Mohon tunggu...
dhiyaul aulia
dhiyaul aulia Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa

jakarta, indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tantangan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) Hingga Memunculkan Kesenjangan Antarkelas

30 Oktober 2022   20:49 Diperbarui: 31 Oktober 2022   18:30 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dhiyaul Aulia

Pendidikan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Jakarta


PENDAHULUAN

Seperti yang kita ketahui bahwa Indonesia sejak 2020 sedang menghadapi virus yang telah banyak menelan korban jiwa. Pada 31 Desember 2019, di China terdapat kasus pneumonia di Kota Wuhan. Pada 7 Januari 2021, China mengeluarkan statement bahwa penyakit ini adalah jenis baru coronavirus. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa nama resmi virus ini adalah Covid-19, jumlah kasusnya terus berkembang dan menyebar dengan sangat cepat. Yang pada awalnya hanya muncul di Kota Wuhan, menyebar sampai ke negara lain selain China, Indonesia merupakan salah satu dari beberapa negara yang terserang Covid-19. Pada awal Covid-19 muncul di Indonesia karena terdapat dua orang yang dinyatakan positif telah terjangkit virus tersebut pada tanggal 2 Maret 2020, dua orang ini merupakan ibu dan anak yang berusia 64 dan 31 tahun. Serelah ditelusuri, ibu dan anak tersebut positif terjangkit Covid-19 karena mereka melakukan kontak dengan warga negara Jepang saat berada di Malaysia, kemudian ibu dan anak ini merasakan sakit seperti flue dan mereka pergi ke salah satu rumah sakit di daerah Depok. Setelah diperiksa, ibu dan anak ini hanya diminta rawat jalan, namun setelah beberapa hari sakitnya tak kunjung sembuh maka mereka kembali pergi kerumah sakit. Dua hari kemudian, ibu dan anak ini dikabari bahwa temannya yang warga Jepang tadi dinyatakan positif terjangkit virus corona, ibu dan anak ini segera melakukan swab test dan mereka dinyatakan positif terjangkit virus corona.

Presiden Joko Widodo mengadakan siaran pers mengenai dua kasus positif Covid-19 di Indonesia. Kasusnya semakin berkembang pesat, pada akhir maret 2020 kasus positif Covid-19 mencapai lebih dari 1000 orang dan kasus meninggal mencapai lebih dari 700 orang. Karena meningkatnya kasus positif Covid-19 di Indonesia maka pemerintah pusat menerapkan berbagai kebijakan untuk dapat menekan angka penyebaran Covid-19 di Indonesia, salah satu kebijakannya adalah memerintahkan para pemilik usaha untuk bekerja dari rumah atau yang biasa disebut Work From Home (WFH), sedangkan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud) memerintahkan kepada segala institusi pendidikan mulai dari Sekolah Dasar (SD) sampai perguruan tinggi untuk segera menerapkan kegiatan pembelajaran dari rumah. Dari pertengahan Maret 2020, Gedung sekolah yang biasanya digunakan sebagai sarana belajar mengajar metode tatap muka, terpaksa ditutup dan melakukan pembelajaran dari rumah.

Dalam Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), kegiatan belajar mengajar dilangsungkan menggunakan media internet atau yang terkenal dengan pembelajaran online. Sebenarnya Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) seperti ini bukan merupakan hal yang baru dalam dunia pendidikan, Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) sudah ada di Amerika Serikat sejak tahun 1892. Sebelum adanya pandemi ini, Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) masih terbilang jarang digunakan oleh instansi pendidikan karena metode tatap muka dianggap lebih optimal dalam pembelajaran. Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) memiliki kelebihan dan kekurangan yang berdampak pada jutaan pelajar. Kelebihannya adalah masyarakat terhindar dari bahaya virus yang ada saat ini karena mengurangi kontak langsung dengan orang lain, dapat diakses dengan mudah karena cukup menggunakan alat elektronik kita dapat mengakses materi kapanpun dimanapun, waktu belajar yang fleksibel, dan masih banyak lagi kelebihan dari Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) ini. Namun, dari kelebihan-kelebihan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang sudah disebutkan tadi, terdapat pula kekurangan yang cukup meresahkan masyarakat yaitu permasalahan kesenjangan sosial antara pelajar dari keluarga mampu dan kurang mampu. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk melihat dan mengetahui problematika yang dihadapi oleh masyarakat terkait Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).


BAGIAN TEMUAN

Sejak berlakunya kebijakan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), banyak orang tua yang mengeluh mengenai Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) ini, seperti kesulitan mengakses jaringan internet, kesulitan dalam biaya membeli kuota, tidak memiliki gadget, beban orang tua bertambah dan keluhan lainnya. Pembelajaran yang mulanya pemeran utamanya adalah guru, kini berpindah menjadi orang tua lah yang memegang peran utama dalam mendampingi murid untuk belajar dirumah. Banyak orang tua yang mengeluh karena kesulitan untuk membagi waktu antara mengurus pekerjaan rumah, mendampingi anaknya belajar dirumah, dan bekerja. Kelemahan dari Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang muncul adalah tidak semua murid memiliki rasa tanggung jawab untuk belajar secara mandi, menggunakan alat yang baru mereka kenal dan tidak semua mampu beradaptasi akan hal tersebut. Banyak murid yang justru menganggap bahwa Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) ini merupakan liburan bagi mereka, karena pembelajaran dilaksanakan menggunakan gadget, murid justri memanfaatkannya untuk bermain game. Tidak hanya pelajar, guru juga merasakan kesulitan yang sama, banyak juga guru yang tidak mengerti cara menggunakan aplikasi-aplikasi yang digunakan untuk kegiatan belajar mengajar, guru yang kesulitan mengakses internet karena tinggal dipedalaman, bahkan guru yang tidak memiliki gadget untuk mengajar. Misalnya pelajar atau guru yang berada di daerah-daerah terpencil, mereka harus menjadi "korban" dalam Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) ini. Jam kerja guru pun yang mulanya sudah pasti, selama Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) jam kerja seorang guru pun menjadi lebih fleksibel. Hal lain yang harus dirasakan oleh guru juga adalah mereka harus mengubah strategi pembelajaran yang awalnya luring menjadi daring.

Yang terlihat jelas adalah kesenjangan pendidikan yang terdapat di daerah pedesaan, dimana sebelum adanya kebijakan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) pun di pedesaan sudah sangat terlihat kesenjangan dalam berbagai aspek salah satunya pendidikan. Seperti fasilitas yang kurang layak, tenaga pendidik yang kurang, hal ini diperparah ketika berlakunya Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang menjadi masalah yang cukup besar bagi dunia pendidikan. Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, masalah yang dihadapi seperti wilayah yang tidak terjangkau oleh jaringan internet, ketidaksanggupan untuk membeli kuota dan gadget untuk menunjang Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Maka beberapa faktor penyebab terjadinya kesenjangan dalam Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yaitu:

  • Sulitnya mengakses internet bagi masyarakat yang tinggal di daerah terpencil
    Permasalahan utama dalam Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) salah satunya yaitu sulit untuk mengakses internet terutama pada masyarakat yang tinggal di pedesaan atau daerah terpencil. Hal ini dapat dialami oleh guru maupun murid, dimana Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dilakukan secara online yang tentunya menggunakan internet untuk menunjang pelajaran. Ketika guru dan murid tidak bisa mengakses internet maka ini tentunya menjadi permasalahan yang cukup besar.
  • Tidak semua guru dan murid memiliki peralatan yang menunjang Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ)
    Kita dapat melihat kesenjangan yang cukup jelas pada hal ini, dimana tentunya masyarakat yang memiliki perekonomian yang cukup akan mampu untuk membeli peralatan yang menunjang Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) seperti gadget, kuota, dan lain-lain. Sedangkan bagi masyarakat yang memiliki perokonomian yang kurang, akan ada kesulitan untuk membeli peralatan yang menunjang Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), jangankan untuk membeli peralatan tersebut, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari pun mereka kesulitan.

Jika dilihat, kita dapat menemukan ketidakberpihaknya negara terhadap kaum kurang mampu, karena seperti yang sudah dijelaskan tadi bahwa pada akhirnya hanya kelas atas yang mampu mengakses pendidikan dalam Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Untuk dapat menunjang Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dibutuhkan gadget dan internet yang lancar, namun apakah semua masyarakat memiliki gadget dan dapat mengakses internet yang lancar? Kesenjangan sangat jelas terlihat antara masyarakat kaya dan miskin, antara masyarakat kota dan desa. Memang pemerintah sudah memberikan subsidi kuota internet kepada para pelajar untuk menunjang kegiatan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), namun nyatanya hal ini bukan solusi yang tepat, banyak pelajar ataupun guru yang tinggal di wilayah terpencil yang mengakibatkan mereka kesulitan dalam mengakses internet. Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) ini hanya memberikan dampak positif kepada masyarakat yang memiliki ekonomi yang cukup, berbeda dengan masyarakat yang ekonominya terbilang kurang mampu.

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengatakan terdapat 68 juta pelajar yang terkena dampak pandemi Covid-19. Pelajar di beberapa daerah banyak yang akhirnya tidak naik kelas dan akhirnya putus sekolah karena Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) ini. Kemudian seperti yang sudah disinggung tadi bahwa para guru juga merasakan hal yang sama, terlebih para guru yang sudah senior dan tinggal di daerah terpencil. Dimana guru senior biasanya tidak paham menggunakan gadget, karena dari dulu mereka tidak hidup di zaman internet.

SIMPULAN

Kendala Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dirasakan oleh orang tua, murid, serta guru. Pembelajaran yang mulanya dilakukan secara tatap muka di dalam kelas, untuk sementara pembelajaran dilakukan di rumah, menggunakan alat yang menunjang Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Namun dalam pelaksanaannya, nyatanya tidak semua siswa mampu beradaptasi dalam Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) ini, mereka justru memanfaatkan waktu tersebut untuk liburan dan bermain game. Orang tua juga merasa terbebani karena harus membagi waktu dalam mengurus rumah, bekerja, dan mendampingi anaknya untuk belajar dirumah. Guru pun ikut merasakan kendala, yaitu harus menyesuaikan strategi pembelajaran, dan lain-lain. Ditambah lagi masyarakat yang memiliki perekonomian yang kurang, akan lebih merasa terbebani akan adanya Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) ini, dimana tentunya mereka akan sulit menyiapkan alat yang menunjang pembelajaran, sulit mengakses internet bagi masyarakat yang tinggal di pedesaan atau wilayah terpencil. Yang sangat merasakan kendala Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) tentunya banyak dari masyarakat kurang mampu. Bagi masyarakat yang perekonomiannya cukup, mereka bisa saja meminta asisten rumah tangga untuk membantu mendampingi anaknya belajar di rumah, dengan fasilitas yang memadai. Namun bagi masyarakat kurang mampu justru mereka akan kesulitan membagi waktunya untuk mendampingi anaknya belajar, dan belum tentu juga mereka mampu memfasilitasi anaknya dalam Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).

            Menurut Marx, masyarakat merupakan struktur yang didalamnya terdapat ketegangan sebagai akibat pertentangan antar kelas sosial sebagai akibat pembagian nilai-nilai ekonomi yang tidak merata didalamnya. Ilmu sosial melihat sistem sosial sebagai hubungan antara bagian-bagian di dalam kehidupan masyarakat terutama tindakan-tindakan manusia, lembaga sosial, dan kelompok-kelompok sosial yang saling mempengaruhi. Dalam tulisan ini, kebijakan pemerintah yaitu Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) menimbulkan kesenjangan yang terjadi antara masyarakat yang perekonomiannya cukup dan masyarakat yang perekonomiannya kurang, kesenjangan terlihat dalam aspek wilayah dimana masyarakat desa atau masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil akan sulit mengakses internet, kemudian dalam memenuhi peralatan yang dibutuhkan untuk menunjang Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Kebijakan ini berpengaruh pada beberapa aspek terutama aspek pendidikan, masyarakat yang memiliki perekonomian kurang yang terkena dampak yang cukup signifikan.

Diluar dari kendala-kendala Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang sudah disebutkan sebelumnya, tentunya juga terdapat beberapa hal baru yang terjadi. Dimana sebelumnya orang tua menyerahkan sepenuhnya pembelajaran kepada guru di sekolah, karena adanya Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) ini, orang tua mulai ikut serta dalam membantu tumbuh kembang anaknya dalam pembelajaran. Orang tua yang sibuk bekerja dan jarang berkomunikasi dengan anaknya, kini mereka akan sering berkomunikasi dirumah dan semakin dekat hubungannya. Para guru juga tentunya dipaksa untuk lebih kreatif dalam menyajikan pembelajaran agar mampu menarik perhatian peserta didik.

