Mohon tunggu...
Choirunnisa
Choirunnisa Mohon Tunggu... Lainnya - mengurus rumah tangga

Thinking extrovert

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Mengajarkan Rasa Cukup kepada Anak Sejak Dini

17 Oktober 2024   12:27 Diperbarui: 17 Oktober 2024   13:11 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Anak-anak yang tumbuh dengan harapan bahwa mereka harus memiliki lebih banyak barang cenderung tidak bahagia ketika keinginan tersebut tidak terpenuhi," Dr. Jean Twenge.

Di era budaya konsumsi yang tinggi, menjadi semakin penting untuk mengajarkan anak-anak agar merasa cukup dan puas dengan apa yang mereka miliki. 

Dengan dunia yang terus mempromosikan materi sebagai ukuran kebahagiaan, anak-anak dapat tumbuh dengan keinginan yang tak terpuaskan jika tidak dibekali dengan nilai-nilai rasa cukup sejak dini. 

Mengajarkan rasa cukup menjadi langkah penting yang tidak hanya berpengaruh pada kesehatan mental, tetapi juga membentuk karakter yang lebih tangguh dan bahagia.

Rasa cukup, atau contentment, adalah kemampuan untuk merasa puas dengan apa yang dimiliki tanpa terobsesi pada hal-hal yang tidak ada. 

Dalam psikologi perkembangan, anak-anak yang diajari rasa cukup cenderung memiliki hubungan yang lebih sehat dengan materi dan lebih mampu menghadapi tantangan hidup. 

Menurut psikolog perkembangan anak, Dr. Jean Twenge, dalam bukunya The Narcissism Epidemic, terlalu fokus pada kepemilikan materi dapat meningkatkan narsisme dan ketidakpuasan pada anak-anak. 

Studi yang diterbitkan dalam Journal of Happiness Studies juga mendukung pentingnya mengajarkan anak untuk merasa cukup. 

Anak-anak yang mampu merasa puas dengan apa yang mereka miliki lebih mungkin mengalami kebahagiaan jangka panjang, lebih resilien terhadap stres, dan memiliki hubungan sosial yang lebih baik.

Sebuah studi menemukan bahwa anak-anak yang sering terpapar media iklan lebih cenderung terlibat dalam perilaku konsumtif. Di sinilah tantangan bagi orang tua: bagaimana mengajarkan anak-anak untuk merasa cukup di tengah banjirnya promosi barang-barang konsumtif?

Mengajarkan anak rasa cukup dengan rasa syukur

Orang tua memiliki peran penting dalam membentuk pola pikir anak tentang kepemilikan dan kebahagiaan. Salah satu cara efektif untuk menanamkan rasa cukup adalah dengan membiasakan anak bersyukur setiap hari. 

Psikolog anak, Dr. Laura Markham, menyarankan agar orang tua mengajak anak-anak merenungkan hal-hal yang mereka syukuri setiap hari, mulai dari hal-hal kecil seperti waktu bermain hingga keluarga yang mendukung. 

"Dengan mengajarkan rasa syukur, anak-anak akan lebih mampu menemukan kebahagiaan dalam hal-hal yang mereka miliki, daripada terus-menerus mencari kebahagiaan dari luar," Dr. Laura Markham dalam bukunya Peaceful Parent, Happy Kids.

Selain itu, orang tua bisa memberikan contoh dengan menerapkan gaya hidup sederhana. Anak-anak belajar dari apa yang mereka lihat, sehingga jika orang tua hidup dengan penuh kesederhanaan dan tidak terlalu berfokus pada kepemilikan materi, anak-anak akan meniru perilaku tersebut. 

Orang tua juga bisa melibatkan anak dalam kegiatan sosial, seperti menyumbangkan mainan atau pakaian yang tidak lagi digunakan. Pengalaman berbagi ini membantu anak memahami bahwa kebahagiaan tidak hanya datang dari memiliki, tetapi juga dari memberi.

Rasa syukur adalah salah satu kunci penting dalam mengajarkan anak tentang rasa cukup. 

Sebuah studi menunjukkan bahwa anak-anak yang belajar bersyukur sejak usia dini memiliki tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi, lebih optimis, dan lebih mampu mengatasi kesulitan. 

Dalam penelitian tersebut, anak-anak yang terbiasa melakukan latihan syukur secara rutin menunjukkan peningkatan kesejahteraan psikologis, seperti rasa puas dan hubungan sosial yang lebih baik.

Mengajarkan syukur tidak hanya tentang membuat anak mengucapkan terima kasih, tetapi juga membantu mereka memahami alasan di balik rasa syukur tersebut. 

Orang tua bisa memanfaatkan momen-momen sehari-hari untuk mengajak anak-anak merenungkan hal-hal yang mereka miliki dan menghargai nilai dari setiap pengalaman atau barang yang ada.

Membangun masa depan yang lebih seimbang

Mengajarkan rasa cukup kepada anak sejak dini bukan hanya tentang mengendalikan perilaku konsumtif, tetapi juga tentang membentuk keseimbangan emosional dan psikologis yang kuat. 

Dengan menanamkan rasa syukur dan sikap merasa cukup, anak-anak akan tumbuh menjadi individu yang lebih resilien, empatik, dan mampu menikmati kebahagiaan dari hal-hal sederhana dalam hidup.

Bagi orang tua, langkah ini adalah investasi jangka panjang dalam kesejahteraan mental dan sosial anak. 

Dengan rasa cukup, anak-anak akan lebih siap menghadapi dunia yang penuh dengan godaan materi tanpa kehilangan nilai-nilai penting dalam kehidupan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun