Terbukti penerapan sistem ini mampu meningkatkan aksi salip-menyalip pada Formula 1. Data dari situs cliptheapex.com menunjukkan bahwa pada musim 2010 sebelum diterapkan DRS, rata-rata jumlah aksi menyalip pada tiap seri sebanyak 28,79. Kemudian setelah diterapkannya DRS pada musim 2011, rata-rata jumlah aksi menyalip naik menjadi 60,63 di tiap serinya atau naik sebanyak 176,86 %.
Tetapi, lonjakan angka tersebut belum dapat memuaskan para penggemar karena aksi menyalip yang dilakukan berkat bantuan DRS dirasa terlalu artifisial. Kemudian setelah pembalap didahului lawannya dengan atau tanpa bantuan DRS, terlalu sulit bagi mereka untuk memberi perlawanan balik karena biasanya setelah lintasan lurus para pembalap akan melahap berbagai macam tikungan yang menimbulkan lain yakni dirty air serta outwash.
Perubahan regulasi diharapkan mampu mengembalikan persaingan ketat di lintasan seperti di dekade 1980-an hingga awal dekade 2000-an. Masa-masa tersebut adalah saat ilmu engineering mengenai aerodinamika di Formula 1 berkembang pesat tanpa mengurangi serunya balapan. Walaupun jumlah aksi salip-menyalip tidak sebanyak sekarang, tetapi jarak antar pembalap tidak sejauh saat ini dan jalannya balapan jauh lebih sulit diprediksi.
Performa mobil jet darat memegang aspek paling penting dalam kompetisi Formula 1 bahkan melebihi pentingnya kemampuan balap seorang pembalap. Baik tidaknya kemampuan balap seseorang akan menjadi percuma ketika mobil yang dikendarai memiliki performa yang kurang kompetitif seperti yang saat ini sedang dialami oleh Fernando Alonso, mantan 2 kali juara dunia Formula 1 yang berjuang di papan tengah dengan mobil McLaren yang memiliki performa medioker.
Guna menyokong kebutuhan akan performa mobil yang selalu lebih baik di tiap musimnya tentu para insinyur di masing-masing tim terus berlomba dalam hal inovasi untuk menciptakan mobil yang kencang tanpa melanggar regulasi yang ada. Aspek engineering dari Formula 1 juga tak bisa dipungkiri merupakan salah satu magnet dari olahraga ini. Akan tetapi, apabila teknologi yang digunakan sudah mengurangi esensi utama dari olahraga ini tentu diperlukan adanya batasan-batasan lebih lanjut.
Status bergengsi Formula 1 sebagai "The Pinnacle of Motorsport" atau ditranslasikan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai "Puncak dari Olahraga Balap" harus bisa dibuktikan dari aksi yang dipertontonkan serta perlombaan teknologi yang dipamerkan. Inovasi teknologi tanpa batasan yang jelas tentu dapat "membunuh" esensi utama dari kompetisi itu sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H