Mohon tunggu...
Dhimas Raditya Lustiono
Dhimas Raditya Lustiono Mohon Tunggu... Perawat - Senang Belajar Menulis

Perawat di Ruang Gawat Darurat | Gemar Menulis | Kadang Merasa Tidak Memiliki Banyak Bakat

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Ujian Hati Ketika Berdinas di UGD

20 Agustus 2020   20:53 Diperbarui: 23 Agustus 2020   09:17 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : https://www.pexels.com/photo/ambulance-architecture-building-business-263402/ 

Unit Gawat Darurat bisa dikatakakan sebagai ruangan paling misterius, baik di Rumah Sakit ataupun Klinik Rawat Inap. Ruangan yang selalu stand by 24 jam tersebut harus selalu siap siaga jika mendapati pasien dalam keadaan apapun, mulai dari kasus serius seperti kegawatan jantung, perdarahan akibat trauma benda tajam dan dehidrasi berat hingga kasus sepele seperti sariawan yang konon bisa diobati dengan larutan penyegar cap badaq.

Saya berprofesi sebagai perawat yang bertugas di Ruang UGD, entah mengapa ruang UGD selalu menjadi tempat saya mencari nafkah dari awal saya memulai karier sampai saya menulis artikel ini.

Padahal sewaktu kuliah di Akper dulu, saya mendapatkan nilai C untuk mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat. Tentu saja secara de jure kompetensi saya sebagai perawat UGD saja patut dipertanyakan.

Namun secara de facto, bisa dikata 8 jam hidup saya berurusan dengan beragam kasus pasien kasus yang ada di UGD. Mulai dari anak yang kejang-kejang, bapak-bapak yang terkena sabitan clurit hingga mbak-mbak yang jatuh dari motor karena lebih fokus bikin Ig story daripada fokus berkendara.

Saat ini saya bekerja di Klinik Utama yang membuka pelayanan IGD 24 jam, fasilitas kesehatan ini bisa dikata bertempat agak jauh dari peradaban modern, hal ini disebabkan karena saya masih kerap melihat pasien atau keluarga pasien yang tidak memiliki nomor handphone.

Bahkan pernah suatu ketika saya meminta keluarga pasien untuk menuliskan nomor handphone sebagai syarat pendaftaran claim BPJS, tidak ada satupun penunggu pasien yang memilikinya, hingga akhirnya salah satu anggota keluarga pulang dengan ojek pangkalan untuk meminta nomor hp saudaranya.

30 menit kemudian keluarga pasien tersebut-pun datang dengan selembar kertas bertuliskan nomor hp. Sungguh demi mendapatkan nomor hape saja sebagian warga disini butuh perjuangan extra untuk mendapatkannya.

Di ruang UGD tempat saya bekerj, terdapat 4 bed dan 1 bed untuk tindakan bedah minor. Sedangkan saya berjaga seorang diri di ruangan tersebut. Apabila terdapat pasien yang datang maka saya akan menelpon dokter dan memintanya untuk segera datang ke UGD.

Jika dokter tidak kunjung datang, terkadang saya mendapatkan komplain dari keluarga pasien, "dok, ini pasien belum diresepin". Lah padahal saya perawat bukan dokter.

Tentu saja masyarakat disini cenderung menganggap semua perawat laki-laki adalah dokter, dan seluruh petugas perempuan yang ada di klinik adalah suster, entah dia petugas pendaftaran, ahli gizi, apoteker atau cleaning service sekalipun.

Pernah juga ketika saya bertugas dengan dokter perempuan yang baru saja lulus koas. Masih saja ada pasien yang memanggil dokter perempuan tersebut sebagai suster dan perawat laki-laki sebagai dokter.

Sebutan seperti ini tentu saja cukup menguji kesabaran saya untuk menjelaskan kepada pasien dan keluarganya, bahwa saya adalah perawat dan mbak-mbak yang memeriksa pasien tersebut adalah dokter yang akan memeriksa.

Sebagai perawat di IGD, bukan sekali saya mendapatkan 4 pasien sekaligus dalam 1 waktu. Bayangkan Bed 1 berisi pasien dewasa yang mengeluh pusing-pusing, Bed 2 berisi pasien wanita yang pingsan, bed 3 berisi anak-anak yang kejang-kejang, sedangkan bed 4 berisi pasien suspect stroke yang harus dirujuk ke rumah sakit yang memiliki fasilitas CT-Scan dan dokter spesialis syaraf.

Dengan beragam kasus tersebut, saya hanya memiliki 2 tangan, 2 kaki dan 2 belahan otak kanan dan otak kiri untuk mengerjakan semuanya. keadaan ini akan semakin crowded ketika ada keluarga pasien yang panik dan yang tidak sabar untuk segera masuk ruang rawat inap.

Emosi ini semakin diuji ketika dokter memberikan instruksi kepada saya untuk menginjeksi suntikan analgesik kepada pasien yang mengeluh nyeri hebat, namun pasien tersebut menolak disuntik karena takut jarum, di sisi lain keluarga pasien semakin menuntut saya agar rasa nyeri anggota keluarga yang sakit bisa segera hilang, kalau sudah begini saya merasa pengen nyanyi lagunya geisha, mengapa kau benar, dan aku selalu salah.

Dalam keadaan crowded dan pikiran burnout, jangan harap saya akan mengeluarkan senyum manis ala kasir di alfamart atau indomaret. Karena yang ada di pikiran saya saat itu hanyalah kondisi pasien, therapi yang resepkan oleh dokter dan urusan administrasi yang berkaitan asuhan keperawatan.

Suasana akan semakin runyam ketika ada salah satu keluarga pasien yang bertanya "mas, pasien sudah boleh masuk ruangan rawat inap?" padahal saya masih mempersiapkan set infus untuk pasien anak-anak yang sedang dehidrasi dan membutuhkan resusitasi cairan segera.

Dalam hati ini kadang ingin berkata kasar, namun perkataan itu cukup bertahan sampai kerongkongan tanpa bisa saya lafalkan layaknya Lord Jerinx yang meminta alamat email.

Ketika kunjungan pasien sepi, kami yang bertugas di UGD mungkin masih bisa menikmati bekal makanan atau sekedar membuat video tiktok. Namun ketika bed terisi penuh dengan berbagai kasus kegawatan, maka perawat yang bertugas-pun kerap mengalami burnout. Disinilah kesabaran, kejernihan berpikir dan ketahanan fisik diuji.

Burnout-pun akan semakin menjadi ketika ada pasien yang membutuhkan tindakan jahit luka dengan perdarahan/bleeding yang tidak kunjung berhenti. Dalam keadaan ini perawat dan dokter akan berusaha mencari pembuluh arteri untuk diikat sesegera mungkin agar perdarahan tidak semakin parah.

Pada waktu yang bersamaan, terdapat pasien di bed lain dengan keluhan nyeri dada yang teriak-teriak meminta pertolongan segera. 

Kalau sudah begini, saya hanya ingin meminjam jurus 1000 bayangan milik Naruto sembari menunggu teman sejawat saya cepat datang untuk membantu menolong pasien yang memerlukan tindakan darurat lainnya, karena kedua tangan saya tidak mampu menangani 2 - 3 pasien secara bersamaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun