Mohon tunggu...
Choirunnisa
Choirunnisa Mohon Tunggu... Lainnya - mengurus rumah tangga

Thinking extrovert

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Budaya Lembur, Apakah Kita Terjebak dalam Persepsi yang Salah?

15 Oktober 2024   10:40 Diperbarui: 15 Oktober 2024   10:45 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alih-alih menjadi indikator kerja keras, lembur dapat menunjukkan manajemen waktu yang kurang baik atau beban kerja yang tidak terkelola. 

Menurut studi oleh Harvard Business Review, 65% pekerja merasa tertekan untuk lembur, bukan karena tuntutan atasan, tetapi karena rasa bersalah atau rasa takut akan penilaian dari rekan kerja.

Dampak lingkungan kerja yang tidak sehat

Lingkungan kerja yang dipenuhi dengan harapan untuk lembur dapat menciptakan budaya yang tidak sehat. 

Ketika lembur menjadi budaya, karyawan mungkin merasa tertekan untuk terus bekerja melebihi jam kerja yang ditetapkan, bahkan jika pekerjaan tersebut tidak mendesak. Hal ini dapat mengakibatkan burnout, penurunan kreativitas, dan masalah kesehatan lainnya.

Lebih jauh lagi, lembur tidak hanya memengaruhi karyawan secara individu, tetapi juga meningkatkan biaya operasional perusahaan. 

Ketika karyawan bekerja lembur, fasilitas seperti lampu dan pendingin ruangan (AC) sering kali tetap menyala, meskipun seharusnya sudah dimatikan setelah jam kerja berakhir. 

Hal ini tidak hanya menyebabkan peningkatan biaya listrik, tetapi juga berkontribusi pada dampak lingkungan yang lebih besar. 

Sebuah laporan dari McKinsey menunjukkan bahwa perusahaan dapat menghemat hingga 10% dari biaya operasional dengan menerapkan kebijakan yang mendorong efisiensi penggunaan energi.

Mengubah budaya lembur

Perusahaan memiliki peran penting dalam mengubah persepsi tentang lembur. Mereka dapat mempromosikan budaya kerja yang lebih seimbang dengan menetapkan batasan yang jelas tentang waktu kerja. 

Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil oleh perusahaan:

1. Mengkomunikasikan nilai work life balance: Perusahaan harus secara aktif mengkomunikasikan pentingnya keseimbangan antara kerja dan kehidupan pribadi kepada karyawan. Ini bisa dilakukan melalui pelatihan dan sosialisasi tentang manajemen waktu dan teknik relaksasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun