Mohon tunggu...
Dhimas Raditya Lustiono
Dhimas Raditya Lustiono Mohon Tunggu... Perawat - Senang Belajar Menulis

Perawat di Ruang Gawat Darurat | Gemar Menulis | Kadang Merasa Tidak Memiliki Banyak Bakat

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Perawat Bukan Malaikat

7 Juni 2020   00:30 Diperbarui: 8 Juni 2020   00:53 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
source : dokumen pribadi tahun 2012 saat praktek keperawatan anak

Oke, bisa dibilang Perawat adalah profesi yang tidak semua orang bisa melakukannya, tapi ketika kita menemukan "asyiknya" menjadi perawat, maka semuanya akan enjoy.

Yang jelas bagi yang berpikiran, ingin jadi perawat agar menjadi orang kaya, mending pikir -- pikir lagi deh, karena menjadi Perawat merupakan pilihan yang harus melibatkan spiritualitas cukup dalam. Bayangkan saja orang yang sakit bisa kita tolong sampai sembuh, meski hal ini bersifat kolaborasi dengan tenaga medis lain, namun kenyataannya Perawat adalah profesi yang paling sering bersentuhan langsung dengan pasien.

Sudah saatnya bekerja tidak menjadi beban, bekerja adalah salah satu cara menikmati hidup. Dengan menjadi perawat saya jadi tahu nikmatnya makan ketika masih sehat, selama menjadi perawat saya kerap menemukan pasien yang makan enak saja mual dan muntah sehingga harus opname di rumah sakit. 

Tapi sadarkah kita yang masih sehat, tubuh ciptaan Tuhan ini masih bisa menyerap makanan dengan baik sekalipun hanya makan nasi garam. Bagi saya ini membutuhkan pemikiran spiritualitas yang cukup dalam.

Dengan menjadi Perawat, maka sisi empati saya terinstal secara otomatis, disinilah saya merasa bahwa nikmat sehat merupakan sesuatu yang jarang kita syukuri, kita mungkin masih bisa bernafas tanpa selang oksigen di hidung, tidak seperti pasien yang mengeluh sesak, riwayat sakit jantung dan lain -- lain. 

Ya selama menjadi perawat, saya menemukan hakikat dalam menjalani hidup. Bahwa manusia terkadang lupa atas pemberian Tuhan, yaitu nikmat sehat.

Saya juga sering melihat keluarga pasien yang berusaha mencari darah untuk melanjutkan kehidupan sanak saudaranya. Sedangkan kita masih diberikan kesempatan sehat yang tak ternilai harganya.

Disinilah empati saya muncul kepada mereka para dialysis warior (sebutan untuk orang yang rutin cuci darah). Atas dasar ini saya-pun berusaha menjaga kesehatan agar dapat mendonorkan darah setiap 3 bulan.

Dalam beberapa kesempatan, saya juga merasa menjadi bagian rencana Tuhan untuk menyembuhkan orang sakit. Ketika pasien datang dengan keluhan sesak nafas, saya pasangkan selang oksigen ke hidung pasien tersebut. 

Jika masalah sesak nafas tersebut teratasi, sayapun mulai berpikir bukankah hal ini merupakan rencana Tuhan untuk memberikan pertolongan bagi hambaNya yang sakit.

Ya bagi saya menjadi perawat adalah tugas spiritual alias bathiniah, wujud kita menolong sesama manusia ciptaan Tuhan tanpa memandang Agama, Ras dan status sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun