Hampir seluruh masyarakat Bandung tentunya mengenal bangunan megah khas arsitektur Eropa peninggalan masa kolonial satu ini. Villa Isola merupakan salah satu ikon ternama dari Kota Bandung, terutama bagi Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) yang menaunginya. Eksistensinya sebagai bangunan tua juga turut mengundang berbagai kisah mistis untuk muncul dan menyebar. Rumor-rumor misterius ini dibalut dalam cerita khas urban legend, tersebar tanpa diketahui siapa yang pertama kali mengisahkannya sehingga kebenarannya pun diselimuti kabut.
Dalam perbincangan bersama beberapa mahasiswa dan alumni UPI, mereka mengatakan kisah horor yang sama mengenai bangunan yang kini menjadi Gedung Rektorat UPI. Misalnya, desas-desus mengenai terowongan bawah tanah yang bisa mengantarkan seseorang ke dunia lain, kemudian ada pula cerita mengenai piano di lantai 1 (sekarang sudah tidak ada) yang dapat bersuara dengan sendirinya ketika malam hari, dan kisah menyeramkan mengenai penampakan tentara-tentara Belanda yang sedang baris-berbaris di taman depan Isola sebelum dini hari.
Rumor yang tidak hanya tersebar di kalangan masyarakat UPI itu ditanggapi dengan reaksi yang berbeda-beda, ada yang betulan mempercayainya dan ada juga yang menganggapnya sebatas kisah fiksi. Tidak dapat dimungkiri bahwa urban legend semacam ini sulit dibuktikan kebenarannya, pada akhirnya mayoritas hanya menganggap kisah-kisah itu sebagai hiburan semata. Terlepas dari benar ataupun tidak, banyak orang yang senang mendengarkan kisah-kisah mistis mengenai suatu bangunan, terutama jika bangunan itu sudah ada sejak lama dan punya sejarah yang panjang.
Villa Isola memiliki sejarah yang menarik sejak awal pembangunannya hingga kini masih bertahan. Terlepas dari kisah-kisah mistis yang seringkali melekat pada namanya, Villa Isola juga mempunyai cerita hidupnya sendiri yang tentu saja jauh lebih bisa dibuktikan kebenarannya.
Perjalanan Hidup D. W. Berretty: dari ANETA hingga Isola
Pada awal abad ke-20, seorang Indo-Eropa yang cerdas dan flamboyan dikenal sebagai raja surat kabar karena berhasil memonopoli kantor-kantor berita di Hindia Belanda. Namanya Dominique Willem Berretty, lahir dari seorang ayah Eropa dan ibu Jawa pada tanggal 20 November, 1891 di Yogyakarta. Dalam biografi yang ditulis oleh GPA Termorshuizen di Biographical Dictionary of the Netherlands, disebutkan bahwa sampai akhir hayatnya Berretty telah menikah sebanyak enam kali, lima pernikahan yang pertama semua telah berakhir dalam perceraian.
Di luar kehidupan cintanya yang rumit, Berretty merupakan seseorang yang handal dalam berkarir di bidang pers, terbukti dengan pencapaiannya yang luar biasa karena sempat menguasai agensi berita di Hindia Belanda. Setelah lulus dari MULO di Yogyakarta, Berretty sempat bekerja sebagai pegawai di sebuah kantor pos di Batavia pada akhir tahun 1908. Ia memiliki ketertarikan khusus untuk mempelajari lokasi dan saluran kabel telegraf di seluruh dunia, terutama yang terhubung ke Hindia Belanda. Dua tahun setelahnya, Berretty bekerja sebagai proofreader dan menjadi reporter untuk Bataviaasch Nieuwsblad. Karirnya kemudian berlanjut di Java-Bode sebagai editor pada tahun 1915. Berretty memiliki ambisi untuk mempercepat laju berita dari luar negeri yang sering terlambat masuk ke Hindia Belanda, karena itulah ia mendirikan Algemeen Nieuws en Telegraaf Agentschap, yang lebih dikenal sebagai ANETA, pada 1 April 1917.
Kesuksesan Berretty dalam mengelola ANETA ini menghantarkannya pada kekayaan dan kepopuleran. Selain memiliki banyak kenalan dan koneksi, Berretty juga sering mendapatkan “musuh”. Barangkali karena terlalu sering hidup dalam kesibukan, Berretty kemudian mendirikan sebuah vila megah di Bandung untuk mencari ketenangan.
Pembangunan vila tersebut memakan biaya antara 500.000 hingga 600.000 gulden. Perancangnya adalah C. P. Wolff Schoemaker, seorang arsitek yang karyanya banyak bertebaran di Kota Bandung hingga masa kini. Dalam buku Dari Villa Isola ke Bumi Siliwangi (2015), disebutkan bahwa mereka bertemu ketika menjadi bagian dari komite panitia penyelenggaraan Jaarbeurs di Bandung tahun 1920. Pembangunan itu diperkirakan selesai pada sekitar awal Desember 1933, karena pada tanggal 17 Desember diadakan sebuah pesta besar dalam rangka peresmian Villa Isola berdasarkan berita dalam Indische Courant tanggal 21 Desember 1933.
Sesuai dengan kalimat yang menjadi inspirasi nama “Isola”, yaitu M’Isolo E Vivo—aku mengasingkan diri dan bertahan hidup, vila tersebut sepertinya menjadi tempat bagi Berretty untuk beristirahat dari keriuhan dunia. Selain menjadi tempatnya beristirahat, Berretty juga sempat membuka akses vilanya kepada masyarakat umum dalam rangka mengadakan semacam penggalangan dana atau acara amal seperti yang ditulis dalam Het Nieuws van den Dag voor Nederlandsch-Indie tanggal 18 Mei 1934. Sayangnya, Berretty tidak punya waktu yang lama untuk menikmati vila mewah tersebut. Pada 19 Desember 1934, ia terlibat kecelakaan pesawat ketika terbang dari Belanda dan meninggal seperti halnya penumpang lain dalam pesawat itu.
Vila Pasca Kematian Berretty
Berretty pergi meninggalkan sebuah vila besar yang sangat megah ini. Tidak hanya bangunan dan perabotan mahal yang ditinggalkan, berdasarkan sebuah iklan di surat kabar Het Ochtendblad van de Avondpost tanggal 10 Februari 1935, terdapat beberapa jenis binatang mulai dari kuda, rusa, angsa hitam, dan berbagai jenis burung hias yang sebelumnya diurus di vila kemudian dijual. Berretty begitu kaya hingga ada semacam kebun binatang kecil di dalam vilanya.
Setelah kepergian Berretty, Isola dibeli oleh pihak Hotel Homann dan dialihfungsikan menjadi sebuah hotel mewah yang mulai beroperasi pada tanggal 1 Desember 1935 (Het Nieuws van den Dag voor Nederlandsch-Indie tanggal 2 November 1935). Sayangnya, meninjau dari berita dalam surat kabar De Indische Courant edisi 14 November 1938, Hotel Isola ditutup pada akhir tahun 1938 akibat manajemen yang buruk. Isola sempat difungsikan juga sebagai markas militer pada masa pendudukan Jepang hingga masa revolusi kemerdekaan, pihak yang menggunakannya pun berganti-ganti.
Nieuwsgier van Woensdag edisi 21 Juli 1954 mengabarkan bahwa Isola dibeli oleh Pemerintah Indonesia untuk direstorasi dan digunakan menjadi sebuah sekolah. Sekolah yang dimaksud adalah Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG) Bandung yang di kemudian hari akan menjadi UPI. Peresmian Isola sebagai gedung kuliah dilakukan pada 20 Oktober 1954, namanya pun diganti menjadi Bumi Siliwangi sesuai dengan semangat untuk menasionalisasikan segala hal yang berbau asing pada masa itu. Sejak tahun 1966 hingga sekarang, gedung Isola digunakan sebagai kantor rektor UPI.
Meski namanya secara resmi sudah berganti, masyarakat lebih mengenalnya dengan nama Villa Isola. Bangunan indah yang sudah lama berdiri ini menyimpan banyak catatan sejarah sejak masa kolonial, dan semoga saja Pemerintah Indonesia akan terus melestarikan warisan budaya ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H