skena yang kembali ramai belakangan ini terutama di platform sosial media TikTok. Istilah skena tersebut sebenarnya sudah ada dari jaman dahulu, yang populer pada tahun 1940-an dengan bahasa inggris "scene". Tidak ada penjelasan lebih lanjut di KBBI karena skena sendiri bukan kata baku. Pada dasarnya merujuk pada jaringan sosial masyarakat yang memiliki minat, hobi, dan aktivitas tertentu dengan sifatnya yang cenderung temporer dan berubah seiring waktu. Beda dengan ruang lingkup "subkultur urban" yang lebih mapan dan seringkali beridentitas kolektif yang kuat seperti goth, punk, streetwear, indie, hip-hop, dan sebagainya.
Mungkin sudah banyak yang tau dengan istilahDengan jangkauan yang luas itu, subkultur urban tentu tidak lepas dari media sosial dan influencer yang memiliki peran signifikan dalam pembentukan identitasnya. Di mana dalam platform mereka, terjadi hal persuasif yang mengundang orang-orang yang memiliki minat dan similaritas yang sama untuk berkumpul.
Dalam berkomunikasi menunjukkan hal-hal yang diminatinya, influencer tersebut melibatkan berbagai teori komunikasi dengan para pengikutnya di antaranya:
1. Teori Kredibilitas Sumber (Source Credibility Theory)
Teori yang dikemukakan oleh Hovland, Janis, Kelly dalam bukunya yang berjudul Communication and Persuation ini berfokus pada bagaimana kredibilitas sumber pesan mempengaruhi penerimaan pesan oleh audiens. Mereka akan lebih terpersuasi ketika orang yang menyampaikan pesan komunikasi menunjukkan dirinya sebagi orang kredibel. Kredibilitas terdiri dari dua komponen utama yakni keahlian (expertise) dan kepercayaan (trustworthiness). Pengaplikasiannya seorang influencer yang dikenal karena memiliki keahlian dan reputasi di bidang tertentu (misalnya, ketika influencer fashion terpandang di urban streetwear, influencer skateboard terkenal dengan konten-konten hariannya mengenai olahraga tersebut) akan dianggap lebih kredibel dan dapat meningkatkan efektivitas pesan persuasi.
2. Teori Pengaruh Sosial (Social Influence Theory)
Teori ini melihat bagaimana individu dipengaruhi oleh orang lain dalam kelompok sosial mereka. Influencer, sebagai figur yang berpengaruh, dapat membentuk opini, perilaku, dan preferensi audiens mereka.
Sebagai contohnya, para influencer fashion yang awalnya hanya mengunggah konten kesehariannya dalam berpakaian menjadi berkembang memiliki brand clothing mereka sendiri dan menarik pelanggan loyal secara cepat dari pengikutnya karena sudah dianggap sebagai model peran yang diikuti dari awal, menunjukkan suatu minat yang sama.
3. Teori Daya Tarik (Attraction Theory)
Dikemukakan oleh McGuire, teori ini mengusulkan bahwa orang cenderung dipengaruhi oleh orang-orang lain yang dianggap memiliki daya tarik positif sehingga menghasilkan minat bertransaksi. Daya tarik ini bisa dikarenakan similaritas, familiaritas, dan kesukaan dalam diri seorang selebriti yang memaksimalkan efektifitas dari sebuah pesan yang ia sampaikan.
Pengaplikasiannya bisa ketika seorang influencer yang secara fisik menarik atau memiliki daya tarik karisma dapat membuat personal branding mereka mengenai subkultur urban yang berkaitan dengannya menjadi lebih menarik bagi konsumen. Mereka sering kali menjadi panutan dalam hal gaya hidup, fashion, dan perilaku. Kehadiran influencer dalam subkultur urban membantu melegitimasi dan memperkuat identitas kelompok tersebut.