Mungkin, belum banyak yang mengenal Blora. Dan mungkin, belum banyak juga yang tahu apa yang dimiliki oleh Blora. Blora, sebuah kabupaten di ujung timur Provinsi Jawa Tengah ini ternyata memiliki banyak potensi, selain kandungan minyak bumi yang sangat besar, kualitas jati yang tiada duanya, dan sate, yang ketiganya itu sudah lebih dahulu melegenda. Lalu, apa yang dimiliki oleh Blora selain ketiga potensi itu tadi? Jawabannya adalah batik.
Sejak mulai digalakan oleh Pemerintah Daerah pada tahun 2014 yang lalu, perlahan-lahan produksi batik khas Blora semakin menggeliat. Salah satunya yang populer adalah Batik Nimas Barokah. Kali ini, saya ingin mengulas tentang batik yang dikelola oleh Bu Ana (Yanik Mariana) dan suaminya, Pak Diding. Saya mendapat kesempatan untuk melakukan wawancara dengan sepasang suami istri ini pada hari Rabu (8/4/2020), di Desa Beran, Kecamatan Blora.
Batik Nimas Barokah kental dengan karakter Bloranya yang kuat, yaitu motif daun jati, kesenian tayub, barongan, dan lain-lain. Kualitas warnanya pun sangat baik, tidak mudah pudar. Dengan warna-warni yang indah, dipadukan dengan motifnya yang menonjolkan kekhasan Blora, saat ini Batik Nimas Barokah menjadi batik unggulan di Kabupaten Blora.
Namun, semua itu tidak didapat dengan mudah. Perjalanan panjang dan berliku telah dialami oleh sepasang suami istri perajin batik ini. Profesi membatik telah dijalani sejak tahun 2010. Saat itu, Bu Ana hanya sebagai pekerja di industi batik milik orang. Dengan penghasilan pas-pasan, pekerjaan itu terus dia geluti dengan ikhlas. Keterampilannya membatik dia peroleh dari pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan oleh Pemerintah maupun swasta, baik itu di Blora ataupun di luar Blora. Hingga pada tahun 2014, dia memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya dan memulai usaha batiknya sendiri.
Saat akan memulai usahanya sendiri ini, Bu Ana mengatakan kepada suaminya tentang keinginannya tersebut. Pak Diding pun mendukung, meski pada saat itu mereka hanya memiliki uang 500 ribu, dan 5 lembar kain pinjaman dari temannya sebagai modal. Jumlah ini tentu sangat kurang. Dan ketika Bu Ana meminta tambahan modal kepada suaminya, Pak Diding menjawab: "Bu, aku ora due apa-apa. Koe tak wenehi modal donga" (Bu, aku tidak punya apa-apa. Kamu kuberi modal doa).
Hal itu tidak menyurutkan keinginannya untuk memulai lembaran baru dalam hidupnya. Tekad pun sudah bulat, dan usaha batik ini mereka beri nama "Nimas Barokah". Nimas diambil dari kedua nama anak mereka, Ninda dan Dimas. Sedangkan barokah adalah sebuah harapan dan doa, bahwa usaha yang digeluti ini akan dicurahi berkah dari Sang Maha Kaya.
Dengan modal seadanya, mereka memulai usaha batik dengan penuh ketekunan, keyakinan, dan keikhlasan. Perlahan-lahan, Batik Nimas Barokah mulai dikenal orang. Dari yang awalnya hanya dikerjakan berdua, Batik Nimas Barokah kemudian berkembang hingga memiliki 7 orang karyawan.
Batik Nimas Barokah sudah sangat populer di Blora. Banyak instansi pemerintah, swasta, sekolah-sekolah, maupun BUMD yang menggunakan produk Nimas Barokah sebagai seragam. Saat saya berkunjung ke tempat produksinya, Bu Ana dan pegawai-pegawainya sedang mengerjakan batik pesanan dari Dinas Lingkungan Hidup, Bank Jateng, dan Sekretariat Daerah Kabupaten Blora.
Batik Nimas Barokah mulai dikenal dunia pada saat ada acara kenegaraan di Wisma Perdamaian Semarang, tepatnya pada 14 November 2016. Saat itu, Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien Loong dan Presiden Joko Widodo mengunjungi stan batik di teras Wisma Perdamaian, setelah keduanya mengadakan pertemuan bilateral. Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo juga tampak mendampingi keduanya saat mengunjungi stan pameran batik.
Dari sekian banyak perajin batik dari berbagai daerah yang melakukan pameran di Wisma Perdamaian, Bu Ana tidak pernah menyangka jika dirinyalah yang dipilih oleh protokol kepresidenan untuk demo membatik di hadapan Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Singapura.
"Entah mimpi apa saya waktu itu sampai bisa membatik di depan Pak Presiden dan Perdana Menteri Singapura, mas" kenang Bu Ana saat menceritakan pengalamannya itu. Dan kain batik yang dia canting di hadapan Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Singapura itu akhirnya dibeli oleh Perdana Menteri Singapura. Bahkan saat itu, Lee Hsien Loong juga mencoba mencanting 2 motif daun jati di bawah bimbingannya. Baginya, pengalaman itu tak akan pernah terlupakan olehnya.
Pada saat itu, Bu Ana berkata pada Pak Diding: "Pak, aku pingin bisa salaman karo Pak Jokowi" (Pak, saya ingin bisa berjabat tangan sama Pak Jokowi). Karena merasa dirinya bukan siapa-siapa, hanyalah rakyat kecil biasa, Pak Diding berusaha meredam keinginan istrinya sembari berkata: "Ndonga wae, Bu" (Berdoa saja, Bu). Betapa malangnya Bu Ana, keinginannya saat itu hanyalah keinginan yang tidak terwujud.
Tanggal 2 Oktober tahun 2019, pada peringatan Hari Batik Nasional ke-10 yang diselenggarakan di Pura Mangkunegaran Surakarta, menjadi hari yang sangat spesial bagi Bu Ana. Dia menerima penghargaan berupa sertifikat profesi batik dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi. Rasa senang bercampur bangga menyelimuti hatinya saat itu. Tidak hanya sampai di situ, dia sangat terkejut saat mengetahui bahwa yang memberikan penghargaan tersebut adalah orang yang 3 tahun yang lalu dia sangat ingin berjabat tangan. Ya, Presiden Joko Widodo. Pada saat itulah keinginannya untuk berjabat tangan terkabul. Perasaan haru bahagia pun membuatnya tak kuasa menahan air mata.
Saat ini, di tengah pandemi Covid-19 yang melanda hampir seluruh bagian dunia, termasuk Indonesia, produksi Batik Nimas Barokah ikut terdampak. Dari yang sebelumnya dapat menjual minimal 2 lembar per hari, sekarang penjualan tidak dapat dipastikan. Satu hari laku 1 lembar pun belum tentu. Jumlah pegawai Nimas Barokah pun berkurang. Dari sebelumnya 8 orang, saat ini menjadi 5 orang saja.
"Sekarang saya sedang menggarap pesanan dari Dinas Lingkungan Hidup, Bank Jateng, dan Sekretariat Daerah Kabupaten Blora. Semoga pesanan ini tidak dibatalkan," kata Bu Ana sembari tertawa kecil. "Ya nek wis rejekine ra bakal lunga" (Ya kalau sudah rejeki ga akan ke mana), timpal Pak Diding santai.
Di akhir pembicaraan kami, Pak Diding menjelaskan proses produksi Batik Nimas Barokah. Kain yang digunakan ada 3 jenis, yaitu Prima, Primisima, dan Primisima Kereta Kencana. Mula-mula, kain dipotong sesuai ukuran standar, yaitu 200 x 115 cm, atau sesuai pesanan. Kemudian kain yang sudah dipotong direndam selama 1 malam. Ini kain berwarna putih polos ya. Fungsi perendaman adalah untuk membuang kotoran-kotoran sisa pabrik. Untuk proses perendaman ini, lebih bagus menggunakan air hujan. Setelah direndam, paginya dibilas dan dijemur hingga kering.
Tahap berikutnya adalah penggambaran sketsa menggunakan pinsil. Setelah itu, dilakukan pencantingan sesuai sketsa, kemudian pewarnaan. Setelah selesai mewarnai, dikeringkan menggunakan kipas angin listrik selama 2 malam. Keesokan harinya dijemur di bawah sinar matahari sebentar. Tujuannya adalah agar warna benar-benar menyerap hingga ke pori-pori kain.
Kain yang sudah kering kemudian dikunci menggunakan waterglass selama 1 malam. Penggunaan waterglass ini bertujuan agar warna tidak mudah pudar. Setelah dikunci, kemudian kain itu dicuci dengan cara direndam sebentar menggunakan air mendidih. Begitulah proses produksi Batik Nimas Barokah yang membutuhkan waktu sekitar 1 minggu untuk penyelesaiannya.
Kunci sukses menurut Pak Diding adalah tekun, ikhlas, dan bersungguh-sungguh dalam menjalani kehidupan. Dia percaya bahwa semua upaya yang dilakukan dengan memegang 3 prinsip tadi akan membawa hasil yang penuh berkah dari Tuhan. Selain itu, Pak Diding juga tidak pernah lupa untuk menyisihkan sebagian rejekinya bagi sesama yang kurang beruntung.
Saat ini, Nimas Barokah sudah memperoleh Hak Paten dan Hak Merek dari Pemerintah, dan sedang dalam proses pengajuan SNI agar produk-produknya dapat diekspor. Kain Batik Nimas Barokah dijual beragam dengan harga mulai dari 200 ribu hingga 600 ribu per lembar. Buat kamu penggemar batik, koleksimu belum lengkap jika belum punya batik Blora buatan Nimas Barokah. Jadi, tunggu apa lagi? Datang saja ke Blora!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H