Kondisi Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) belum bisa dikatakan menjadi pembelajaran yang ideal, namun ini adalah proses pembelajaran secara darurat. Masih cukup banyak kendala didalamnya sehingga proses pembelajaran belum berjalan secara optimal. Maka, pemerintah harus menyiapkan formula bagi pendidikan kaum miskin, pemerintah harus lebih melihat dan memperhatikan masyarakat yang berada di daerah terpencil, masyarakat yang kurang mampu dan tidak bisa mengikuti kebijakan dan akhirnya terkena dampak dari kebijakan yang dibuat sehingga tidak akan ada kesenjangan lagi dalam pendidikan. Kemudian para guru juga mengambil andil dalam mengatasi kesenjangan dalam pendidikan ini, dimana guru merupakan salah satu yang memiliki peranan besar dalam memajukan dunia pendidikan.

Berdasarkan permasalahan kesenjangan dalam pembelajaran jarak jauh, dapat dikaitkan dengan konsep pendidikan kaum tertindas oleh Paulo Freire. Paulo Freire lahir di Recife, yaitu sebuah kota pelabuhan di Brazil bagian Timur Laut, yang termasuk wilayah kemiskinan dan keterbelakangan. Dimana pendidikan menurut Paulo Freire harus berorientasi untuk membebaskan manusia dari kungkungan rasa takut dan tertekan akibat otoritas kekuasaan (penindasan). Konsep yang ditawarkan oleh Freire ini, secara ideal mestinya mampu menjadi solusi atas bentuk-bentuk ketimpangan sistem pendidikan kita, baik secara teoritik maupun praktik di lapangan. Paulo Freire mengatakan:

"Kelompok yang tertindas perlu berjuang untuk melakukan perubahan terhadap penderitaan yang mereka alami, bukannya menyerah begitu saja. Menyerah pada penderitaan adalah sebuah bentuk penghancuran diri, maka harus ada perubahan yang diyakini dan menggerakkan semangat. Hanya dengan keyakinan ini yang terus menggelora sampai saatnya berjuang, mereka dapat memiliki masa depan yang berarti, bukannya ketidak jelasan yang mengalienasi atau masadepan yang sudah ditakdirkan, namun menjadi tugas untuk membangun, dan ini sebutir benih kebebasan"

DAFTAR PUSTAKA

Akrim, dkk. 2020. “Book Chapter, Covid-19 & Kampus Merdeka di Era New Normal, Ditinjau dari Perspektif Ilmu Pengetahuan”. Medan: UMSU PRESS.

Basar, Afip Miftahul. 2021. “Problematika Pembelajaran Jarak Jauh Pada Masa Pandemi Covid-19 (Studi Kasus di SMPIT Nurul Fajri –Cikarang Barat –Bekasi)”. Jurnal Ilmiah Pendidikan. Vol. 2 No. 1.

H, Ilyas Muh dkk. 2020. "Saling Jaga Asa Kala Pandemi". Parepare: IAIN PAREPARE NUSANTARA PRESS.

Husni, Muhammad. 2020. "Memahami Pemikiran Karya Paulo Freire "Pendidikan Kaum Tertindas" Kebebasan dalam Berpikir". Jurnal Pendidikan dan Keilmuan Islam. Vol.5 No.2.

Hutami, Endah Retno. 2021. “Kendala Pembelajaran Jarak Jauhpada Masa Pandemi Bagi Siswa Sd, Guru, Dan Orangtua”. Jurnal Ilmiah WUNY. Vol. 3 No. 1.

Rudagi, Rendy & Felia Siska. 2021. “Analisis Ketimpangan Pendidikan pada Masa Covid-19 diNagari Sisawah Kabupaten Sijunjung”. Jurnal Pendidikan Sosial dan Budaya. Vol. 3 No. 1.

Suyut, Setyorini. 2021. "Antologi Esai Jilid 1 Diklat Daring, GUMUN Menulis 1000 Esai, Guru Mengajar Untuk Nusantara". Penerbit YLGI.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun