Semakin banyak label yang melekat pada seseorang, pada akhirnya perilaku dan bahkan kepribadian orang tersebut akan terpengaruh sesuai dengan label yang dikaitkan dengan orang tersebut. Label negatif yang berulang membawa persepsi baru pada anak. Dia bertindak berdasarkan nama panggilan yang diberikan orang lain kepadanya. Misalnya, disebut malas, atau lebih buruk lagi, malas dalam suatu mata pelajaran dapat menurunkan rasa percaya diri dan motivasi belajar siswa. Setiap kali seorang anak diberitahu bahwa dia adalah anak yang bodoh dan berulang-ulang, muncul citra diri baru atau anak percaya bahwa dia sebenarnya adalah anak yang bodoh atau malas (Kushendar dan Maba, 2017).
2.Stigma Buruk Dampak selanjutnya adalah terciptanya stigma buruk. Menurut hasil wawancara yang diperoleh dari salah satu informan HS, pernah ketahuan menyontek oleh seorang guru saat ujian. Karena itu, dia merasa telah dikritik habis-habisan oleh gurunya. Karena dia diawasi setiap kali mengikuti ujian, gerak-geriknya terus dipantau, dan dia selalu dinasehatkan untuk jujur selama ujian. "Suatu ketika adikku, aku lupa kalau hari itu ada ujian setiap hari, dan aku tidak punya waktu untuk belajar. Maka saya berinisiatif membuat contekan di selembar kertas kecil. Tetapi ketika saya mengikuti ujian, saya terlalu takut untuk membukanya. Lebih buruk lagi, ketika saya memberikannya kepada seorang teman, dia mengatakan kepada saya tidak hanya bahwa dia tidak akan menggunakannya, tetapi itu untuk dirinya sendiri. Sejak itu, setiap kali guru saya mengadakan ujian, saya terus-menerus ditatap. Saya belum membuat contekan sejak kejadian itu, jadi saya tetap harus belajar. Dengan begitu Anda tidak bingung dengan tes mendadak. (Wawancara HS, 2022) Seperti diketahui, tentu sulit untuk menghilangkan stigma buruk pada seseorang.
Dari pernyataan tersebut dapat dinyatakan bahwa pemberian label kepada para peserta didik dapat berdampak kepada motivasi belajar. Labelling merupakan  kondisi  ketika  seseorang  mendapatkan  julukan  dari  orang  lain  dimana  julukan  tersebut berdasarkan  perilakunya.  Dalam  pelabelan  ini  tidak  memandang  dimana,  kapan,  dan  kepada  siapa diberikan,  termasuk  remaja  yang  masih  dalam  tahap  pencarian  jati  diri.  Dalam  dunia  pendidikan misalnya, sering dijumpai guru memberikan julukan pada siswa-siswanya. Pemberian julukan ini dapat memberikan  dampak  negative  maupun  positif  terhadap  si  penerima  julukan.
REFERENSI
Anggraeni, A., & Khusumadewi, A. (2018). Biblioterapi Untuk Meningkatkan Pemahaman Labelling Negatif Pada Siswa Smp. Bikotetik (Bimbingan dan Konseling): Teori dan Praktik).Vol 2(1): hal. 109-114.
Zhila Jannati.(2021). PENINGKATAN PEMAHAMAN MAHASISWA TENTANG LABELLING NEGATIF MELALUI BIMBINGAN KELOMPOK BERBASIS AL-QURAN.Jurnal Bimbingan Konseling Islam & Kemasyarakatan.Vol 4.(2)
Drs. Wahid Suharmawan M.Pd, & Dr. Eges Triwahyuni, M.Pd,.(2020).DAMPAK PSIKOLOGIS LABELING BAGI SISWA SMP.Jurnal ducation and Counseling : Universitas PGRI Argopuro Jember
Jasra Putra, Rudi Sudrajat.(2020). PENGARUH SISTEM ZONASI DAN NON ZONASI PPDB TERHADAP MOTIVASI BELAJAR PESERTA DIDIK.Jurnal Administrasi Pendidikan.Vol . 2, No. 1, 2020 - 26 -- 03 , hlm. 1 - 8
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H