Mohon tunggu...
Dhenys Fauzy
Dhenys Fauzy Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa program studi Hukum keluarga Islam

Jalani, hadapi, dan nikmati. Berproses lah semaksimal mungkin, dan jadikan dirimu sebagai acuan kegiatan mu.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Bagaimana Jika Demokrasi Ada Tanpa Ilmu Pengetahuan?

4 Januari 2024   13:04 Diperbarui: 4 Januari 2024   13:06 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Seorang bijak pernah berkata "Politisi tidak pernah percaya atas ucapannya sendiri. Mereka justru terkejut bila rakyat mempercayainya". Charles De Gaulle.

Begitulah yang terjadi, tentu rakyat yang tak begitu paham dengan politik, akhirnya akan terbius oleh janji-janji para sales. Eh maaf salah ketik, maksudnya ialah janji-janji para politisi.

Rakyat banyak terutama mereka yang tergolong menengah ke bawah, mana paham atas ucapan politisi yang ada, akhirnya mereka hanya tunduk tunduk, geleng gelang hingga pada puncaknya ialah memberikan tepukan tangan. Inilah dialektika yang mengarah pada kemunduran yakni demokrasi tanpa ilmu pengetahuan.

Setelah kegiatan selesai, akan ada tim dari politisi tersebut yang akan membagikan amplop yang berisikan sejumlah nominal, atau setidaknya kertas bergambar para juru selamat. Teringat sebuah istilah "tidak ada makan siang gratis". Berarti acara tersebut tentu ada harapan besar bagi politikus tersebut bahwa dalam pesta demokrasi tentu gambar dirinya bisa di coblos dalam bilik suara dan meraih suara paling banyak.

Yang sangat di herankan dalam konteks demokrasi tanpa ilmu pengetahuan ialah suara mayoritas merupakan sebuah legitimasi kekuasaan. Padahal secara kualitas matematis, alasan para cendekia memilih tidak dapat di persamakan dengan alasan orang awam dalam memilih.

Akhirnya, demokrasi tanpa ilmu pengetahuan ialah demokrasi yang telah mati. Bagaimana tidak, jika suara untuk kemenangan pasangan calon hanya akan ada atas dasar legitimasi modal, dan hubungan feodalistik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun