Saya tidak ingat, kapan tepatnya saya mulai suka menulis dan mengapa.
Yang saya ingat, saya mulai iseng mengirimkan berbagai tulisan saya ke tabloid dan majalah anak sejak kelas 3 SD. Dan puisi saya dimuat untuk pertama kalinya saat saya kelas 6 SD.
Saya senang sekali waktu itu, sampai lupa pada wesel honor menulis yang entah mendarat di mana.
Bisa ditebak, saya kemudian makin giat menulis dan mengirimkannya ke berbagai majalah dan tabloid. Kebanyakan memang dikembalikan dengan coretan di sana sini dan berakhir sebagai alas obat nyamuk atau alas kaleng minyak jelantah di dapur . Tapi saya sempat juga lho mengecap nikmatnya membayar uang SPP dan beli sepatu olah raga dari honor yang saya terima.
Dengan meningkatnya aktivitas, kebutuhan dan kadar kematrean saya selepas SMA, saya tidak lagi serajin dulu. Saya memang tetap menulis, kebanyakan sih yang saya tulis adalah puisi. Mungkin karena seringnya dibikin jatuh cinta dan patah hati yang jumlahnya lebih banyak dari jumlah propinsi yang ada di Indonesia, saya jadi overproduktif dan over reaktif - halah -mencurahkan helow mellow saya dalam puisi. Walaupun ga sampe gelow.. Jadi gitu deh, ga ada yang saya kirim ke mana-mana. Malu.
Terus, ceritanya beberapa hari yang lalu saya dapet kesempatan ikutan workshop penulisan untuk blogger dan vlogger yang digelar oleh CLICK Kompasiana dan PPI - Persatuan Penulis Indonesia di Graha Wisata Taman Mini Indonesia Indah yang bikin semangat saya untuk nulis bangkit lagi.
Pemateri pertama, ibu Fany Poyk, seorang penulis sastra terkenal - mengatakan bahwa kita bisa memperoleh banyak inspirasi untuk menulis dari berbagai peristiwa yang kita alami sehari-hari. Dari jalanan yang biasa kita lewati, dari moda transportasi yang kita gunakan, orang-orang yang kita temui bahkan dari berbagai buku yang kita baca.
Kita tinggal memolesnya dengan berbagai pengetahuan yang kita miliki, berdasarkan pengalaman dan riset yang kita lakukan.
Bahkan jika datanya masih dirasa kurang, kita bisa bertanya pada mbah Google bukan?
Hal lain yang penting dilakukan sebagai penulis adalah banyak membaca untuk memperkaya kosa kata. Ya seperti saya ini, agar bisa menulis yang iya iya dan yang tidak tidak, sama seriusnya. Dan melakukan observasi terhadap tingkah laku berbagai individu untuk menciptakan karakter dan memberikan jiwa yang tepat pada para tokoh utama dalam cerita kita. Jangan sudah nulis panjang-panjang, terus kita lupa sedang menceritakan siapa sebenarnya. Capek deh...
Tapi tips terpenting yang diberikan oleh ibu Fany, menurut saya adalah mulailah menulis dengan tema yang kita suka. Bener juga, karena kalau kita ga suka temanya bisa-bisa yang kita tulis adalah hoaks. Berita ngibul yang bikin otak dan hati jadi tumpul.
Senada dengan ibu Fany Poyk, pemateri ketiga bapak Isson Khairul, penulis dengan spesialisasi bidang ekonomi juga menyarankan hal yang sama.
Menulis dengan tema yang kita sukai mendorong kita menggali lebih dalam lagi.Â
Proses menggali yang bisa dilakukan dengan membaca tulisan-tulisan terkait, melakukan wawancara dengan para pelaku usaha maupun pemangku kebijakan yang bukan tidak mungkin bisa menjadi inspirasi dalam membuat tulisan lain dengan sudut pandang dan tema yang berbeda.
Menurutnya, kita ga perlu pinter-pinter amat di bidang ekonomi untuk menulis artikel tentang ekonomi. Kita bisa memperoleh inspirasi dari para pelaku ekonomi seperti para pedagang di pasar dan bank daerah yang ada di seputar rumah kita, pemanfaatan bank pasar/daerah oleh para nasabahnya, berbagai komoditi yang diperjualbelikan di pasar, pemanfaatan pegadaian dan sebagainya.
Menarik. Ternyata menulis dengan tema ekonomi tidak seruwet membaca grafik naik turunnya saham yang jadi target investasi kita dan tidak semenakutkan membaca tagihan kartu kredit ya..
Tapi tentu saja dengan mengambil sudut pandang yang kita sukai dan kuasai serta tak malas menggali. Setuju?
Dari mas Isjet, Iskandar Zulkarnaen pembicara kedua, kami memperoleh tips bagaimana membuat tulisan yang mewakili sebuah brand yang tentu saja memiliki target tertentu. Selain membuat ulasan yang jujur dan otentik, peka dalam menentukan waktu penayangan tulisan, penulis juga dituntut untuk sabar dan flexibel terhadap tuntutan klien dalam mengulas produknya. Kalo enggak invoice nya bisa ga cair lho...
Hm.. Dengan pemateri yang yuhu yuhu dan semangat berbagi mereka yang luar biasa ini, saya jadi kehilangan alasan untuk malas menulis.
Bagaimana kalau saya mulai dengan tulisan fiksi? Genre tulisan favorit saya, di mana saya bisa bermain sebagai Tuhan yang mengatur hidup mati, sedih bahagianya para tokoh utama.
Bagaimana dengan kamu?
Kamu mau menulis apa?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H