Namanya adalah Anelis. Gadis muda yang berpawakan tinggi. Ia sangat lugu. Meski sudah hampir berumur 25 tahun, Anelis masih terlihat kekanak-kanakan. Tidak bisa diam. Selalu bertanya ketika menemukan hal-hal baru yang selama ini tidak pernah ia lihat di rumahnya. Hari ini, aku ajak dia kabur. Bukan semata demi hasrat cinta, namun demi masa depannya yang terlihat suram itu.
Meski terlahir di keluarga yang kaya raya, Anelis tidak merasakan kekayaan itu. Ia hanya dikurung di dalam rumah. Semua itu terjadi sejak seorang saudagar kaya datang menemui kedua orang tuanya untuk meminangnya ketika sudah berumur 25 tahun. Esok hari adalah hari di mana Anelis tepat berumur 25 tahun. Itulah kenapa pada akhirnya kuajak Anelis kabur dari rumah.
***
Tak ada barisan manusia yang terburu-buru dan berjejal memasuki gerbong kereta. Tak terlihat pula batang hidung para kuli panggul yang bersaing mencari penumpang dengan barang bawaan bertumpuk-tumpuk. Suasana begitu sepi. Hening.
"Sepi sekali stasiun ini." Matamu berkeliling mengamati setiap sudut stasiun.
"Tak perlu khawatir, An. Ada aku di sini. Ayo kita naik!"
Di dalam gerbong, orang-orang menatap dengan sinis. Kau terlihat begitu resah dengan tatapan mereka. Tanganmu menggenggam erat tanganku, "Aku takut. Mereka sepertinya tak suka dengan kedatangan kita."
"Tak perlu takut, An. Ada aku."
Seperti seorang anak yang ketakutan, kau berjalan di belakangku. Tanganmu sepenuhnya memegang tanganku. Wajahmu tertunduk. Keheningan kabur seketika saat seorang lelaki kekar berteriak.
"Itu mereka!"
Seorang dari mereka mengamati dengan penuh teliti. Aku hanya tersenyum kepada mereka. Secepat kilat, sebuah pistol mengarah ke kepala.