Mohon tunggu...
Dhea Syifa Malika
Dhea Syifa Malika Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Prodi Pendidikan Sosiologi UNJ

Hai, perkenalkan nama saya Dhea Syifa Malika. Saat ini saya sedang menempuh studi S1 Pendidikan Sosiologi di Universitas Negeri Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pemikiran Tokoh Sosiologi: George Simmel

25 September 2022   12:33 Diperbarui: 25 September 2022   12:35 1297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Belakangan ini tak jarang kita menyaksikan demo-demo yang dilakukan oleh masyarakat dan mahasiswa yang menyuarakan penolakannya terhadap wacana kenaikan harga BBM. Berbicara tentang demo atau aksi, tentu erat kaitannya dengan gejolak yang terjadi di dalam kehidupan sosial masyarakat. Hal tersebut sejalan dengan pemikiran Georg Simmel mengenai konsep ruang sosial.

Biografi Singkat

Simmel adalah seorang sosiolog yang berasal dari Jerman, tanah kelahiran tokoh-tokoh mahsyur sosiologi seperti Karl Marx dan Max Weber. Tepatnya di kota Berlin, Simmel lahir pada 1 Maret 1858. Tak hanya Sosiologi, semasa hidupnya Simmel mempelajari banyak bidang keilmuan lainnya seperti psikologi, filsafat, sejarah, dan Bahasa Italia. Salah satu karya besar Simmel adalah sebuah buku yang berjudul "The Philosophy of Money" yang diterbitkan pada tahun 1900-an. Karya tersebut membuat namanya semakin gemilang dan menjadi salah satu tokoh yang memberikan sumbangan besar bagi perkembangan ilmu sosiologi.

Konsep pemikiran

Simmel merupakan sosiolog yang fokus pada kajiannya mengenai ruang sosial. Menurutnya, di dalam ruang sosial terdapat berbagai macam proses produksi dan reproduksi dinamika yang terjadi di masyarakat (aspek relasionis). Hal ini didasarkan pada pemikirannya bahwa ciri-ciri masyarakat ditentukan dari bagaimana produksi dan reproduksi ruang sosial diciptakan.

Menurut simmel, sosiologi adalah ilmu yang mengkaji bentuk-bentuk interaksi namun fokusnya berada pada bentuk asosiasi. Asosiasi yang dimaksud adalah proses interaksi yang melibatkan adanya pembentukan individu menjadi anggota masyarakat. 

Contoh dari bentuk proses asosiasi yang sering kita jumpai dalam masyarakat adalah kegiatan kerja bakti dan tradisi. Simmel menganggap keduanya merupakan bagian dari mekanisme reproduksi ruang sosial yang akan menjadi ciri khas yang melekat pada masyarakat itu sendiri.

Adapun hal yang mendasari proses asosiasi menurut Simmel adalah kebudayaan dan uang. Kebudayaan yang dimaksud adalah tradisi. Contohnya, pada masyarakat hindu di Bali ketika ada anggota keluarganya yang meninggal dunia maka akan diadakan tradisi pembakaran jenazah atau ngaben. Sementara di daerah lain mungkin mempunyai tradisi yang berbeda. Inilah yang kemudian menjadi dasar dari kebudayaan. 

Selain itu, Simmel menganggap bahwa uang juga mampu membentuk asosiasi. Misalnya, di tahun 90an masih lumrah kita jumpai kegiatan siskamling (sistem keamanan keliling). Dimana sebagian warga sesuai jadwal dengan sukarela memberikan jasanya untuk begadang demi keamanan bersama.  

Namun saat ini fenomena tersebut telah berubah. Kegiatan siskamling kini berganti jasa petugas keamanan seperti security. Jasa pengamanan sukarela (siskamling) digantikan dengan pembayaran jasa security menggunakan uang. Hal inilah yang kemudian dimaksud Simmel bahwa uang juga membentuk asosiasi dalam masyarakat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kebudayaan dan uang sangat melekat dengan proses asosiasi.

Dalam konteks lain, menurut Simmel, masyarakat dapat bekerja dalam kerangka ruang dan waktu. Maksud dari konsep ruang disini adalah masyarakat dapat berasosiasi di satu daerah yang berbeda. Dalam hal ini, ruang berkaitan dengan kewilayahan dan ciri dari masyarakat. 

Misalnya seseorang yang merantau ke daerah lain tentu awalnya merasa asing atau tidak biasa dengan tradisi di tempat barunya yang berbeda dari tempat asalnya. Ketika ia beradaptasi maka ia menyesuaikan diri dengan ruang. Seperti kata pepatah, "dimana langit dijunjung, disitu bumi dipijak."

Sementara itu, konsep waktu disini berkaitan dengan periodisasi jaman, misalnya ketika di tahun 80-an belum ada handphone. Namun setelah adanya handphone, generasi 80-an akan berusaha menyesuaikan diri dengan itu. Dengan kata lain, mereka menyesuaikan kemampuannya beradaptasi dengan waktu. Karena menurut Simmel, individu harus mampu memahami dan beradaptasi dengan ruang dan waktu dimana ia hidup.

Simmel juga merumuskan tentang konsep masyarakat. Menurutnya, masyarakat merupakan bagian yang melekat dalam asosiasi. Aspek ruang dan waktu bersifat konstitutif menjadi fondasi dasar bagi masyarakat. Di dalam ruang terjadi pengumpulan pengalaman (tindakan kumulatif). 

Maksdusnya ialah individu mampu menentukan mana yang perlu dan tidak perlu dilakukannya. Pengalaman juga penting dalam melakukan tindakan dalam ruang dan waktu. Pengalaman dalam hal ini merupakan media eksternal yaitu akan menjadi pertimbangan individu dalam berinteraksi.

5 aspek ruang menurut Simmel:

  • Setiap ruang bersifat unik dan memiliki ciri khasnya tersendiri. Hal ini karena masing-masing proses asosiasi dan produksi ruang sosialnya berbeda.
  • Menghasilkan unit dan pembagian dalam ruang. Dengan kata lain, ruang mempunyai batasan. Contoh sederhananya begini, ketika di kelas ada dosen yang menjelaskan tentang suatu materi, ada 40 mahasiswa di dalamnya. Nah ruang kelas dimana berlangsungnya kegiatan pembelajaran tersebut merupakan ruang sosial. Namun misalnya ditengah penjelasan dosen tentang materi, ada beberapa mahasiswa yang membicarakan hal lain. Hal ini berarti di dalam ruang sosial tersebut sudah terpecah, tidak serta merta hanya ada satu ruang sosial. Namun dapat terbagi-bagi lagi menjadi beberapa ruang sosial tergantung keinginan actor di dalamnya.
  • Adanya aturan, tujuan, hal yang ingin dibangun.
  • Tiap actor memiliki kedekatan dan jarak dalam ruang sosialnya
  • Setiap ruang mempunyai situasi yang dinamis selalu berubah atau tidak stagnan. Hal ini terjadi seiring dengan ciri khas dari actor yang membangunnya.

Uang sebagai alat dan tujuan sosial

Uang merupakan bagian yang sangat melekat dari relasi dan interaksi dalam masyarakat. Simmel memandang uang sebagai bagian yang mengikat masyarakat untuk membangun relasinya, walaupun ada beberapa pertentangan terkait hal ini.

 Mereka yang menentang pemikiran Simmel menanggap bahwa tidak semua pola relasi individu selalu dibangun dengan uang, adapula hubungan-hubungan yang dibangun atas sesuatu yang bersifat nonmateri. Selain itu, Simmel juga meyatakan bahwa uang mampu menyatukan jarak dengan keinginan seseorang. 

Dengan adanya uang, keinginan kita bisa dekat. Dalam hal ini berarti uang berperan dalam enciptakan relasi kepemilikan terhadap objek. Dengan uang, setiap individu akan disatukan dengan objek keinginannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun