mengetahuinya dua bulan yang lalu, dan aku masih mencoba untuk memproses semuanya.  Dan yang lebih membuatku marah adalah... mereka berdua bekerja di perusahaan yang sama denganku."

"Ah, aku mengerti... Karena itu kau memilih resign dari pekerjaanmu, benar begitu?" balas Hanna yang ditanggapi dengan anggukan dari Hiro.  "

Aku turut berduka, Hiro, itu pasti berat," kata Hanna sambil meletakkan tangannya di atas pundak Hiro.

Hiro menatap Hanna, matanya melembut. "Memang berat, tapi bertemu denganmu membuatnya sedikit lebih mudah."

Hanna tersenyum, merasakan debaran di dadanya. "Aku senang bisa berada di sini untukmu."

Hanna sangat menikmati waktunya di Tokyo bersama Hiro, menjelajahi kota dan mencoba berbagai makanan baru. Namun pada suatu malam, mereka memutuskan untuk berjalan-jalan di sebuah taman yang sepi di pinggiran kota. Ketika mereka berjalan di sepanjang jalan yang remang-remang, tiba-tiba Hanna mendengar langkah kaki di belakang mereka. Ia menoleh dan melihat dua orang pria mendekat, wajah mereka tertutup bayangan.

Hiro melangkah di depannya dengan penuh perlindungan, tetapi kedua pria itu tampaknya tidak tertarik padanya. Mereka merampas tas Hanna dan mencoba melarikan diri. Namun ketika Hanna melawan, salah satu dari mereka mengeluarkan pisau dan menodongkannya ke lehernya.

"Berikan dompet itu atau kami akan membunuhmu," geramnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun