Mari kita akui bahwa Mindset atau cara berfikir orang Indonesia ini mayoritas ada di perkataan seperti ini,
"kapan ya harga beras turun ?.......
jangan sampai deh subsidi BBM dicabut......
dll........
Kenapa tidak kita berfikir bagaimana cara bertahan hidup dari keadaan yang semakin susah tersebut, kalau terus begitu kapan kita bisa menjadi hebat, sedangkan kita selalu memilih lawan yang ringan, dan berusaha menghindari lawan yang kuat. Paradigma seperti inilah yang menyebabkan jumlah pengusaha/orang sukses secara financial di Indonesia sangat sedikit sekali, dan tergolong kaum minoritas, selain kurangnya peran pemerintah dalam mendorong terciptanya jiwa wirausaha di lapisan masyarakat.
Apa sih rahasia yang dipunya orang-orang tersebut di balik kepalanya, sehingga mereka bisa sukses menjalankan sebuah usaha sehingga sukses secara finansial ?
Di awal, kita harus memahami bahwa mereka ini melek terhadap perkembangan ekonomi, mereka ini sadar bahwa keadaan suatu negara itu tidak pernah pasti, kebijakan pemerintah, fluktuatif inflasi,dll, sangat memungkinkan sekali membuat segala pengeluaran itu akan naik menjadi lebih besar dari pemasukanya, karena itulah mereka bergerak untuk mengantisipasi dahulu keadaan itu, bukan dengan cara menabung ataupun memeperketat keuangan, tetapi dengan cara menambah sumber penghasilan. Sehingga ketika inflasi tersebut benar-benar datang, dan semua harga kebutuhan naik, pemasukan dia sudah berkali-kali lipat dari inflasi tersebut.
Orang yang sukses secara finansial itu menyadari bahwa ada yang namanya  Time Value of Money,  jadi uang itu ada umurnya, sudah tentu si empu pemilik uang juga harus memanfaatkan umurnya, fatalnya mayoritas dari kita sendiri belum memahami ini, jadi setiap orang itu tidak mempunyai waktu yang sama dalam 1 hari, ada yang menilai satu hari 15 jam, 24 jam, bahkan ada yang 72 jam. Akhirnya karena perbedaan cara pandang tentang waktu tersebut, uang setiap orang tersebut pun akan berbeda juga nilainya.
Contoh mudahnya begini,
Si A karena menjadi karyawan (satu sumber) maka waktu yang dipunya dalam satu hari (24 jam) adalah, 8 jam untuk bekerja, 8 jam untuk keluarga, dan 8 jam untuk istirahat (tidur). Berarti si A dalam 24 jam/1 hari hanya mempunyai 8 jam nilai kerja.
Si B selain menjadi karyawan dia juga punya 2 kos-kosan (3 sumber penghasilan) dan dua kos-kosan tersebut dia memperkerjakan dua orang untuk menjaga. Maka nilai waktu kerja yang dimiliki Si B menjadi 8 x 3 =24 jam/hari. Begitu seterusnya hingga si B menambah terus jumlah sumbernya.
Mereka ini menyadari bahwa waktu kerja produktive hanya 8 jam satu hari, itu akan sangat berat jika dibandingkan dengan beban menanggung kebutuhan yang semakin hari semakin naik. Dan ketika karyawanya sudah banyak dia malah cenderung mengurangi 8 jam tersebut untuk diluangkan dengan keluarga.
