Tersusunnya inti aturan ke dalam beberapa bab yang pembagian bab ini sesuai dengan tujuan dari digagas hingga disahkannya UU HPP ini, 2 diantara tujuannya adalah untuk mencapai penerimaan yang optimal dan penyederhanaan sistem administrasi agar efisien.
Hingga akhir 2023 kemarin bukti dari capaian visi UU HPP ini berhasil terlaksana, hal ini dapat terlihat dari data realisasi penerimaan pajak yang telah dicapai oleh kementrian keuangan sebesar 105,2% dari target realisasi perpres, tentunya ini adalah kabar baik bagi capaian kementrian keuangan. Selain capaian penerimaan pajak yang optimal, ini juga akan berdampak pada kemampuan negara Indonesia untuk mengurangi dan menutup defisit bahkan angka persentase defisit jauh turun dari perkiraan awal.
Kenapa hal ini dapat tercapai? Tentu menjadi pertanyaan oleh banyak pihak, sebab Indonesia dapat dikatakan masih dalam masa pemulihan ekonomi. Jawaban atas pertanyaan tersebut adalah atas dorongan dari berbagai faktor. Salah satu faktor yang mendorong realisasi itu karena buntut dari pemberlakuan UU HPP, dimulai dari banyaknya penyederhanaan administrasi dan reformasi regulasi yang dimuat dalam Harmonisasi Peraturan Perpajakan ini.
Reformasi terkait regulasi ini dapat dilihat dalam perubahan pajak existing, yaitu PPN,PPH,KUP, dan UU Cukai. Selain regulasi pada pajak existing juga ada tambahan regulasi terkait Carbon Tax, Pengungkapan Sukarela serta terdapat keringanan sanksi administrasi. Reformasi ini semua akan berorientasi pada perluasan basis pajak dan tentunya kan meningkatkan kepatuhan sekarela dari wajib pajak.
Hal lain yang dapat dihightlight dari UU HPP ini adalah pemadanan NIK dan NPWP yang termuat dalam pasal 2 ayat 1A yang menyebutkan bahwa NPWP bagi OP menggunakan NIK sesuai dengan Kartu Tanda Penduduk. Hal konkrit apa yang dapat ditimbulkan oleh pemadanan ini dan hubungannya dengan realisasi penerimaan yang dapat melebihi target? , sesuai dengan pemadanan NPWP dan NIK ini tentu hal ini menjadi salah satu langkah penyederhanaan administrasi dan tentunya kemudahan yang diberikan kepada WP orang pribadi bahwa NPWP yang digunakan untuk mengurus hal-hal terkait perpajakan WP orang pribadi sudah dengan mudah dapat menggunakan NIK saja sehingga data yang akan diperoleh oleh Direktorat Jendral Pajak selaku pihak yang berwenang dalam hal ini akan dapat menyelaraskan data-data terkait sehingga output yang akan dihasilkan berupa perluasan basis data, peningkatan kepatuhan Wajib Pajak karena DIrektorat Jendral Pajak dapat melakukan pengawasan dan reminding terhadap kewajiban Wajib Pajak lebih intensif. Reformasi administrasi melalui pemadanan NIK dan NPWP juga membuat Wajib Pajak merasa lebih dimudahkan untuk mengurus kewajiban pajaknya dan tentu ini akan meningkatkan jumlah Wajib Pajak yang akan melakukan aktivitas “lapor pajak”. Imbas dari peningkatan ini akan berkontribusi pada jumlah penerimaan pajak yang dapat dicapai oleh Kementrian Keuangan melalui Direktorat Jendral Pajak.
Disamping pemadanan NIK dan NPWP, ada satu hal yang juga cukup menarik untuk dilirik dalam reformasi regulasi ini, salah satunya adalah regulasi tambahan berupa aturan terkait carbon tax. Tambahan regulasi ini tentu menjadi salah satu solusi terhadap sumbangan polusi yang muncul terhadap kualitas udara di beberapa titik kawasan industry khususnya. Carbon Tax ini dikenakan atas pembelian barang yang mengandung karbon atau aktivitas yang menhasilkan emisi karbon dengan menetapkan Rp30,00 per Kg karbon dioksida ekuivalen. Tambahan regulasi yang diinput ke dalam UU HPP ini berhasil pertama kali diimplementasikan untuk badan yang bergerak dibidang pembangkit listrik tenaga uap “batu bara”.
Selain dua point tersebut tentunya semua reformasi regulasi hingga tambahan regulasi yang termuat dalam UU HPP mempunyai peran masing-masing dalam mewujudkan tujuan dari harmonisasi tersebut. Harapannya berupa kemudahan informasi yang dapat diakses oleh Wajib Pajak dan memperoleh informasi-informasi terkait ketentuan dengan jelas, mengedepankan voluntary compliance juga atas semua tarif yang telah diminimalkan dan fasilitas yang diberikan kepada wajib pajak. Capaian target realisasi pendapatan negara senilai Rp.2.774,3 T dengan penerimaan pajak senilai Rp1.869,2 T menjadi data aktual yang membuktikan efisiensi kerja UU HPP dalam 3 hal penting, diantaranya, tax compliance, kepatuhan dan berujung pada penerimaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H