Mohon tunggu...
Dhea Adzana Putri
Dhea Adzana Putri Mohon Tunggu... Guru - Guru Privat

Menyukai dunia pendidikan, psikologi, teknologi, dan anak-anak.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Strategi Tepat Mendidik Generasi Z dan Alpha: Kasih Sayang dan Disiplin Positif

3 Juni 2024   16:39 Diperbarui: 3 Juni 2024   16:39 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mendidik generasi dengan baik adalah kunci setiap peradaban. Nilai-nilai luhur setiap keluarga, masyarakat, dan bangsa diajarkan kepada setiap generasi dengan harapan bisa membawa kemajuan dan peningkatan untuk setiap generasi.

Namun, hal tersebut sejalan juga dengan tantangan yang harus dihadapi setiap pendidik, baik di pendidik di keluarga, masyarakat, maupun di sekolah formal dan non formal. Di sekolah formal, adalah tugas guru untuk menjadi pendidik bagi setiap peserta didiknya.

Peserta didik dari tingkatan TK, SD, SMP, dan SMA berada di sekolah dari pagi hingga sore menjadi kewajiban bagi guru di sekolah untuk mendidik dan menggantikan peran orang tua ketika di sekolah.

Menjadi tantangan tersendiri ketika peserta didik di era sekarang yang sudah mengalami perkembangan zaman yang sangat pesat dengan mudahnya akses pada internet dan gawai / smartphone yang hampir setiap rumah sudah memilikinya. Hingga muncul istilah Generasi Z dan Generasi Alpha yang diidentikkan dengan anak-anak yang sudah mahir dalam berseluncur di dunia maya baik sosial media, game online, familiar dengan budaya dari luar negeri seperti K-Pop, series barat, dan lain sebagainya. Mereka sudah menjalani keseharian yang sangat berbeda dengan generasi sebelumnya masih bermain permainan tradisional seperti dakon, lompat tali, egrang, gobak sodor, lompat tali, permainan yang berada di luar rumah, di sungai, di rumah teman, sepedaan, dan lain sebagainya. Saat ini banyak anak-anak bermain di dalam rumah dengan HP dan internet atau jika bermain bersama teman, dalam posisi menunduk dan memegang HP nya masing-masing dengan sosial medianya maupun bermain game online bersama.

Terlepas dengan apa itu istilah Generasi Z dan Generasi Alpha, yang jelas adalah saat ini guru-guru di sekolah mengalami tantangan dalam mendidik peserta didik karena cara-cara lama yang biasa diterapkan di kelas sudah tidak lagi bisa efektif dan bijaksana jika diterapkan kepada generasi yang sudah berbeda, mengingat tuntutan Kurikulum yang terus berubah dan berkembang. Guru perlu untuk terus mengembangkan cara mengajar kepada peserta didik supaya tetap bisa melaksanakan kewajibannya. Namun, dalam beberapa kesempatan guru-guru di sekolah dasar mengalami kebuntuan dalam menghadapi anak-anak karena guru sudah tidak lagi menjadi “role model” dan sumber utama belajar bagi peserta didiknya. Generasi Z dan Generasi Alpha bisa dengan mudah mengakses materi yang ada di sekolah melalui internet, baik dari website yang menyediakan penjelaskan materi yang bisa langsung dibaca maupun video youtube yang lebih menarik dan bisa diakses kapanpun. Peserta didik dapat dengan mudah mendapat jawaban yang diinginkan tanpa perlu berproses dan berjuang. Oleh karena itu, kadang ditemui peserta didik yang tidak menghargai guru di sekolah lagi, bersekolah semaunya sendiri tanpa mau mengikuti apa yang diajarkan oleh guru yang membuat guru harus melakukan pendekatan yang berbeda dalam mengajar.

Ancaman dan hukuman sudah tidak lagi dianjurkan untuk diberikan kepada peserta didik, namun harus berpihak kepada peserta didik. Maka dari itu solusi yang bisa dicoba guru adalah dengan mengajar dengan kasih sayang dan disiplin positif. Hal tersebut dapat diimplementasikan di kelas maupun di luar kelas, dan dikolaborasikan antar sesama guru juga orang tua. Metode ini melibatkan guru yang berkomunikasi langsung dengan anak-anak tentang perilaku yang pantas dan tidak pantas, serta memberikan penjelasan mengenai imbalan untuk perilaku baik dan konsekuensi dari perilaku buruk. Guru berbicara dengan peserta didik tentang perilaku yang mereka tunjukkan, alasan di balik perilaku tersebut, dan konsekuensinya. Dengan menggunakan nada yang hangat dan tegas, guru mendukung anak-anak untuk membuat pilihan yang bijaksana. Disiplin positif menekankan dorongan dan pemecahan masalah. Dalam buku "Positive Discipline" karya Dr. Jane Nelsen, dijelaskan lima prinsip metode disiplin positif, yaitu:

  1. Tegas dan penuh kasih sayang: Guru harus tegas dalam menetapkan aturan, namun tetap menunjukkan kasih sayang kepada anak.

  2. Membantu anak merasa memiliki dan dihargai: Guru perlu memberikan kesempatan kepada anak untuk berkontribusi dan merasa dihargai atas usahanya.

  3. Efektif untuk jangka panjang: Metode ini bertujuan untuk membantu anak mengembangkan karakter dan kebiasaan yang positif dalam jangka panjang.

  4.  Mengajarkan keterampilan sosial dan kehidupan: Disiplin positif membantu anak belajar keterampilan sosial dan kehidupan yang penting untuk membangun karakter yang baik.

  5. Membantu anak menemukan kekuatannya: Guru membantu anak untuk menyadari dan menggunakan kekuatannya dengan cara yang positif.

Sebagai contoh kasusnya, di sekolah bisa diawali dengan kesepakatan kelas yang dilakukan di awal semester, dan diingatkan di setiap pembelajaran secara berkala. Misalnya pada aturan untuk datang ke sekolah tepat waktu pada sebelum pukul 07.00 untuk semua peserta didik. Kepada peserta didik yang selalu datang tepat waktu guru memberikan pujian dengan jelas dan kasih sayang terhadap apa yang sudah dilakukannya, seperti “Terimakasih ya nak, sudah datang ke sekolah tepat waktu, sebelum pukul 07.00 sudah hadir di sekolah. Pak guru menghargai dan mengapresiasi apa yang kamu usahakan, semoga kamu bisa terus menjadi anak yang disiplin dan bisa menjadi contoh untuk teman-teman yang lain ya. Tetap semangat!”. 

Namun, jika ada peserta didik yang datang terlambat lebih pukul 07.00 maka guru tidak langsung menegur dan memberi hukuman di depan teman-temannya di kelas karena pasti memberi dampak malu dan dikucilkan, guru sebaiknya menemui peserta didik tersebut secara terpisah dengan teman-temannya, misal ketika istirahat, lalu mengkomunikasikan apa yang membuatnya terlambat, apakah karena tidur larut lama karena bermain HP, atau karena rasa malas bangun pagi, atau karena hal lain. Lalu apa yang melalui hal tersebut guru dapat memberikan solusi supaya peserta didik dapat datang lebih awal dan memupuk rasa disiplin. Hal tersebut juga tentunya tidak bisa dilakukan tanpa bantuan dan komunikasi dari orangtua atau wali murid. Dengan membangun kepercayaan dan penghargaan kepada peserta didik secara bertahap, akan membangun koneksi yang baik dan tujuan dapat tersampaikan.

Terakhir, sebuah kutipan sebagai berikut tentang cara guru untuk mendidik peserta didik di era sekarang.

“Connection Before Correction”

Seperti halnya jika kita sudah menyambungkan WIFI atau paket data untuk internet di HP, maka kita bisa melakukan banyak hal yang menggunakan internet seperti mengirim WA, membuka youtube, mendengarkan lagu, mengupload foto dan video, dan lain sebagainya. Kita bisa melakukan banyak hal tanpa ada masalah asal koneksi internetnya sudah terhubung. Begitu juga dengan hubungan guru dan peserta didik. Mengutamakan hubungan yang baik dengan penuh kasih sayang sebelum melakukan koreksi kepada peserta didik. Hubungan pendekatan kepada peserta didik, tentunya tidak bisa dilakukan secara instan atau dalam waktu singkat dan cepat, namun membutuhkan waktu secara bertahap dan pengulangan, jika gagal maka coba lagi, jika belum berhasil maka diusahakan dan diupayakan kembali. Lalu, jika koneksi yang baik sudah terhubung antara guru dan peserta didik, maka pesan dan tujuan yang ingin disampaikan pasti bisa “terkirim dan diterima” dengan baik dan sesuai dengan apa yang guru harapkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun