4. Pemadatan: Sampah yang sudah dicacah dipadatkan menjadi bentuk pelet atau briket agar lebih mudah disimpan dan digunakan sebagai bahan bakar.
Menurut laporan Waste-to-Energy International (2020), RDF yang dihasilkan dari proses ini memiliki nilai kalor antara 15 hingga 25 MJ/kg, tergantung pada jenis sampah yang digunakan.Â
Nilai ini cukup kompetitif dibandingkan dengan batubara yang memiliki nilai kalor rata-rata 25 MJ/kg.
Manfaat Penggunaan RDF
Penggunaan RDF menawarkan berbagai manfaat dari segi lingkungan, ekonomi, dan energi:
1. Mengurangi Volume Sampah: Dengan memanfaatkan sampah sebagai bahan bakar, volume sampah yang berakhir di TPA dapat dikurangi secara signifikan.
2. Energi Alternatif Ramah Lingkungan: Dibandingkan batubara, RDF menghasilkan emisi karbon yang lebih rendah. RDF juga membantu industri mengurangi jejak karbon mereka.
3. Efisiensi Ekonomi: Produksi RDF dapat menghemat biaya energi, terutama bagi industri yang bergantung pada batubara atau minyak bumi. Selain itu, industri pengolahan sampah RDF membuka lapangan pekerjaan baru.
4. Mengurangi Ketergantungan pada Energi Fosil: RDF menjadi solusi untuk transisi energi dari bahan bakar fosil menuju energi terbarukan.
Tantangan dalam Implementasi RDF
Meski memiliki banyak manfaat, implementasi RDF di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan:
1. Kualitas Sampah: Tingginya tingkat sampah campuran membuat proses pemilahan menjadi lebih sulit dan memakan biaya.
2. Infrastruktur Terbatas:Â Produksi RDF membutuhkan teknologi dan fasilitas pengolahan sampah yang belum merata di semua daerah.