Mohon tunggu...
Dhiyauzzaman Saefi
Dhiyauzzaman Saefi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi UMY

Tertarik pada bidang kreatif seperti Fiilmaker, Scriptwriter, copywriter, Designer, Videographer, Video Editor, ETC

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengayuh Harapan di Pelataran Malioboro

25 Desember 2024   11:56 Diperbarui: 26 Desember 2024   06:42 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah kesibukan kota yang semakin modern, Pak Yarmuji tetap merasa bangga dengan profesinya. Menurutnya, tukang becak adalah bagian dari identitas Jogja yang tidak boleh hilang. “Becak itu salah satu ciri khas Jogja. Kalau hilang, nanti Jogja kehilangan salah satu daya tariknya,” ujarnya penuh semangat.

Ia mengakui bahwa modernisasi telah membawa perubahan besar di Malioboro. Kehadiran transportasi online dan kendaraan listrik mulai menggeser peran becak sebagai alat transportasi utama. Namun, ia percaya bahwa becak tetap memiliki tempat di hati masyarakat dan wisatawan.

“Banyak turis yang justru cari becak karena ingin merasakan pengalaman tradisional. Mereka bilang, naik becak itu lebih santai dan bisa menikmati suasana kota,” katanya.

Selain itu, ia juga melihat becak sebagai transportasi ramah lingkungan yang masih relevan di era modern. “Becak enggak pakai bahan bakar, jadi lebih ramah lingkungan. Ini juga salah satu alasan saya tetap memilih pekerjaan ini,” tambahnya.

Pak Yarmuji memiliki harapan besar untuk masa depan becak di Jogja. Ia berharap pemerintah dan masyarakat tetap mendukung keberadaan becak sebagai bagian dari budaya lokal. “Selama becak ini masih bisa saya kayuh, saya akan terus bekerja. Jogja adalah rumah saya, dan becak ini adalah cara saya merawat rumah ini,” tutupnya dengan nada penuh keyakinan.

Tak hanya untuk dirinya sendiri, ia juga berharap generasi muda mau melanjutkan profesi ini. “Kalau anak muda mau jadi tukang becak, itu bagus. Tapi harus ada inovasi, mungkin becak bisa dibuat lebih nyaman atau menarik untuk wisatawan,” usulnya.

Pak Yarmuji juga bercita-cita melihat becaknya suatu hari nanti dihias dengan ornamen khas Jogja, seperti batik atau wayang. “Becak ini bisa jadi ikon budaya kalau dikembangkan dengan baik,” ujarnya penuh optimisme.

Di antara gemerlap Malioboro yang semakin modern, sosok seperti Pak Yarmuji adalah pengingat bahwa nilai-nilai lokal dan kesederhanaan masih menjadi jiwa kota ini. Ia bukan hanya seorang tukang becak, melainkan penjaga tradisi yang terus mengayuh harapan dan cerita di tengah hiruk pikuk Yogyakarta.

Cerita Pak Yarmuji memberikan pelajaran berharga tentang keikhlasan, ketekunan, dan cinta pada budaya. Dalam kesederhanaannya, ia telah menjadi bagian penting dari wajah Jogja yang selalu dirindukan. Begitulah Pak Yarmuji, dengan setiap kayuhan becaknya, ia terus membawa harapan dan melestarikan warisan yang tidak ternilai harganya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun