Mohon tunggu...
Dhe Wie S
Dhe Wie S Mohon Tunggu... Penulis - Kang Baca Tulis

personal simple

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Beda Harga

12 September 2023   09:41 Diperbarui: 12 September 2023   11:49 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Aku juga, Bu. Si bungsu lagi tidur, takutnya bangun." Ibu yang lain menimpali.

"Iya sudah yang ada aja, yuk ibu-ibu," tiga orang berucap hampir berbarengan. Tidak banyak yang ingin datang menjenguk ke rumah Bu Ana.

Aku hanya mengernyitkan dahi, ternyata beda harga untuk menjenguk orang sakit semua itu tergantung siapa orangnya. Tentunya sempat membingungkan bagiku karena kalau boleh jujur, kondisi rumah dan ekonomi Bu Ana seharusnya dikasih yang terbaik. Suaminya yang hanya seorang tukang ojek, dengan tiga anak-anak yang masih kecil dan Bu Ana yang hanya bekerja sebagai tukang cuci setrika di kampung ini, makanan yang enak bukankah lebih sangat pantas baginya? Pikirku.

Aku yang pendatang baru harus bisa menyesuaikan pergaulan ibu-ibu di sini. Awalnya, memang aku jarang sekali berkumpul, tetapi setiap keluar rumah dan berpapasan dengan para tetangga sebisa mungkin menyapa.

Pada akhirnya, aku mulai ikut berbaur dengan tetap menjaga agar tidak terlalu sering kumpul-kumpul tanpa maksud dan tujuan tertentu. Biasanya agenda di sini ibu-ibunya sering mengadakan makan bersama atau liwetan, entah itu di teras rumah atau pergi keluar untuk sekedar makan-makan di warung makan.

Sekumpulan ibu-ibu di tempatku tinggal, pada dasarnya baik hati dan tidak sombong, hanya saja memang di Kampung Asri ini masih berlaku hukum rimba, tetapi bedanya, kuat di sini lebih dititikberatkan pada kondisi perekonomiannya, yang berada akan selalu dihormati, yang biasa saja cukup dengan sekedarnya.

**

Beberapa bulan tinggal di Kampung Asri, aku pernah berhutang di warung sembako Bu Dini, dia memang orangnya sangat baik, selalu menawarkan sembako padaku, dengan pembayaran di akhir bulan.

Setiap aku mengambil sembako dengan berhutang, dia pun selalu mengajakku untuk berbelanja mengisi warungnya di agen besar. Aku mengantarnya dengan motor, lalu mengikuti dia di belakang dengan membawa barang dagangannya. Tidak jarang motor yang kubawa penuh barang, kanan dan kiri juga depan terisi dengan kardus juga plastik besar.

Pada akhirnya aku mulai menyadari, 'aahh ... iya aku punya hutang, jadi wajar saja aku dijadikan asisten pribadinya'. Ke mana pun dia mau, aku harus siaga.

Ibu-ibu yang sering berkumpul yang memiliki waktu luang karena memang di rumahnya ada pembantu, atau anak-anak yang sudah beranjak dewasa. Pembicaraan pun lebih sering tentang pekerjaan para suaminya. Tidak jarang juga mereka saling membandingkan antara dirinya dengan yang lain dalam banyak hal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun