Ketika Sarjana Hukum Berakhir Jadi Kurir: Ironi Pendidikan dan Lapangan Kerja di Indonesia
Ini adalah kisah nyata adikku. Lulus sebagai sarjana hukum pada tahun 2020, ia berharap dapat segera meniti karir sesuai dengan latar belakang akademiknya.Â
Namun, hingga kini, mungkin sudah ratusan surat lamaran yang dia kirim, ijazah yang diperolehnya tak kunjung laku. Dengan realitas yang dihadapi, ia akhirnya berkarir sebagai kurir paket, bukan keinginan tetapi memang tidak ada pilihan lain daripada menganggur. Â
Fenomena ini menimbulkan pertanyaan mendalam tentang ironi sistem pendidikan dan sulitnya lapangan pekerjaan di Indonesia.
Kesenjangan Antara Pendidikan dan Realitas
Pendidikan tinggi di Indonesia sering kali dipandang sebagai jalan menuju karir yang sukses. Namun, kenyataannya, banyak lulusan hukum yang menemukan bahwa ijazah mereka tidak menjamin akses ke pasar kerja yang sesuai.Â
Pendidikan hukum di Indonesia sering kali lebih fokus pada teori daripada keterampilan praktis yang dibutuhkan dalam dunia kerja. Akibatnya, lulusan merasa kurang siap menghadapi tantangan yang sebenarnya.
Krisis Lapangan Pekerjaan
Ketika ribuan sarjana hukum memasuki pasar kerja, persaingan semakin ketat. Posisi di bidang hukum, seperti advokat atau notaris, sangat terbatas dan sangat kompetitif.Â
Bahkan, banyak posisi ini memerlukan pengalaman atau jaringan profesional yang sulit diperoleh tanpa adanya kesempatan kerja yang memadai. Dengan situasi ini, lulusan hukum terpaksa mencari pekerjaan di sektor lain, seperti menjadi kurir paket, untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Pendidikan Tinggi: Kuantitas vs. Kualitas
Sistem pendidikan tinggi di Indonesia cenderung fokus pada kuantitas lulusan daripada kualitas. Universitas berlomba-lomba mencetak sarjana tanpa memastikan bahwa mereka benar-benar siap menghadapi pasar kerja.Â
Banyak lulusan merasa terjebak dalam utang pendidikan tanpa jaminan pekerjaan yang layak. Ditambah lagi, minimnya keterampilan praktis dan kurangnya program magang yang relevan semakin memperburuk situasi.
Dampak Teknologi dan Ekonomi
Transformasi teknologi dan perubahan ekonomi juga berperan dalam krisis ini. Digitalisasi dan otomatisasi telah menciptakan jenis pekerjaan baru tetapi juga menghilangkan pekerjaan tradisional.Â
Lulusan yang tidak memiliki keterampilan digital menghadapi kesulitan lebih besar dalam mencari pekerjaan. Dalam konteks ini, lulusan hukum yang terpaksa bekerja sebagai kurir paket menunjukkan dampak dari perubahan ini.
Fenomena lulusan hukum yang beralih menjadi kurir paket mengungkapkan masalah yang mendalam dalam sistem pendidikan dan pasar kerja Indonesia.Â
Reformasi pendidikan diperlukan untuk memastikan bahwa lulusan tidak hanya mendapatkan gelar tetapi juga keterampilan yang relevan dan siap bersaing di pasar kerja.Â
Selain itu, diperlukan kebijakan yang mendukung penciptaan lapangan pekerjaan yang lebih luas dan beragam, agar pendidikan tinggi dapat menjadi investasi yang memberikan hasil yang memadai.
Melalui pendekatan yang lebih terintegrasi antara pendidikan dan industri, diharapkan generasi mendatang dapat meraih hasil yang lebih baik dan mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan latar belakang akademis mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H