Di Thailand agama Islam merupakan agama nomor dua terbanyak yang dianut masyarakat dengan komposisi 5,5 % menurut data dari Kanjeng Pak Su Wikipedia. Alhamdulillah menemukan sesuatu yang berbau Islam masih mudah di Bangkok. Misalnya mau sholat di fakultas saya mereka menyediakan Musholla. Dan beberapa tempat perbelanjaan atau di shelterBTS SkyTrain (disclaimer: bukan BTS yang dari Korea Selatan itu ya.. :D) mereka juga menyediakan Musholla atau istilahnya prayer room.Atau searchdi Google Maps, maka dalam radius beberapa meter atau kilometer ada Masjid. Contoh lain jika ke Bangkok, Kawan akan menemukan cukup banyak kampung muslim untuk sholat atau berburu makanan halal. Untuk laki-laki muslim, kalau hari jumat kebetulan ada di kampus dan mau sholat jumat tinggal datang ke Chulachakrabong Square Building disana disediakan ruangan untuk sholat jumat yang diselenggarakan oleh Muslim Chula Club. Hanya saja, khotbahnya dalam bahasa Thai dan saya sering tersentuh dan terharu dengan khotbahnya. Bukan karena isi khotbahnya, tetapi karena kami tidak paham khotibnya ngomong apa. Iki artine opo yo? Ape geh yang diumong e?.
Akhirulkalam, kira-kira itulah gambaran kehidupan akademis yang saya jalani di kampus tertua di Thailand ini. Dengan sistem pengajaran disini saya yakin walaupun hanya satu semester dapat membentuk pola pikir yang lebih sempurna dan membuka mata bahwa dunia tidak selebar daun kelor. Banyak hal yang kita anggap sudah kita kuasai sepenuhnya ternyata masih ada lagi lapisan ilmu yang belum kita pahami. Itulah hakikat dan esensi mengapa kita harus belajar. Makin sering kita belajar dan mendapatkan ilmu, seharusnya kita makin tunduk karena ilmu bukanlah hal yang musti disombongkan tetapi berguna bagi kemaslahatan umat. Untuk mendapatkan bernasnya ilmu kita kudu merantau jauh keluar kampung ataupun negeri kita. Junjungan Nabi Muhammad SAW saja pernah bersabda bahwa tuntutlah ilmu hingga kenegeri Cina. Karena pengalaman dan ilmu yang didapat dari rantau tidak akan dapat ditukar dengan 1000 kemewahan belajar di kandang kita sendiri. Keluarlah dari tapal batas negerimu-zona nyamanmu- dapatkan dan belajarlah ilmu dari mereka dan rasakan bagaimana budaya yang kontradiktif dengan budayamu mendidikmu tapi ingat jangan lupa balik ke kampung halamanmu untuk membangun daerah dan negerimu, ujar guruku ketika sekolah dahulu. Seperti pohon-pohon chamchuri yang menjadi tempat bernaung bagi para civitas academicaitu, aku berharap aku dapat menjadi manusia berguna dan bermanfaat bagi daerah dan negera. Bismillah,The struggle have been started!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H