Analoginya hampir sama seperti prinsipnya asuransi, what can we do with that, Yups lihat saja perusahaan asuransi, mereka menggaji anak buah yang keren-keren untuk mencari nasabah, padahal gaji karyawan tersebut notabene juga diambil dari nasabah asuransi, sedangkan pemilik asuransi setelah dana terkumpul banyak, tuh dana diputar juga menurut perhitungan mereka yang menguntungkan, sedangkan nominal yang diterima nasabah juga sangat kecil, jika dibandingkan keuntungan pemilik yang sudah berpuluh-puluh kali memutar uang asuransi tersebut selama jangka waktu puluhan tahun, istilah mudahnya itu duit nasabah sebenarnya sudah beranak-cucu. sedangkan nasabah dijamin kalau sakit, lah siapa sih yang berani sakit dari nasabah tersebut, meskipun ditanggung oleh asuransi ? pasti milih pada nolak semua. Yah seperti pemilik asuransi itulah cara pikir pengusaha/pebisnis dalam menyikapi perubahan jaman dalam hidupnya, sedangkan kita yang hanya diam nasibnya akan seperti nasabah asuransi tersebut, yang hanya bisa menunggu dan menerima keadaan.
Memang mayoritas dari kita lebih banyak memilih kerja yang pasti, menghemat pengeluaran dan selanjutnya di tabung atau deposito, Dibandingkan memilih membuka usaha yang belum tentu berpengalaman, akhirnya jatuh, boro-boro mau nambah penghasilan yang ada malah habis semuanya.
Itu memang benar, menabung, meningkatkan kualitas diri sebagai karyawan untuk mencari jalan keluar itu memang bagus, tapi kita juga harus memahami tolak ukur bagus yang seperti apa, pasti ada scorecard serta bencmark-nya kan, seperti kita makan di sebuah rumah makan, tolak ukur bagus serta rasa nyaman-nya itu kan berbeda, tentunya semua itu patokan akhirnya ada di seberapa besar kita mengeluarkan uang dan pengorbananya. Jadi dengan membuka usaha untuk menambah sumber penghasilan, orang yang sukses financial seperti di atas tadi sudah menjadi lebih bermanfaat bagi orang lain dengan peluang membuka lapangan kerja, bisa melihat sisi lain dunia, melayani orang, dan bisa melihat sisi lain manusia. Tidak seperti kita yang hanya capek berpikir kapan bisa membeli rumah yang harganya sudah melambung tinggi, sedangkan mereka tadi dengan jiwa bisnis malah sudah menyediakan rumah bagi orang lain.
Dan ketika jatuh, para pebisnis tersebut pun ternyata masih mendapat keuntungan, pasti ada banyak tools research lagi untuk memulai, risk management, feasability study, bahkan insting (visisoner) mereka pun berubah jadi lebih tajam. Seperti kata pepatah, pengalaman adalah guru paling bijak dan paling bagus, untuk tidak menginjak lubang yang sama dalam kehidupanya.
Kalau kita masih bekerja menjadi karyawan, setinggi apapun gaji kita belum bisa dikatakan bebas secara finansial seperti para pengusaha sukses tadi. Uang ratusan milliar pun jika hanya ditabung pasti akan tergerus dengan inflasi nilainya. Bebas secara finansial adalah ketika kita mempunyai banyak aset (investasi atau usaha) yang tanpa bekerja pun passive income (sewa properti, usaha,dll) atau capital gain (saham, emas, dll) kita sudah jauh lebih banyak dari pengeluaran kita.
Bagi kita yang belum mempunyai modal untuk berinvestasi atau menambah sumber baru, sebaiknya kita fokus dulu terhadap active income (bekerja), sambil menunggu uang mulai terkumpul serta adanya peluang baru kita melakukan ivestasi atau membangun usaha (passive income), Untuk mewujudakan itu mari sedini mungkin kita mulai mengatur keuangan, untuk kebaikan di masa depan, seperti para pengusaha diatas yang sukses secara financial.
Dan semoga pemerintah kedepanya lebih baik lagi kebijakanya dalam rangka mendorong jiwa wirausaha di masyarakat dan semakin majunya UMKM di Indonesia. Sudah tidak ada alasan bagi kita untuk mengolok-olok, membenci dan menjauhi orang yang sukses secara finansial tersebut karena adanya kemburuan sosial, kenapa tidak kita dekati dan kita pelajari cara-cara mereka dalam berusaha agar bisa sukses secara financial juga, bukankah itu yang sebenarnya lebih baik dan bermanfaat bagi kita.
Dhita Arinanda PM
19 April 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H