Suatu saat saya menemukan bayi yang terbungkus kain lampin dan diletakan di kotak telur. Hah, hasil perbuatan siapa ini? Harus diselediki dulu...
Riset mungkin akan lebih tepat dengan frase selidik, penyelidikan, bukan penelitian. Agar nyambung saja ceritanya.
Ada sosok bayi mungil, yang pipinya merah merona terbalut kain lamping dan diletakan di depan pintu. Saya, angkat dan saya basuk ke rumah untuk saya letakan di meja. Saya bukan kain lampinya, bayi cantik ini tersenyum dengan mata berbinar dengan bulu mata yang lentik. Wajahmu seperti telur burung gemak, bunder. Kulitmu seperti orang mongolia, putih kekuningan. Ternyata dia perempuan. Saya peluk dia dengan erat dan hangat, lalu saya berbisik, nak saya minta sehelai rambutmu yang ikal ini saya, sehelai saja.
Rambut yang hanya sehelai ini saya cuci dengan alkohol air garam dan alkhol 70% dengan cepat. Saya lisiskan dalam mikrotube, saya ingin ambil satu sel di dalamnya. Saya tarik untaian DNA dari intinya, lalu saya skuensing dan terbacalah genomnya. Saya Blast dan masukan dalam database, ini campuran DNA siapa saja? Peluang tertinggi 99,5% mirip mahasiswa saya yang minta judul skripsi. Nak sekarang kamu saya kasih nama Luna Callista Kalynda ya....
Pendekatan pak Onno asyik sekali, menemukan bahan  riset dalam bentuk hasil, lalu dicari bagaimana cara menganalisanya menjadi metode. Lalu dicari-cari mengapa bisa begitu, ada kesimpulan dan jadilah judul.
Apa yang dilakukan pak Onno ini, kalau pas nemu bayi atau ada fenomena yang harus segera ditangkap dan dijelaskan secaran ilmiah. Ah sudahlah apapun pendekatannya, nama anak itu tetap belakang, kecuali ada sebuah metoda yang pasti seperti nyampur gula dalam teh, pasti jadi teh manis dan itu sudah pasti.
Hay Luna apa kabarmu...?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H