Mohon tunggu...
Dhanang DhaVe
Dhanang DhaVe Mohon Tunggu... Dosen - www.dhave.id

Biologi yang menyita banyak waktu dan menikmati saat terjebak dalam dunia jurnalisme dan fotografi saat bercengkrama dengan alam bebas www.dhave.net

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Slow Living di Salatiga dari Jaman Belanda

19 Desember 2024   19:54 Diperbarui: 19 Desember 2024   19:54 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tugu tamansari, landamark Kota Salatiga (dok.pri) 

Infrastruktur digital, entah maksudnya apa. Setahu saya, tidak ada sejengkal  tanah yang tidak kelewat sinyal. Selama punya pulsa, paket data kita tidak akan gabut. Jika tidak ada, ada spot wifi cukup dengan es teh manis. Mau apa lagi, alasan tidak ada sinyal, pasti tower BTS sedang diperbaiki habis kesambar petir.

Berbicara sejahtera, sangat relatif. Dibilang cukup ya cukup, kalau mau bilang kurang ya pasti kurang. Indikator kriminalitas menjadi salah satunya. Jarang ada berita copet, maling digebuki, rampok, begal, gendam. Kalaupun ada itu orang luar yang cari nafkah. Kalaupun orang KTP 0298 itu oknum saja dan kelainan jiwa, atapun terpaksa dan diselesaikan tingkat tetangga atau antar teman.

Tata kelola, ini bab apa dulu. Yang setahu saya, masih tertib kok kalau suruh pakai helm dan berhenti di belakang garis putih. Di sini nyaris klakson kendaraan itu tidak ada guna, dipake kalau hanya buat menyapa. Kalau di depan macet, mulut ini lebih bisa dipercaya dengan bertanya "ana apa neng ngarep". Macet "oh ya wes". Selesai, lebih baik menunggu sambil lihat status tetangga. Satu lagi, saking gabutnya ini pemerintah suka iseng kadang-kadang. Jalan yang masih oke di-okein, reboisasi jalan dengan ganti pohon yang sudah rindang, bikin halang rintang di trotoar, pasanh bola-bola batu di tepi jalan yang membuat orang bingung.

Salatiga, kota tertua nomer dua setelah Palembang. Lahir 750 mahsehi, sudah sangat renta, namun menolak tua. Kota yang masih muda, tetapi selow, iya selow sekali. Berangkat kerja 5-10 menit sudah sampai, ujung ke ujung cuma 12 km, itu pelari maratom 2 kali bolak balik baru finish.

Suatu saat saya ke Medan dengan seorang arsitek. Dia cerita tentang sejarah kota, dan Salatiga dan Medan berbeda 180 derajat. Saya mau nyebrang, nunggu sepi ditertawakan orang. Langsung saja, mereka sambil ngebut tau kok ada orang nyebrang. Nggegirisi, akhirnya saya ikuti langkah dia saat di jalan apalagi nyebrang. Di Salatiga, kita yang disuruh nyebrang....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun