Mohon tunggu...
Dhedi R Ghazali
Dhedi R Ghazali Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Saya hanya seorang penulis yang tidak terkenal.

Saya hanya pembaca yang baik dan penulis yang kurang baik

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kutemukan Cinta di Jeruji Penjara

19 Maret 2016   17:21 Diperbarui: 19 Maret 2016   17:37 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kutemukan Cinta di Balik Penjara


Malam semakin larut. Pendar cahaya rembulan yang pucat pasi mengguyur dinding angkuh di sekitarku. Sorot lampu di atas menara menari-nari, menyoroti setiap sudut tempat ini. Ya, inilah tempat para penjahat menghabiskan waktu untuk menebus setiap kesalahan yang pernah mereka lakukan.


Aku adalah salah satu Pegawai Negeri Sipil di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Wates, Kulon Progo, Yogyakarta. Sudah hampir dua tahun terakhir, tempat ini menjadi rumah kedua bagiku, tempat untuk meraup rizki yang dipersiapkan oleh Sang Illahi. Selama itu pula, berbagai kejadian penuh hikmah selalu menghampiri tanpa permisi.


Malam itu, sebuah kejadian tak terduga kualami. Sebuah kejadian yang mampu menampar hati dan pikiran. Sebuah kejadian yang benar-benar membuatku terhenyak dan larut dalam lautan renungan yang begitu dalam.


Seperti biasa, saat berdinas di malam hari, ada tugas untuk mengecek keadaan setiap kamar tahanan.


Kulihat jam tanganku, “Pukul 03;00 WIB!” Gumamku dalam hati.


Berbekal lampu senter dan alat control, perlahan kuayunkan kaki dengan sedikit malas memutari dinding-dinding berjeruji yang sedari tadi hanya diam. Sepi … sunyi …, yang terdengar hanyalah langkah kakiku yang bersahutan dengan suara binatang malam bernyayi riang. Satu per satu kamar kulewati, hingga pada akhirnya langkahnku terhenti di kamar B.I. Kamar ini berisi satu penghuni bernama Arif. Dia adalah salah satu tahanan di bawah umur yang terjerat kasus narkoba. Kasus obat terlarang ini memang sedang menjadi ‘trend’ di kalangan remaja.

Dari dalam kamarnya, kudengar rintihan dan isak tangis yang lirih. Rintihan itu membuat bulu di sekujur tanganku merinding. Sesekali lantunan ayat menyela dibarengi doa-doa yang terpanjat untuk Sang Pencipta.


“Rif, kamu kenapa?” tanyaku dengan nada yang kupelankan. Takut menggangu penghuni di kamar lain yang beberapa di antaranya sedang khusyu’ menjalankan salat tahajud.


“Sa … sa … saya tidak kenapa-kenapa, Pak. Ini baru saja selesai melaksanakan salat tahajud” jawab Arif sembari mengusap air mata yang membasahi mata dan pipinya.


“Kamu menangis, Rif? Ada masalah apa? Kangen dengan keluargamu, ya?’


Angin semilir membelai mesra. Suasana seketika berubah menjadi aneh, nyanyian binatang malam tak lagi terdengar, semilir angin yang sedari tadi menari juga tiba-tiba terhenti. Seolah mempersilahkan aku dan Arif bercengkerama tanpa ada gangguan.


“Iya, Pak. Saya kangen keluarga. Kangen Emak, Bapak, dan adik-adik di rumah. Tapi bukan itu saja yang membuat air mata ini jatuh, Pak. Saya sungguh bersyukur karena di tempat ini, saya bisa menemukan cinta.”


“Kamu ini ada-ada saja, Rif. Di penjara seperti ini harusnya kamu intropeksi diri, bukannya justru memikirkan cinta!” Jawabku dengan nada sedikit bergurau.


“Bukan begitu maksud saya, Pak. Saya bersyukur karena Allah SWT menggoreskan takdirnya agar saya tertangkap dan masuk penjara ini. Bayangkan saja jika hal itu tidak terjadi! Mungkin saat ini saya masih asyik menikmati narkoba yang perlahan akan menghancurkan masa depan. Bahkan bisa jadi saya sekarat akibat sakau. Sedangkan di tempat ini, waktu untuk mendekatkan diri kepada-Nya lebih banyak. Tidak ada godaan dari barang haram tersebut, Pak. Jujur, di tempat ini saya temukan cinta. Cinta kepada-Nya! Di balik jeruji ini pula, saya menjadi lebih dekat dengan-Nya dan semakin mengenal-Nya, hal itulah yang membuat saya sangat bersyukur.”


Aku hanya terdiam setelah mendengar jawaban darinya. sebuah jawaban yang menampar hati dan pikiran dengan begitu kerasnya. Baru kali ini, sebuah sentilan sekaligus pelajaran kudapatkan dari penghuni penjara yang notabene adalah para pelaku tindak kriminal yang dianggap sebagai sampah masyarakat.


“Kamu memang luar biasa, Rif. Semoga Allah selalu mencintaimu, memberikan kemudahan serta ketabahan kepadamu dalam menghadapi cobaan ini.”


“Iya, Pak. Terima kasih!”


Aku lekas melanjutkan tugasku. Kembali kulangkahkan kaki mengecek setiap kamar. Di setiap pijakan langkah demi langkah kakiku, kata-kata Arif tadi masih saja terus membayangi. Tamparan yang begitu keras masih terasa membaluti hati dan pikiranku yang melayang-layang.


Setelah selesai melaksanakan tugas, aku duduk di depan pintu mushola. Entah ada apa gerangan hingga secara tidak sadar, tiba-tiba aku berada di tempat ini. Selama ini, banyak waktu yang tersia-sia dan tidak kugunakan untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Mata, hati, pikiran dan seluruh tubuh terpaut jauh dari mushola ini.


‘Ini sebuah pelajaran berharga bagiku!”


Waktu terasa terlewat dengan tersendat-sendat. Kulepas sepatuku, kulangkahkan kaki untuk mengambil air wudu. Saat ini yang kuinginkan hanyalah salat tahajud! Merenung dan bermuhasabah kepada-Nya. Sungguh kejadian yang baru saja kualami menjadi pelajaran yang berharga.


Setelah selesai melaksanakan salat tahajud, aku terdiam dalam lamunan yang entah. Mungkin ini adalah salah satu cara Allah untuk menegurku, ya, menegurku! Allah seolah ingin memberitahuku bahwa hanya cinta dari-Nya serta teruntuk-Nya lah yang senantiasa tak mengenal tempat dan waktu. Bahkan di jeruji penjara pun, cinta itu bisa menghampiri dengan sejuta keindahan dan cahaya terang penuh kesejukan. Adalah sebuah kesalahan besar jika selama ini penjara hanyalah dianggap sebagai tempat yang penuh kekerasan. Sebuah kesalahan pula jika masyarakat beranggapan bahwa penghuni penjara adalah sampah masyarakat. Bagaimanapun juga, setiap orang pernah melakukan dosa dan kesalahan, saat itu pula Allah selalu memberi kesempatan untuk bertubat. Bisa jadi, diri kita ini tidak jauh lebih baik dari para penghuni penjara!

 

Yogya, 2016

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun