Mohon tunggu...
Pricilla Pascadeany Frelians
Pricilla Pascadeany Frelians Mohon Tunggu... -

Mahasiswi Pascasarjana Magister Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Harapan Setya Novanto yang Terlanggar

6 Desember 2017   23:48 Diperbarui: 7 Desember 2017   09:11 1149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Setya Novanto, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan juga Ketua Umum Partai Golkar ini kian marak menjadi pembicaraan di berbagai kalangan masyarakat. Kasus Kartu Tanda Penduduk Elektronik (E-KTP) yang akhirnya menyeret sosok yang familiar dipanggil SetNov menjadikannya buah bibir tak hanya dikalangan masyarakat tetapi juga di media massa seperti surat kabar hingga televisi dan juga media online. 

Penanganan kasus dugaan korupsi proyek E-KTP dipenuhi dengan drama yang panjang hingga akhirnya SetNov berhasil ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka dari kasus tersebut. Bagaimana tidak, mulai dari penetapan SetNov sebagai tersangka pada bulan Juli 2017 hingga akhirnya SetNov resmi mengenakan rompi oranye pada 19 November 2017 dipenuhi dengan aneka kejadian yang kian menghambat penanganan kasus tersebut.

Sekilas tentang drama SetNov yang dijabarkan pada sebuah berita dengan judul "Jalan Panjang Setya Novanto Hinga Pakai Rompi Oranye" di portal online surat kabar Kompas, dalam kasus dugaan korupsi proyek E-KTP pada kurun waktu 2011-2012 KPK menduga SetNov ikut mengatur agar dana proyek tersebut disetujui oleh anggota DPR ketika SetNov menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR dan telah mengatur pemenang lelang proyek tersebut yaitu Andi Agustinus alias Andi Narogong yang menyebabkan kerugian negara hingga 2,3 triliun rupiah (Ihsanuddin, 20 November 2017). 

Pada 17 Juli 2017 KPK menetapkan SetNov sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek E-KTP dan SetNov mengaku akan mengikuti proses hukum yang berjalan dengan tetap mempertahankan jabatannya sebagai Ketua DPR dan Ketua Umum Partai Golkar. Sebulan lebih setelah menyandang status sebagai tersangka, SetNov Resmi mendaftarkan gugatan praperadilan terhadap KPK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan agar penetapan statusnya sebagai tersangka dibatalkan oleh KPK. 

Meskipun begitu, KPK tetap memanggil SetNov untuk melakukan pemeriksaan. Namun, SetNov mangkir dengan berbagai alasan seperti sakit dan menjadikan putusan praperadilan yang belum dikeluarkan sebagai benteng untuk menunda proses penyidikan dirinya. Hingga menjelang akhir September, SetNov tidak juga menanggapi surat panggilan KPK dan praperadilan pun dimenangkan pihak SetNov karena penetapan SetNov sebagai tersangka oleh KPK dianggap tidak sah. KPK pun diminta untuk menghentikan penyidikan terhadap SetNov.

Tidak lama kemudian SetNov pun sembuh dan kembali menjalankan tugas jabatannya. Meskipun sudah tidak menyandang status sebagai tersangka, KPK tetap memanggil SetNov untuk pemeriksaan sebagai saksi untuk tersangka kasus E-KTP Anang Sugiana Sudiharjo (Ihsanuddin, 20 November 2017). Kali ini SetNov mangkir dengan alasan KPK harus mengantongi izin Presiden terlebih dahulu. Pada 10 November 2017 KPK mengeluarkan kembali pengumuman penetapan SetNov sebagai tersangka kasus E-KTP dan surat perintah penyidikannya sudah terbit sejak 31 Oktober 2017. 

SetNov tidak berdiam diri dan kembali mendaftarkan gugatan praperadilan melawan KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Menanggapi kasus ini Joko Widodo selaku Presiden RI meminta baik pihak KPK maupun SetNov untuk berpegang pada aturan perundang-undangan yang ada. KPK pun akhirnya melakukan jemput paksa ke kediaman SetNov. 

Sayangnya, SetNov tidak berada di tempat ketika KPK mendatangi kediamannya karena SetNov sedang melakukan wawancara dengan wartawan Metro TV Hilman Mattauch dan menyatakan akan datang KPK pada malam itu namun berujung kecelakaan tunggal menabrak tiang listrik. SetNov yang mengalami luka parah di bagian wajahnya dibawa ke rumah sakit. 

Namun, tes kesehatan memastikan SetNov tidak lagi memerlukan rawat inap yang akhirnya merealisasikan KPK membawa Novanto keluar dari rumah sakit untuk dipindahkan ke rutan KPK setelah menjalani pemeriksaan terlebih dahulu (Ihsanuddin, 20 November 2017).

Aneka drama yang terjadi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan E-KTP yang menyeret SetNov menjadi tersangkanya tak kala membuat jengah karena seakan kasus tersebut tidak berujung dan tak kunjung tuntas. Namun, ada hal yang menarik untuk dicermati secara mendalam pada kasus ini. Dari berbagai drama yang memenuhi kasus ini, alasan mangkir SetNov dan tindakannya untuk mengajukan prapengadilan dan mengirim surat ke pihak-pihak berwajib hingga pada presiden menyiratkan ada harapan yang ingin diwujudnyatakan oleh SetNov lewat tindakan-tindakannya tersebut. 

Di dalam salah satu teori komunikasi yaitu Teori Pelanggaran Harapan dinyatakan bahwa orang memiliki harapan mengenai perilaku nonverbal orang lain dan membuat prediksi mengenai perilaku nonverbal (West & Turner, 2010: h.130). Judee Burgoon yang mengemukakan teori tersebut menambahkan pada asumsi Teori Pelanggaran Harapan bahwa harapan mendorong terjadinya interaksi antarmanusia (West & Turner, 2010: h.134-135). 

Mengacu pada kasus SetNov, ada harapan di dalam dirinya untuk mendapat perlindungan dan bebas dari status sebagai tersangka yang mendorongnya untuk melakukan interaksi dengan pengacara dan pihak-pihak berwajib yang diprediksi oleh SetNov dapat mendukung tercapainya harapan pribadinya tersebut.

Dalam Teori Pelanggaran Harapan diulas mengenai harapan tidak selalu terwujud, sering kali malah terlanggar, khususnya pada non verbal yang dimunculkan orang lain. Ringkasnya pada kasus SetNov adalah SetNov berharap KPK tidak menetapkannya sebagai tersangka dan tidak melakukan penyidikan terhadap dirinya, namun harapan tersebut selalu pupus karena yang dilakukan oleh KPK malah bertolak belakang dengan apa yang diharapkan oleh SetNov. 

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan harapan seseorang terlanggar. Ketika suatu perilaku yang ambigu dan melanggar harapan dinilai negatif oleh seseorang setelah perilaku tersebut diinterpretasikan dan dievaluasi oleh seseorang maka akan mengacu pada yang disebut sebagai valensi pelanggaran di mana perilaku ambigu tadi dinilai melanggar harapan, batas ancaman, rangsangan dan tidak dapat ditoleransi (West & Truner, 2010: h.137-140).

Batas ancaman mengacu pada jarak di mana orang yang berinteraksi mengalami ketidaknyamanan fisik dan fisiologis dengan kehadiran orang lain atau dengan kata lain, batas ancaman merupakan toleransi untuk pelanggaran jarak((West & Truner, 2010: h.138-139). Jarak yang dimaksud adalah jarak dalam zona proksemik yang dimiliki tiap orang kaitannya dengan relasi terhadap orang lain. Ketika SetNov menolak untuk dirinya diperiksa maka ada kemungkinan pemeriksaan yang akan dilakukan KPK telah melanggar jarak tertentu yang mengganggu batas ancaman dalam diri SetNov. 

Ruang pemeriksaan KPK luasnya 2,5 x 2,5 meter yang di dalamnya ada pintu lagi untuk masuk ke ruang pemeriksaan di mana antara penyidik dan terperiksa hanya dipisahkan sebuah meja panjang (Movanita, 19 Februari 2017). Ruangan yang kecil dan hanya berbataskan meja menjadikan jarak antara penyidik dengan orang yang diperiksa menjadi sangat dekat dan dapat digolongkan memasuki jarak personal bahkan jarak intim yang biasanya hanya dapat ditoleransi ketika dimasuki oleh orang-orang seperti pasangan, teman dan keluarga. 

Ketika orang asing memasuki jarak personal dan jarak intim maka muncul rasa terancam dan terlanggarnya harapan. Penyidik yang akan melakukan pemeriksaan pada SetNov kemungkinan besar bukanlah orang-orang yang dapat dimaklumi untuk berinteraksi dengannya dalam jarak personal maupun intim. Hal itu semakin menjadikan ancaman bagi SetNov dengan posisi pelanggaran terhadap jarak tersebut dilakukan dalam rangka menginterogasi dirinya yang berstatus sebagai tersangka. 

Inilah mengapa SetNov mangkir untuk melakukan pemeriksaan dengan pihak dari KPK karena pemeriksaan tersebut sesungguhnya melanggar batas ancaman SetNov yang akan mengalami ketidaknyamanan fisik dan fisiologis dengan kehadiran penyidik dalam ruangan dengan jarak yang sangat dekat tersebut.

Pelanggaran harapan lainnya yang dialami oleh SetNov adalah ketika statusnya sebagai tersangka dicabut, kemudian namanya kembali disebut dalam sidang kasus dugaan korupsi E-KTP dalam barang bukti rekaman percakapan antara Anang dan Marliem. Adanya kode inisial SN dan O dalam percakapan tersebut dipertegas lagi oleh Anang bahwa SN adalah Setya Novanto, sedangkan O adalah Oka atau Made Oka Masagung yang merupakan seorang pengusaha (Saubani, 4 November 2017). 

Tak hanya itu, Anang yang juga diduga mendapat keuntungan dari proyek tersebut dan berperan membagikan uang kepada sejumlah pihak salah satunya adalah Setya Novanto (Charunnisa, 4 November 2017).  Pengakuan dan kembali tersebutnya nama dirinya telah melanggar harapan SetNov yang ingin bebas dari status tersangka hingga mengajukan praperadilan melawan KPK. Harapan SetNov untuk dapat bebas dari status tersebut tenyata tak bisa bertahan lama.

Selama drama yang dilakoni oleh SetNov terkait kasus dugaan korupsi E-KTP tentu banyak hal yang telah melanggar harapan dari SetNov. Hal-hal tersebut bisa jadi dari komunikasi nonverbal dan verbal pihak lain bahkan kelalaian Setnov dalam mengambil langkah mewujudkan harapannya untuk bebas dari kasus ini. Kebenarankah atau kebohongan akan apa yang telah diucapkannya di peradilan dan di media terkait alasan-alasannya untuk tidak menghadiri panggilan pemeriksaan KPK hanya SetNov yang tahu pastinya. 

Terlepas dari dirinya memang memainkan peran yang krusial dalam kasus tersebut ataukah hanya pelaku kecil yang juga korban dari sosok yang lebih berkuasa serta mengambil peran penting dalam kasus tersebut, hal yang jelas terlihat dalam kasus SetNov ini adalah banyak usaha SetNov untuk mewujudkan harapannya untuk terbebas dari keterkaitan dalam kasus ini terutama terkait statusnya sebagai tersangka. Namun, apa yang diharapkan oleh SetNov tidaklah bertahan lama bahkan tak sedikit yang pupus atau tak terwujud.

Belajar dari kasus SetNov dapat dipahami bahwa tak selamanya harapan yang muncul saat seseorang melakukan interaksi dengan orang lain akan selalu terwujud seperti apa yang diharapkan. Tak sedikit hal yang dapat membuat harapan tersebut terlanggarkan atau tak terwujud. Hal yang utama bahwa pada realitasnya banyak sekali situasi yang akan menempatkan seseorang dalam situasi yang melanggar harapannya dan tidak selalu dapat terselesaikan dengan baik seperti yang dijabarkan dalam teori.

Pricilla Pascadeany Frelians, S.I.Kom

Mahasiswi Program Pascasarjana Magister Ilmu Komunikasi

Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Referensi:

Chairunnisa, N. (4 November 2017). Percakapan marliem dan anang, ada pembagian untuk setya novanto. nasional.tempo.co. Diakses pada 6 Desember 2017 pukul 02. 35 WIB

Ihsanuddin. (20 November 2017). Jalan panjang setya novanto hinga pakai rompi oranye. nasional.kompas.com. Diakses pada 4 Desember 2017 pukul 10.49 WIB

Movanita, A. N. K. (19 Februari 2017). Mengintip ruang pemeriksaan dan rutan di gedung "merah-putih" kpk. nasional.kompas.com. Diakses pada 6 Desember 2017 pukul 00.06 WIB

Saubani, A. (4 November 2017). Nama setnov dalam percapkapan anang-johannes marliem. nasional.republika.co.id. Diakses pada 6 Desember 2017 pukul 02.27 WIB

West, R. & Turner, L. H. (2010). Introducing communication theory: analysis and application.Fourth Edition. McGraw-Hill.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun