Tak terasa sudah 76 tahun sudah  Indonesia "Merdeka". Sebuah kata sakral yang penuh arti. Sebuah kata yang untuk mendapatkannya membutuhkan perjuangan yang sangat berat, berkorban tenaga, harta bahkan jiwa.Â
Banyak cerita dalam sejarah Bangsa Indonesia tentang pengorbanan para pejuang kita, yang mengorbankan segala yang dimilikinya untuk mencapai sebuah kemerdekaan. Teuku Umar dan Cut Nya' Din di Aceh, Pangeran Dipenogoro, Pattimura dan tak lupa Pangeran Antasari di Kalimantan Selatan serta banyak nama pejuang kemerdekaan lainnya.
Pahlawan-pahlawan tersebut bisa berjuang menggapai kemerdekaan karena pada dasarnya mereka sudah merdeka secara hakiki, jauh sebelum proklamasi di ucapkan.Â
Mereka merdeka karena tubuh dan pikiran mereka bebas, tak mau dipengaruhi oleh kekuasaan (penjajah maupun pihak kerajaan antek penjajah pada waktu itu), tak terpengaruh tekanan materi, mereka rela melepaskan kenyamanan duniawi yang mereka punya sebagai seorang tokoh masyarakat dan memilih untuk berjuang bersama rakyat.Â
Mereka tak terpengaruh tekanan psikologis diri, keperluan untuk hidup tenang bersama keluarga, namun memilih untuk bergerilya. Mereka hanya mengikuti kata hati dan tuntunan agama mereka bahwa mati lebih mulia dibandingkan hidup terhina menjadi budak penjajah.
Merdeka tidak hanya bahwa negara kita tidak lagi dijajah. Merdeka bukan tubuh kita tak terpenjara, tetapi merdeka yang hakiki adalah apabila kita sebagai manusia bebas berkreasi, bebas mengeluarkan pendapat, bebas berbuat apapun sesuai hati nurani tanpa ada tekanan, tanpa ada ketakutan terhadap siapa atau apapun baik secara fisik maupun mental.Â
Merdeka artinya tak ada yang mampu menghalangi dan ditakutinya kecuali Tuhan semata. Dalam Islam terkenal dengan keagungan ajaran Tauhid Lailahaillallah (Tiada Tuhan Selain Allah).
Merdeka secara hakiki inilah yang membuat tokoh-tokoh seperti Buya Hamka, Nelson Mandela, Â dll, semakin bertambah wibawanya bahkan bisa menghasilkan karya-karya besar walaupun secara fisik mereka terpenjara. Merdeka secara hakiki ini pulalah yang membuat seorang Bilal sahabat Rasulullah tetap berkata Esa, Esa, Esa, walaupun secara fisik dia seorang budak dan ditekan dengan tekanan kekuasaan dan ancaman siksaan.
Sekali lagi, jelaslah sudah bahwa merdeka bukan hanya berarti negara kita sudah tidak di jajah lagi, atau tubuh bebas tak terkungkung didalam penjara. Karena para pahlawan dan tokoh-tokoh disebutkan diatas membuktikan, bahwa mereka lebih merdeka dibandingkan kebanyakan orang di zaman sekarang, walaupun mereka hidup di zaman penjajahan atau pernah hidup dalam kungkungan penjara.
Pertanyaannya sekarang, sudahkah kita merdeka secara hakiki, sudahkah mayoritas bangsa kita merdeka dalam artian sesungguhnya?
Kita lihat sekarang, sadar atau tidak sadar kita bergerak dan bertindak dalam tekanan yang amat dahsyat, kita hidup di jaman yang sangat materialistis, kemerdekaan kita tergadai untuk mengejar harta, kekuasaan dan mengikuti arus yang dibentuk oleh kapitalis. Akibatnya kita sering berbuat sesuatu yang bertentangan dengan akal dan hati nurani kita.Â
Kita terbawa untuk menjadi seorang koruptor, Â penyuap, penjilat, pencuri, pelacur, dll, karena secara tidak sadar kita telah menjadi budak nafsu. Secara fisik kita memang telah merdeka, tapi secara hakiki kita masih terkekang oleh ketakutan kemiskinan, kehinaan, dan ketidak berdayaan dalam pandangan manusia.Â
Sehingga kita bisa menghalalkan segala cara untuk menghindari itu, sekalipun bertentangan dengan tuntunan Agama dan hati nurani.
Ketakutan-ketakutan yang berlebihan akan kemiskinan, kehinaan, dll ini tidak akan membuat orang mencapai kemuliaan, malah akan membuat orang semakin tenggelam dalam kehinaan. Baginda Rasulullah SAW pernah bersabda; "Barang siapa yang mengejar dunia  maka dia akan diperbudak oleh dunia, sedangkan orang yang mengejar akhirat niscaya dunia dan seisinya akan berada dalam genggamannya" namun Rasulullah juga menekankan keseimbangan "Kejarlah dunia seakan-akan engkau akan hidup selamanya serta kejarlah akhirat seakan-akan engkau akan mati besok hari"
Jadi selama kita tidak bisa membebaskan pikiran dari belenggu-belenggu ketakutan akan kehinaan, kemiskinan, kesendirian yang tak berdasar, maka jangan harap kita akan menjadi orang yang merdeka dalam artian sesungguhnya. Mengikuti jejak para pahlawan-pahlawan kita yang terus dikenang sepanjang masa.Â
Dan selama mayoritas bangsa kita terjajah akan ketakutan kehilangan harta, kehormatan, dan kekuasaan. Jangan harap Indonesia akan menjadi negara yang besar, aman, nyaman dan sejahtera serta disegani dan ditakuti oleh seluruh bangsa di dunia. Wallahu A'lam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H