Ulama kontemporer bernama Ibnu Asyur memberikan argumentasi bahwa diperbolehkan memukul supaya dapat mengembalikan hubungan menjadi baik. Akan tetapi, jika "memukul" digunakan untuk menimbulkan rasa sakit dan tidak dapat memperbaiki hubungan, maka hukum memukul adalah mamnu'. Bahkan Ibnu Asyur memberikan usul agar Negara mengeluarkan Undang-Undang yang melarang perbuatan memukul yang dilakukan oleh suami kepada istri.
Menurut Faqihuddin Abdul Kodir apabila dilihat dalam kacamata Mubadalah, pemukulan dan segala jenis kekerasan tidak direkomendasikan dalam penyelesaian persoalan hubungan suami istri. Ibnu Hajar al-'Asqalani berkata, dengan dalih dapat memperbaiki hubungan antara suami dan istri, pemukulan justru dapat memperkeruh relasi suami istri dan melahirkan rasa sakit hati dan kebencian. Pemukulan sangat bertentangan dengan pilar pernikahan, yaitu berpasangan (zawaj) yang saling berbuat baik satu sama lain (mu'asyarah bil ma'ruf).
Nasihat (fa'izhuhunna) dan pisah ranjang (wahjuruhunna fi al-madhaji') adalah sebuah tahapan dan proses untuk berdamai (shulh) sebagaimana telah di jelaskan oleh Faqihuddin Abdul Kodir pada surat an-Nisa' ayat 128 diatas. Ayat ini juga ditekankan betapa pentingnya berbuat baik yang simultan (ihsan) antara suami dan istri, dan menjaga diri (takwa) dari penyimpangan yang dapat merusak relasi suami istri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H