Mohon tunggu...
Dhea YusriAnanda
Dhea YusriAnanda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa PKN STAN

Saya adalah orang yang ekstrovert dan salah satu hobi saya adalah menulis, dimulai dari love languange saya adalah words of affirmation sehingga senang untuk menulis termasuk dalam menulis artikel dan kepenulisan lainnya.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Inovasi Langkah dalam Optimalisasi dan Capai Efisiensi Penerimaan Pajak Melalui Pengesahan UU HPP

14 Januari 2024   14:50 Diperbarui: 14 Januari 2024   14:54 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Dhea Yusri Ananda

Politeknik Keuangan Negara STAN

Pandemi Covid-19 merupakan keadaan yang mengharuskan banyak penyesuaian, terutama dalam anggaran pemerintah untuk menangani covid-19. Dimulai dari akhir tahun 2019, pandemi mulai merebak dan perlahan masuk ke Indonesia hingga mampu lumpuhkan aktivitas diberbagai lini. Hal ini memiliki urgensi yang harus diselesaikan secara cepat dan tanggap oleh pemerintah, mengingat pandemi covid-19 mengancam keterpurukan ekonomi dalam banyak sektor. Pembatasan aktivitas untuk menghindari kontak langsung dan penyebaran covid-19 membuat roda ekonomi tidak berputar secara sehat sehingga capaian produktivitas negara Indonesia menjadi turun. Keadaan ini tidak hanya di alami oleh negara Indonesia saja tetapi hampir semua negara di dunia ikut mengalami krisis pada pandemi covid-19.

Turunnya produktivitas tentunya akan berpengaruh pada tingkat capaian PDB Indonesia. Salah satu sektor yang juga terdampak adalah penerimaan pajak yang tidak memperoleh realisasi target. Hal ini tidak serta merta disebabkan oleh ketidakmampuan Direktorat Jendral Pajak dalam mengelola strategi untuk mencapai target realisasi tetapi dampak tersebut disebabkan oleh keadaan yang memaksa yaitu covid-19 yang secara seksama juga tidak terduga akan melumpuhkan berbagai aktivitas masyarakat, salah satunya juga aktivitas bisnis ekonomi yang memiliki sumbangsih besar dalam pembayaran pajak. Keadaan ini tentunya memaksa Kementrian Keuangan untuk berpikir keras bagaimana strategi agar tetap menjaga stabilitas penerimaan pajak karena menjadi unsur penting dalam APBN dan akan membiayai segala bentuk langkah pemulihan pandemi covid-19. Sebagai salah satu bagian penting dalam APBN maka kementrian keuangan mengambil beberapa langkah terkait perpajakan yaitu kebijakan pajak yang adaptif, intinya ada 3 aspek utama meliputi; menjaga bisnis ekonomi tetap berjalan, melakukan upaya untuk mempertahankan kesempatan kerja yang ada serta menjaga pendapatan rumah tangga. Pada kebijakan pajak yang adaptif ini, pemerintah juga memberikan insentif pajak dalam rangka penyesuaian kedaan pandemi covid-19.Lalu, dengan meredanya lonjakan kasus covid-19, Kementrian Keuangan melakukan  suatu inovasi untuk pemulihan dengan Harmonisasi Undang-Undang Perpajakan. Ini sebagai salah satu bentuk langkah untuk mencapai  penerimaan optimal dan sistem administrasi yang efisien.

Rancangan UU HPP disahkan menjadi UU HPP pada tangal 29 Oktober tahun 2021. Pemberlakuannya diterapkan mulai tahun pajak 2022. Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan merupakan suatu bukti konkrit yang telah dilakukan oleh kementrian keuangan untuk menemukan Solusi dalam Pemulihan Ekonomi Nasional atau yang disebut dengan seingkatan PEN yang dalam hal ini timbul akibat dari adanya pandemi covid-19. Ini membuktikan bahwa langkah untuk memulihkan ekonomi nasional tidak menjadi wacana belaka. Hal ini tentu selaras dengan tujuan untuk mengoptimalkan kondisi fiskal yang berkaitan dengan peningkatan serta perluasan cakupan rasio pajak dan efisiensi sistem perpajakan yang lebih berkeadilan juga berkepastian hukum.

Dalam pasal 1 ayat 2 UU HPP juga memuat tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian Indonesia yang berkelanjutan sekaligus mendukung percepatan pemulihan ekonomi yaitu, “Undang-Undang ini dibentuk dengan tujuan untuk:

 a. meningkatkan pertumbuhan perekonomian yang berkelanjutan dan mendukung percepatan pemulihan perekonomian ;

b. mengoptimalkan penerimaan negara guna membiayai pembangunan nasional secara mandiri menuju masyarakat Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera;

c. mewujudkan sistem perpajakan yang lebih berkeadilan dan berkepastian hukum;

d. melaksanakan reformasi administrasi, kebijakan perpajakan yang konsolidatif, dan perluasan basis perpajakan; dan

e. meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak

Tersusunnya inti aturan ke dalam beberapa bab yang pembagian bab  ini sesuai dengan tujuan dari digagas hingga disahkannya UU HPP ini, 2 diantara tujuannya adalah untuk mencapai penerimaan yang optimal dan penyederhanaan sistem administrasi agar efisien.

Hingga akhir 2023 kemarin bukti dari capaian visi UU HPP ini berhasil terlaksana, hal ini dapat terlihat dari data realisasi penerimaan pajak yang telah dicapai oleh kementrian keuangan sebesar 105,2% dari target realisasi perpres, tentunya ini adalah kabar baik bagi capaian kementrian keuangan. Selain capaian penerimaan pajak yang optimal, ini juga akan berdampak pada kemampuan negara Indonesia untuk mengurangi dan menutup defisit bahkan angka persentase defisit jauh turun dari perkiraan awal.

Kenapa hal ini dapat tercapai? Tentu menjadi pertanyaan oleh banyak pihak, sebab Indonesia dapat dikatakan masih dalam masa pemulihan ekonomi. Jawaban atas pertanyaan tersebut adalah atas dorongan dari berbagai faktor. Salah satu faktor yang mendorong realisasi itu karena buntut dari pemberlakuan UU HPP, dimulai dari banyaknya penyederhanaan administrasi dan reformasi regulasi yang dimuat dalam Harmonisasi Peraturan Perpajakan ini.

Reformasi terkait regulasi ini dapat dilihat dalam perubahan pajak existing, yaitu PPN,PPH,KUP, dan UU Cukai. Selain regulasi pada pajak existing juga ada tambahan regulasi terkait Carbon Tax, Pengungkapan Sukarela serta terdapat keringanan sanksi administrasi. Reformasi ini semua akan berorientasi pada perluasan basis pajak dan tentunya kan meningkatkan kepatuhan sekarela dari wajib pajak.

Hal lain yang dapat dihightlight dari UU HPP ini adalah pemadanan NIK dan NPWP yang termuat dalam pasal 2 ayat 1A yang menyebutkan bahwa NPWP bagi OP menggunakan NIK sesuai dengan Kartu Tanda Penduduk. Hal konkrit apa yang dapat ditimbulkan oleh pemadanan ini dan hubungannya dengan realisasi penerimaan yang dapat melebihi target? , sesuai dengan pemadanan NPWP dan NIK ini tentu hal ini menjadi salah satu langkah penyederhanaan administrasi dan tentunya kemudahan yang diberikan kepada WP orang pribadi bahwa NPWP yang digunakan untuk mengurus hal-hal terkait perpajakan WP orang pribadi sudah dengan mudah dapat menggunakan NIK saja sehingga data yang akan diperoleh oleh Direktorat Jendral Pajak selaku pihak yang berwenang dalam hal ini akan dapat menyelaraskan data-data terkait sehingga output yang akan dihasilkan berupa perluasan basis data, peningkatan kepatuhan Wajib Pajak karena DIrektorat Jendral Pajak dapat melakukan pengawasan dan reminding terhadap kewajiban Wajib Pajak lebih intensif. Reformasi administrasi melalui pemadanan NIK dan NPWP juga membuat Wajib Pajak merasa lebih dimudahkan untuk mengurus kewajiban pajaknya dan tentu ini akan meningkatkan jumlah Wajib Pajak yang akan melakukan aktivitas “lapor pajak”. Imbas dari peningkatan ini akan berkontribusi pada jumlah penerimaan pajak yang dapat dicapai oleh Kementrian Keuangan melalui Direktorat Jendral Pajak.

Disamping pemadanan NIK dan NPWP, ada satu hal yang juga cukup menarik untuk dilirik dalam reformasi regulasi ini, salah satunya adalah regulasi tambahan berupa aturan terkait carbon tax. Tambahan regulasi ini tentu menjadi salah satu solusi terhadap sumbangan polusi yang muncul terhadap kualitas udara di beberapa titik kawasan industry khususnya. Carbon Tax ini dikenakan atas pembelian barang yang mengandung karbon atau aktivitas yang menhasilkan emisi karbon dengan menetapkan Rp30,00 per Kg karbon dioksida ekuivalen. Tambahan regulasi yang diinput ke dalam UU HPP ini berhasil pertama kali diimplementasikan untuk badan yang bergerak dibidang pembangkit listrik tenaga uap “batu bara”.

Selain dua point tersebut tentunya semua reformasi regulasi hingga tambahan regulasi yang termuat dalam UU HPP mempunyai peran masing-masing dalam mewujudkan tujuan dari harmonisasi tersebut. Harapannya berupa kemudahan informasi yang dapat diakses oleh Wajib Pajak dan memperoleh informasi-informasi terkait ketentuan dengan jelas, mengedepankan voluntary compliance juga atas semua tarif yang telah diminimalkan dan fasilitas yang diberikan kepada wajib pajak. Capaian target realisasi pendapatan negara senilai Rp.2.774,3 T dengan penerimaan pajak senilai Rp1.869,2 T menjadi data aktual yang membuktikan efisiensi kerja UU HPP dalam 3 hal penting,  diantaranya, tax compliance, kepatuhan dan berujung pada penerimaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun