orang tua. Orang tua memiliki peranan yang sangat penting dalam tumbuh kembang anak karena menjadi tempat pertama untuk berinteraksi, guru pertama, dan contoh pertama bagi anak.
Agen sosialisasi yang berada di tahap awal dan memiliki peranan dalam perkembangan anak adalah keluarga, Konteks keluarga dalam hal ini yang memiliki peranan utama ialahSebagai cerminan awal seorang anak dalam berperilaku, orang tua juga harus memiliki keterampilan dalam memahami kebutuhan emosional anak. Dari mulai bagaimana orang tua dapat mengajarkan anak dalam mengkomunikasikan emosinya, mendengarkan emosi si anak, sampai bagaimana menyadarkan dan memberitahu bagaimana pengelolaan emosi yang baik untuk si anak.
Aspek kunci dari perkembangan emosi pada anak-anak adalah belajar bagaimana mengatur emosi. Anak-anak melihat bagaimana orang tua mereka menampilkan emosi dan berinteraksi dengan orang lain, dan mereka meniru apa yang mereka lihat pada orang tua mereka dan yang telah dilakukan untuk mengatur emosi.Â
Dalam hal ini, anak-anak juga belum memiliki control dalam mengekspresikan dan mengungkapkan perasaannya yang terkadang membuat anak-anak mengeluarkan emosi negatif ataupun tantrum yang bisa tidak terkendali.
Pada akhirnya anak-anak akan tumbuh berkembang menjadi remaja. Ketika seorang anak beralih ke dalam periode remaja, mereka akan dihadapkan dengan berbagai permasalahan dan gejolak emosi yang mungkin mereka belum mengetahui apa itu dan bagaimana cara menangani hal tersebut. Anak remaja mengalami kebingungan karena belum mencapai kecerdasan emosional
Remaja yang belum memiliki kecerdasan emosional cenderung mengeluarkan emosi-emosi negatif seperti pendapatnya harus diterima tanpa mendengarkan orang lain, menjadi sensitif bila orang lain mengucapkan suatu hal tentang dirinya, tidak mau diatur karena merasa ingin mandiri, kurang bertoleransi, apabila dihadapi dengan suatu cenderung menunjukan rasa frustasi dan mengeluarkan emosi yang meledak-ledak
Hal-hal seperti tadi bisa terjadi apabila kurangnya pengenalan dan pemahaman mengenai bagaimana cara mengatur emosi diri serta penerapan sikap asertif yang tidak dilaksanakan sejak dini. Menurut Shapiro (1999) dalam Putra dan Dwilestari (2013: 50) kecerdasan emosional perlu diajarkan sejak dini agar anak tumbuh menjadi seseorang yang dewasa, bertanggung jawab dan mampu menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
Maka dari itu peran orang tua dalam mengimplementasikan sikap asertif sangat penting dan penerapannya lebih baik dilakukan sejak anak usia dini sehingga ketika anak sudah tumbuh berkembang mereka dapat menempatkan diri mereka serta dapat mengutarakan pendapat mereka
Lalu apa itu komunikasi asertif?
Asertif sendiri merupakan perilaku dimana seorang individu mampu untuk menyampaikan keinginan, pendapat, harapan, perasaannya sendiri tanpa adanya maksud untuk menyakiti atau merugikan pihak lain.Â
Asertif ini dapat diterapkan dalam berkomunikasi agar seorang individu dapat dengan percaya diri menyalurkan pendapatnya namun disaat yang bersamaan tetap menghormati dan menghargai orang lain karena melibatkan win-win solution di dalamnya.
Asertivitas dalam berkomunikasi bukanlah sesuatu yang sudah ada sejak lahir, sehingga untuk membentuk dan membiasakan seseorang berperilaku asertif diperlukan pelatihan asertivitas yang bertahap dan sebaiknya dimulai sejak usia dini. Dan penerapan sikap asertif juga tidak lepas dari peran orang tua.
Dengan hadirnya orang tua dalam memberikan penerapan mengenai bagaimana bersikap asertif dalam komunikasi pada anak usia dini. Besar kemungkinan ketika anak-anak beralih menjadi remaja mereka akan lebih menghargai pendapat orang lain dan dapat menempatkan dirinya di dalam proses komunikasi.Â
Asertivitas dalam berkomunikasi bagi remaja bermanfaat untuk memudahkan bersosialisasi dalam  lingkungannya,  menghindari  konflik karena bersikap jujur dan terus terang, dan dapat  menyelesaikan  masalah  yang dihadapi  secara  efektif.
Sejak anak masih dini orang tua dapat melakukan beberapa hal, antara lainÂ
1. Orang tua menjadi pendengar aktif ketika anak berusaha mengutarakan perasaannya
2. Memberikan pengetahuan terhadap anak bahwa setiap orang mempunyai batasan baik itu secara emosional maupun perilaku sehingga anak akan menjadi individu yang bisa mengungkapkan pendapatnya tanpa melukai orang lain
3. Hindari sikap menahan anak dalam mengekspresikan perasaannya karena terkadang orang tua kerap menghukum anaknya yang berusaha untuk mengungkapkan perasaannya dengan mengeluarkan emosi negatifnya. Dalam hal ini orang tua harus menjadi "teman" bagi si anak dan mendengarkan sudut pandangnya
4. Memberikan anak kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya mengenai suatu hal. orang tua dalam hal ini berperan untuk memberikan nasihat dan pertimbangan kepada keputusan anaknya, bukan memaksa untuk menyetujui pendapat orang tua. Dengan memberikan kesempatan, anak ketika beralih ke masa remaja akan terbiasa memilih mana keputusan yang tepat untuknya dan bertanggung jawab atas hal tersebut
Referensi
https://klikpsikolog.com/hindari-kesalahpahaman-antara-orangtua-dan-anak-dengan-komunikasi-asertif/
https://core.ac.uk/download/pdf/327205463.pdf
http://repository.unair.ac.id/50612/
Identitas
Nama : Dhita Salsabila Putri
Jurusan : Ilmu Komunikasi
Universitas : Universitas Muhammadiyah Prof. Dr HAMKA
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H