Mohon tunggu...
Dhia Imara
Dhia Imara Mohon Tunggu... Penulis - Manusia biasa yang segalanya masih belajar

Jadikan menulis sebagai bekal untuk menimbun manfaat dan berkah dunia akhirat demi menggapai jannah-Nya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pantaskah Kita Menampakkan Masalah Dihadapan Orang Lain?

4 Agustus 2020   11:24 Diperbarui: 4 Agustus 2020   11:29 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
SAYA TANGGUH, SAYA KUAT (dream.co.id)

Menjadi pribadi yang tangguh dan kuat, adalah salah satu bentuk cita yang sangat saya dambakan. Begitu pula halnya, ketika kita dirundung oleh jutaan persoalan pelik dalam hidup. Akan ada banyak keputusan yang datang menghampiri diri kita, dan di dalam situasi seperti ini, kita dituntut untuk dapat memilih. Memilih keputusan dengan cara yang bijak, hingga mendapatkan keputusan yang suatu saat nanti takkan pernah kita injak-injak (sesali).

Ketika masalah datang, ada dua piihan yang perlu kita ambil dan sikapi. Pertama, apakah kita akan mengumbar masalah yang kita alami di hadapan banyak orang? Dengan alasan untuk memperoleh kepedulian lebih dari orang lain? Untuk menampakkan bahwa diri kita sedang butuh dikuatkan oleh mereka? Atau mungkin untuk memperoleh rasa iba? Subhanallah, sebuah keputusan yang sebenarnya salah ini tak jarang diri kita lakukan.

Saat persoalan pelik menghampiri diri kita, ada sikap tidak sadar yang ingin kita tampakkan kepada orang banyak. Diri kita seperti menunjukkan secara gamblang kepada publik lewat pernyataan,

"Saya sedang punya masalah."

"Ya ampun, masalahku banyak banget."

"Plis, jangan ganggu aku, aku lagi banyak masalah."

"Gimana sih, orang lagi punya masalah, ini ditambah lagi masalahnya."

"Jangan chat aku dulu, aku lagi pusing. Banyak masalah."

Ya, seperti itulah ungkapan kalimat negatif yang tak jarang kita lontarkan. Padahal, di sisi lain, kalimat tersebut menjadi cambuk dan bumerang bagi diri kita pribadi. Diri kita seakan-akan menampakkan sekali kelemahan yang kita punya, kita belum memahami arti kedewasaan yang sebenarnya, kita hanya bisa mengeluh lalu berpeluh.

Seperti itukah kita? Nauzdubillah. Semoga kita tergolong sebagai hamba-Nya yang senantiasa mampu menguatkan diri, dan menyingkirkan segala bentuk kenegatifan diri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun