Dalam konteks ini, perjanjian pra-nikah atau prenuptial agreement sering dianggap sebagai salah satu cara untuk mengatur hubungan harta benda dan kewajiban antara pasangan sebelum mereka menikah.Â
Namun, perlukah perjanjian pra-nikah dalam menjaga pernikahan? Apakah perjanjian ini hanya soal urusan harta atau juga memiliki implikasi lain yang lebih dalam dalam hubungan pernikahan?
Manfaat Perjanjian Pra-Nikah
Salah satu argumen utama yang mendukung perlunya perjanjian pra-nikah adalah perlindungan harta benda. Dalam banyak kasus, perjanjian ini digunakan untuk melindungi harta pribadi yang dimiliki oleh salah satu atau kedua pasangan sebelum menikah.Â
Ini bisa sangat penting bagi mereka yang memiliki aset signifikan, bisnis keluarga, atau yang memiliki tanggung jawab keuangan yang besar.Â
Dengan adanya perjanjian pra-nikah, kedua belah pihak memiliki pemahaman yang jelas tentang bagaimana harta benda dan utang akan diperlakukan jika pernikahan berakhir.
Perjanjian pra-nikah juga dapat membantu mencegah konflik di masa depan, seperti  yang baru-baru ramai tentang perselingkuhan dan KDRT.Â
Dengan adanya kesepakatan yang jelas dan tertulis mengenai hak dan kewajiban masing-masing, potensi perselisihan yang bisa muncul akibat ketidakpastian mengenai harta benda atau tanggung jawab finansial dapat diminimalisir. Ini bisa memberikan ketenangan pikiran bagi kedua pasangan dan mengurangi tekanan dalam hubungan mereka.
Di sisi lain, perjanjian pra-nikah sering kali dipandang kontroversial karena dianggap mencerminkan kurangnya kepercayaan antara pasangan. Banyak yang berpendapat bahwa menandatangani perjanjian pra-nikah sebelum menikah seolah-olah menunjukkan antisipasi terhadap kemungkinan perceraian, yang bisa merusak romantisme dan komitmen dalam pernikahan. Bagi beberapa orang, gagasan ini bisa menciptakan ketegangan atau menimbulkan perasaan tidak nyaman.
Di Indonesia, perjanjian pra-nikah masih belum umum dan sering kali dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya dan sosial. Banyak masyarakat yang menganggap perjanjian ini sebagai sesuatu yang tidak perlu atau bahkan tidak etis, karena bertentangan dengan konsep kepercayaan penuh antara suami dan istri.Â
Namun, dalam masyarakat yang semakin modern dan global, pandangan ini mulai berubah, terutama di kalangan pasangan muda yang lebih terbuka terhadap pengelolaan harta yang transparan dan adil.