"Piye kabare, Di?"
"Gimana kabarnya, Bu?"
"Boleh ya Bu kapan-kapan aku mampir ke rumah? Aku sama istri dan anak-anak."
"Ayo diagendakan bukber sama temen-temen sekelas."
Saya senang ketika beberapa teman lama saya menyapa lewat chat WhatsApp atau di platform media sosial. Sekian lama tak pernah bersua secara fisik, namun tetap menyapa melalui dunia maya. Cukup membahagiakan saya. Bukti bahwa mereka masih mengingat saya.
Teman-teman saya mulai dari teman SD, teman SMP, teman SMK, hingga teman kuliah enggak banyak jumlahnya. Jika dikerucutkan lagi sebagai teman-teman dekat, semakin sedikit jumlahnya. Tetapi, saya senang berapapun jumlah mereka.
Beberapa waktu lalu saya menyambangi sahabat masa kecil saya di kampung halaman. Lama sekali kami tak jumpa. Ketika saya sampai di rumahnya, bahagianya tak terkira. Waktu mengobrol pun terasa kurang meski nyatanya kami sudah duduk berjam-jam.
Begitulah, saya selalu bahagia ketika bertemu teman lama. Namun, ketika ada ajakan bukber atau buka bersama di bulan Ramadan bareng teman-teman lama baik dalam jumlah banyak atau sedikit, untuk saat ini saya belum siap. Karena itu lain hal. Lain urusan.
Saya bukan tipe ibu yang bisa bebas bepergian tanpa anak-anak. Sebaliknya, saya hampir selalu satu paket dengan anak-anak baik di rumah maupun di luar rumah. Jadi jika ada acara buka puasa bersama, tentu saya juga akan mengajak mereka.
Jika bertemu di hari-hari biasa, waktunya biasanya lebih panjang. Pun tidak terikat dari jam sekian hingga sekian. Sehingga saya bebas mengajak anak-anak saya yang notabene masih kecil-kecil itu untuk turut serta.