Perubahan iklim telah menjadi ancaman nyata bagi Jakarta, dengan banjir, polusi udara, dan pengelolaan sampah yang belum memadai. Ketiga pasangan calon gubernur dalam Pilkada DKI Jakarta 2024, Ridwan Kamil-Suswono, Dharma Pongrekun-Kun Wardana, dan Pramono Anung-Rano Karno mengajukan berbagai solusi untuk menghadapi masalah lingkungan. Namun, seberapa realistis dan efektifkah gagasan mereka dalam menghadapi perubahan iklim?
Ridwan Kamil-Suswono: Infrastruktur Hijau yang Ambisius, Tantangan Lahan Terbatas
Ridwan Kamil (RK) yang juga dikenal sebagai mantan Gubernur Jawa Barat, membawa visi berbasis infrastruktur hijau untuk mengatasi perubahan iklim di Jakarta.
Salah satu fokus utama RK adalah memperluas Ruang Terbuka Hijau (RTH), mengingat saat ini Jakarta hanya memiliki sekitar 9,8% dari total lahan sebagai RTH, jauh dari target minimal 30% menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. RK berjanji untuk meningkatkan RTH dengan membangun lebih banyak taman kota, hutan kota, dan ruang hijau lainnya.
Namun, tantangan besar terletak pada keterbatasan lahan di Jakarta yang sudah sangat padat. Apakah RK dapat merealisasikan janji ini dengan lahan yang terbatas, atau ini hanya akan menjadi retorika kampanye? Meskipun ruang hijau dapat membantu menyerap polusi udara dan menjadi solusi jangka panjang untuk banjir, solusi ini memerlukan perencanaan yang matang dan kerja sama dengan berbagai pihak.
RK juga mengedepankan pengelolaan sampah berbasis teknologi untuk mengatasi masalah limbah di Jakarta, yang menghasilkan sekitar 7.500 ton sampah setiap harinya.
RK berencana untuk meningkatkan sistem daur ulang dan pengolahan limbah melalui teknologi canggih, serta mengajak masyarakat untuk lebih aktif dalam memilah sampah di tingkat rumah tangga.
Namun, RK harus menghadapi tantangan dalam meningkatkan kesadaran publik serta memastikan sistem pengelolaan limbah ini dapat diterapkan secara merata di seluruh wilayah Jakarta.
Selain itu, RK berfokus pada program penanggulangan banjir dengan konsep naturalisasi dan normalisasi sungai. Naturaliasi sungai bertujuan untuk mengembalikan ekosistem alami di sekitar sungai, namun implementasinya di lapangan sering kali terhambat oleh masalah teknis dan finansial.
RK juga harus memastikan program ini terintegrasi dengan pengelolaan air yang lebih baik, karena tanpa pengelolaan limbah yang tepat, masalah banjir di Jakarta akan tetap berlanjut.
Dharma Pongrekun-Kun Wardana: Regulasi Ketat dan Pemberdayaan Masyarakat
Pasangan independen Dharma Pongrekun dan Kun Wardana mengambil pendekatan yang lebih fokus pada regulasi dan pemberdayaan masyarakat dalam menangani perubahan iklim.
Mereka menekankan pentingnya penegakan hukum yang ketat terhadap industri dan kendaraan bermotor, yang menjadi kontributor utama polusi di Jakarta. Data menunjukkan bahwa sektor industri dan transportasi menyumbang sekitar 80% emisi karbon di Jakarta.
Namun, regulasi ketat tidak akan efektif tanpa penegakan hukum yang konsisten. Banyak industri di Jakarta yang masih lolos dari pengawasan terkait polusi, dan sistem regulasi yang ada sering kali lemah dalam implementasi.
Pasangan ini harus menunjukkan komitmen yang kuat untuk memperkuat lembaga pengawas dan memberlakukan sanksi tegas terhadap pelanggaran lingkungan.
Di sisi lain, Dharma-Kun menitikberatkan pada pemberdayaan masyarakat dalam menjaga lingkungan. Mereka berencana untuk meningkatkan program pengelolaan sampah berbasis komunitas dan pendidikan lingkungan di tingkat sekolah.
Meskipun langkah ini sangat penting dalam jangka panjang, implementasi program semacam ini memerlukan dukungan besar dari pemerintah, terutama dalam hal insentif dan kesadaran masyarakat.
Program seperti bank sampah, yang telah ada di beberapa wilayah Jakarta, masih kurang efektif karena rendahnya partisipasi masyarakat.
Untuk berhasil, Dharma-Kun harus memastikan bahwa program-program mereka diiringi dengan insentif yang memadai serta edukasi publik yang menyeluruh.
Pramono Anung-Rano Karno: Transisi Energi Terbarukan dan Perbaikan Transportasi Publik
Pramono Anung dan Rano Karno menekankan pentingnya transisi menuju energi terbarukan sebagai bagian dari upaya mitigasi perubahan iklim.
Mereka berjanji untuk meningkatkan investasi dalam energi bersih, seperti tenaga surya dan tenaga angin. Namun, saat ini Jakarta hanya menyumbang sekitar 5% dari total kebutuhan energinya dari sumber energi terbarukan.
Pertanyaannya, apakah mereka mampu mempercepat transisi ini dengan keterbatasan anggaran dan infrastruktur yang ada?
Untuk mendukung perubahan ini, Pramono-Rano juga berjanji untuk mengembangkan kebijakan yang mendorong rumah tangga dan bisnis di Jakarta beralih ke energi bersih.
Namun, perubahan menuju energi terbarukan membutuhkan waktu dan investasi yang besar, dan hingga saat ini belum ada rencana konkret atau kerangka waktu yang jelas mengenai bagaimana mereka akan mencapainya.
Di sisi transportasi, Pramono-Rano fokus pada pengurangan emisi dari kendaraan pribadi dengan memperluas transportasi umum dan memperkenalkan bus listrik.
Saat ini, Jakarta memiliki lebih dari 13 juta kendaraan bermotor yang menyumbang sekitar 70% emisi karbon kota. Meskipun MRT dan TransJakarta sudah beroperasi, sistem transportasi umum masih belum mencakup semua area, dan daya tampungnya masih kurang memadai.
Pramono-Rano berjanji untuk memperluas cakupan transportasi massal ini, serta memperkenalkan armada bus listrik guna mengurangi polusi udara.
Namun, janji ini membutuhkan dukungan dana besar, baik untuk pengadaan bus listrik maupun perluasan infrastruktur transportasi publik. Tanpa rencana anggaran yang jelas, janji ini mungkin hanya sebatas wacana.
Antara Ambisi dan Realitas
Ketiga pasangan calon gubernur dalam Pilkada DKI Jakarta 2024 memiliki gagasan yang ambisius terkait perubahan iklim dan lingkungan hidup. Ridwan Kamil-Suswono berfokus pada infrastruktur hijau dan teknologi pengelolaan sampah, tetapi mereka harus menghadapi tantangan keterbatasan lahan dan partisipasi masyarakat.
Dharma Pongrekun-Kun Wardana menekankan pada penegakan regulasi ketat dan pemberdayaan masyarakat, tetapi mereka harus membuktikan bahwa pendekatan mereka dapat berjalan di tengah lemahnya pengawasan lingkungan saat ini.
Pramono Anung-Rano Karno menawarkan transisi energi terbarukan dan perbaikan transportasi umum, tetapi implementasinya memerlukan investasi besar dan kebijakan yang solid.
Di tengah berbagai janji kampanye ini, yang terpenting adalah realisasi dari gagasan-gagasan tersebut. Warga Jakarta sudah lama menghadapi masalah lingkungan yang kian kritis, dan mereka membutuhkan pemimpin yang mampu mengambil langkah konkret, cepat, dan tepat untuk mengatasi perubahan iklim yang semakin mendesak.
Akankah janji-janji ini benar-benar terwujud atau sekadar menjadi bagian dari retorika politik yang berulang setiap kali Pilkada tiba?
Time will tell, dan kita harus terus memantau serta mengkritisi apakah janji-janji ini benar-benar dapat diimplementasikan dalam masa kepemimpinan mereka nanti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H