Mohon tunggu...
Choirunnisa
Choirunnisa Mohon Tunggu... mengurus rumah tangga

Thinking extrovert

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Menyulap Sampah Jadi Energi, Mengenal Refused Derived Fuel (RDF)

12 Desember 2024   07:05 Diperbarui: 12 Desember 2024   07:05 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi alur pembuatan RDF. Foto: rekart.co.in

Refused Derived Fuel (RDF) menjadi salah satu solusi inovatif dalam pengelolaan sampah yang terus meningkat di tengah isu krisis lingkungan. RDF adalah bahan bakar alternatif yang dihasilkan dari limbah padat non-berbahaya. 

Konsep ini tidak hanya mendukung pengurangan sampah di tempat pembuangan akhir (TPA) tetapi juga menyediakan energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan dibanding bahan bakar fosil.

Apa Itu Refused Derived Fuel (RDF)?

RDF merupakan produk olahan dari sampah yang telah melalui proses pemilahan, pengeringan, dan pemadatan. Bahan bakar ini umumnya dihasilkan dari sampah yang sulit didaur ulang, seperti plastik, kertas, dan limbah organik yang memiliki nilai kalor tinggi. RDF sering digunakan sebagai pengganti batubara di industri semen dan pembangkit listrik tenaga uap.

Menurut studi dari European Commission (2021), RDF dianggap sebagai solusi yang efektif untuk mengatasi dua masalah besar sekaligus, yaitu pengelolaan sampah dan penyediaan energi berkelanjutan. 

RDF membantu mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil sekaligus meminimalisasi emisi karbon yang dihasilkan dari pembakaran sampah konvensional.

Ilustrasi bentuk RDF. Foto: talif.id
Ilustrasi bentuk RDF. Foto: talif.id

Proses Produksi RDF

Pembuatan RDF melalui beberapa tahapan utama, antara lain:

1. Pemilahan Sampah: Sampah dipisahkan berdasarkan jenis dan karakteristiknya. Sampah organik yang membusuk dan material berbahaya biasanya dieliminasi pada tahap ini.

2. Pengeringan: Sampah yang telah dipilih dikeringkan untuk mengurangi kadar air sehingga nilai kalor meningkat.

3. Pencacahan: Material yang sudah dikeringkan dicacah menjadi ukuran lebih kecil agar mudah diproses.

4. Pemadatan: Sampah yang sudah dicacah dipadatkan menjadi bentuk pelet atau briket agar lebih mudah disimpan dan digunakan sebagai bahan bakar.

Menurut laporan Waste-to-Energy International (2020), RDF yang dihasilkan dari proses ini memiliki nilai kalor antara 15 hingga 25 MJ/kg, tergantung pada jenis sampah yang digunakan. 

Nilai ini cukup kompetitif dibandingkan dengan batubara yang memiliki nilai kalor rata-rata 25 MJ/kg.

Manfaat Penggunaan RDF

Penggunaan RDF menawarkan berbagai manfaat dari segi lingkungan, ekonomi, dan energi:

1. Mengurangi Volume Sampah: Dengan memanfaatkan sampah sebagai bahan bakar, volume sampah yang berakhir di TPA dapat dikurangi secara signifikan.

2. Energi Alternatif Ramah Lingkungan: Dibandingkan batubara, RDF menghasilkan emisi karbon yang lebih rendah. RDF juga membantu industri mengurangi jejak karbon mereka.

3. Efisiensi Ekonomi: Produksi RDF dapat menghemat biaya energi, terutama bagi industri yang bergantung pada batubara atau minyak bumi. Selain itu, industri pengolahan sampah RDF membuka lapangan pekerjaan baru.

4. Mengurangi Ketergantungan pada Energi Fosil: RDF menjadi solusi untuk transisi energi dari bahan bakar fosil menuju energi terbarukan.

Tantangan dalam Implementasi RDF

Meski memiliki banyak manfaat, implementasi RDF di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan:

1. Kualitas Sampah: Tingginya tingkat sampah campuran membuat proses pemilahan menjadi lebih sulit dan memakan biaya.

2. Infrastruktur Terbatas: Produksi RDF membutuhkan teknologi dan fasilitas pengolahan sampah yang belum merata di semua daerah.

3. Kesadaran Masyarakat: Minimnya pemahaman tentang pemilahan sampah di tingkat rumah tangga turut menghambat kualitas RDF yang dihasilkan.

Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Indonesia menghasilkan sekitar 68 juta ton sampah per tahun, dengan hanya sekitar 7% yang berhasil didaur ulang. 

Implementasi teknologi RDF di beberapa daerah, seperti pabrik RDF di Cilacap yang bekerja sama dengan industri semen, membuktikan potensi besar RDF dalam mengurangi timbunan sampah.

RDF di Cilacap

Pabrik RDF pertama di Indonesia dibangun di TPA Tritih Lor, Cilacap, Jawa Tengah, melalui kerja sama antara pemerintah dan pihak swasta. 

Fasilitas ini mampu mengolah sekitar 120 ton sampah per hari menjadi RDF yang digunakan sebagai bahan bakar pengganti batubara di pabrik semen.

Menurut laporan United Nations Development Programme (UNDP), proyek RDF Cilacap berhasil mengurangi emisi karbon hingga 50% dibandingkan penggunaan batubara. Keberhasilan ini menjadi bukti bahwa RDF dapat menjadi solusi berkelanjutan bagi pengelolaan sampah di Indonesia.

Kesimpulan

Refused Derived Fuel (RDF) menawarkan solusi nyata dalam mengatasi permasalahan sampah dan krisis energi secara bersamaan. Dengan proses produksi yang terstruktur dan nilai kalor yang kompetitif, RDF dapat menjadi bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan dan ekonomis. 

Namun, diperlukan upaya bersama antara pemerintah, industri, dan masyarakat untuk mengatasi tantangan dalam implementasi teknologi ini.

Melalui kesadaran kolektif dan investasi infrastruktur yang memadai, RDF berpotensi besar untuk mendukung Indonesia menuju pengelolaan sampah yang lebih baik dan energi berkelanjutan di masa depan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun