"Menyerahlah! Berikan gadis itu padaku dan nyawamu akan selamat!"
Tak kuindahkan peringatan itu. Mereka pasti suruhan keluarga Anelis yang saat ini sudah pasti kebingungan mencari anaknya. Tanpa aba-aba, puluhan lelaki itu menyerang dengan memaki segala macam senjata. Kusapukan tanganku. Hanya dalam hitungan detik, puluhan lelaki kekar itu berjumpalitan. Tertinggal  seorang dari mereka memegang sebuah pistol dengan gemetaran.
"Pulanglah. Aku tak akan menyakitimu."
***
Pagi tiba. Embun likat di kaca kereta. Kau memandang keluar. Melihat sawah-sawah yang menguning dan barisan petani tua yang menunduk. Tentu kau tak tahu bahwa para petani itu adalah pekerja dari keluargamu. Para petani yang hanya digaji dengan sekarung padi yang tidak layak jual.
"An. Sudah waktunya aku pergi. Kau tak usah khawatir. Aku menunggumu di ujung rel kereta ini. Duduklah dan nikmati perjalananmu," ucapku.
Kau tak menjawab sebab tengah menyelam di suasana yang tidak pernah kau lihat sebelumnya. Menit demi menit berlalu, jam demi jam pergi tanpa sempat berpamitan. Kereta yang kau tumpangi kian melaju kencang.
Di ujung rel kereta, sebuah jurang yang dalam sudah menunggu. Bukannya memelankan lajunya, kereta itu tetap melesat. Sudah bisa ditebak. Kereta itu meluncur terjun ke dalam jurang. Kau masih tetap sibuk dengan duniamu. Menyelami suasana yang tidak pernah kau lihat sebelumnya.
Di tepi jurang, aku tersenyum. Menunggumu datang. Tak berselang lama, kau datang mengenakan gaun serba putih. Kau terlihat cantik sekali. Buru-buru kau mendekapku, "Kita mau kemana?" tanyamu.
"Mari kita lanjutkan pelarian ini, An," jawabku singkat.
Yogya, 2019