Mohon tunggu...
Dhanang DhaVe
Dhanang DhaVe Mohon Tunggu... Dosen - www.dhave.id

Biologi yang menyita banyak waktu dan menikmati saat terjebak dalam dunia jurnalisme dan fotografi saat bercengkrama dengan alam bebas www.dhave.net

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar "Esensial Oil" dari Habitat dan Ahlinya

14 Agustus 2018   14:16 Diperbarui: 14 Agustus 2018   15:12 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Dapat pelajaran apa di gunung..?" tidak banyak yang bisa menjawab Jika ditanya demikian. Pernah turun gunung kepala pusing gegara memikirkan nama latin atau naman ilmiah tumbuhan yang ada di otak tetapi tidak terucap. Kaki pegal, nafas tersengal, dan otak gagal mengeluarkan apa yang didalamnya adalah sisi lain dari jalan-jalan bersama kandidat doktor. Banyak pelajaran yang saya dapat, padahal dia orang jauh di seberang sana tetapi memahami betul sumber daya alam di negeri tropis ini. 

Selepas dini hari, alarm ponsel saya berbunyi. Waktu menunjukan pukul 02.00 WIB. Pagi ini saya ada janjian dengan Marketa untuk mendaki gunung Andong. Rasa kantuk yang menggelayut terasa begitu berat ditambah dengan hawa dingin yang menyeruak.

Pukul 03.00 kami berlima bergegas mengantar bule asal Ceko yang ingin menikmati matahari terbit. Sebenarnya perjalanan ini biasa saja dan tidak ada yang istimewa. Namun ada yang membuat menarik adalah prilaku Marketa yang mirip dengan anjing pelacak yang suke mengendus.

Muncul pertanyaan saya, apa yang dia cari di perjalanan ini. Apakah petualangan, keindahan alam, matahari terbit, mungkin iya. Tetapi, yang pasti dicari dia adalah sesuatu yang selama ini tidak kita sadari yakni esensial oil.

saya bercerita sedikit tentang dia. Dia alah mahasiswa Ph.D dari Czech University of life sciences Prague. Di Asia Tenggara dia sudah menjelajah Kamboja dan Filipina. Yang dia cari untuk dipelajari adalah tentang esensial oil.

Esensial Oil

Secara definisi, esensial oil adalah minyak yang mengandung zat yang mudah menguap yang dihasilkan oleh tumbuhan. Mungkin di telinga kita, familiar denganminyak asiridan itulah yang dia cari. Dia sudah meneliti puluhan, bahkan ratusan tumbuhan yang bisa menghasilkan esensial oil.

Lantas untuk apa dia memelajari dan mendalami esensial oil. Sehari sebelumnya saya mendengarkan presentasi tentang disertasinya. Dia memaparkan, jika beberapa minyak esensial bisa digunakan sebagai obat. Selama ini yang saya pahimi adalah obat gosok untuk pijat, urut, kerik dan sejenisnya.

Dalam penelitiannya dia menjelaskan, jika esensial oil yang dipelajari bisa digunakan sebagai aroma terapi untuk menyembuhkan penyakit yang berhubungan dengan pernafasan. Penyakit ini lebih disebabkan oleh virus atau bakteri. Sebut saja TBC, batuk, radang, dan infeksi-infeksi lainnya.

Senyawa bioaktif dalam minyak esensial oil yang dihirup akan terpapar langsung dengan sumber penyakitnya. Konon daya hantamnya lebih kuat dan tepat sasaran, daripada lewat pengobatan dengan cari diminum atau disuntik. Benar juga, masak ya tenggorokan atau paru-paru diolesi atau dibaluri minyak. Tetapi dengan cara di hirup adalah cara pengobatannya.

Selepas subuh sudah sampai di puncak gunung. | dokpri
Selepas subuh sudah sampai di puncak gunung. | dokpri
Pukul 05.30 kami sampai di Puncak Andong 1726 m dpl. Riuh pendaki memadati puncak. Dari bawah saya sudah berpikir jika di puncak bakalan ramai, karena ada sekitar 600 kendaraan yang diparkir. Lebih dari 1000 pendaki dan ratusan tenda berdiri. Sangat susah berjalan terlebih berpindah tempat karena tenda sudah penuh sesak. Suasan di atas memang tak begitu nyaman.

Tumbuhan Penghasil Esensial Oil

Begitu turun kami berjalan di jalur pendakian. Perjalanan turun jauh lebih lama, karena menemani dia mengendus-endus daun, batang, dan akar tanaman yang dia lihat. Tingkahnya sontak membuat geli para pendaki yang berpapasan. Ada yang menyeletuk "bule edan, bule gendeng, wah kaya wedus kabeh diambus". Saya cuma diam, dan tak sanggup menjelaskan tentang apa yang dia lakukan.

Gunung Andong yang semakin hari semakin banyak dijamah pendaki sejumlah ratusan bahkan ribuan ternyata masih menyimpan harta karun terpendam. Saya berjalan pelan menemami dia yang mencari tumbuhan lalu meremas daun dan mengendusnya, lalu menggores batang mengendusnya, untuk rumput dan semak maka akan dicabut lalu akarnya dicium aromanya.

Korban pertama adalah rumput tuju angin. Nama ilmiahnya saya lupa, yang pasti dia langsung menyabut dan mencium akarnya. Miri aroma mentol dan metil salilisat dalam obat-obat gosok yang dijual di toko dan apotek. Korban kedua alah serai hutan (Cymbopogon sp). Serai ini berbeda dengan serai bumbu masak, karena wanginya berbeda dan bentuk daunnya mirip dengan ilalang (Imperata cylindrica).

Sempat saya mencobai dia dengan menyuruh untuk mengambil daun tembelekan/tahi ayam (Lantana camara). "ow.. smell good" katanya, "smel gud gundulmu" kita saja hampir muntah. Nah inilah pandangan kita yang keliru. Saya hanya melihat dari tidak enaknya aroma, tetapi bagi dia adalah melihat senyawa bioaktifnya. Lalu dia ceramah tentang beberapa varietas Lantana, dan saya manggut-manggut saja mengiyakan.

Memasuki area hutan, manakala semak belukar sudah habis diendusnya. Pohon berdiri tegak dia goyang-goyang berharap ada setangkai bunga yang jatuh. Hampir saja dia menendang pohon puspa (Schima wallichii) yang sudah berumur puluhan tahun berdiri. 

Wait..wait i'm found it, kata saya sembari menyerahkan bunga yang sudah layu. Dia hanya tersenyum dan tahu jika saya sudah bisa menebaknya. "tea family" kita berkata serempak. "ah kurang ajar, dia sudah tahu duluan, dan lagi-lagi dia ceramah seperti pelajaran etnobotani.

Perjalanan ini saya tutup dan pastikan ini korban terakhir yakni Cinamomum burmani atau kayu manis. Dia tidak hanya mengendus, tetapi mengunyah kulit kayu mentah-mentah. Lalu dia cerita jika ada beberapa spesies kayu manis di bumi ini dan salah satunya yang terkenal jenis burmani.

Daun adas Foeniculum vulgare yang mengandung esensial oil dan banyak digunakan sebagai jamu (dok.pri).
Daun adas Foeniculum vulgare yang mengandung esensial oil dan banyak digunakan sebagai jamu (dok.pri).
Bisa dibayangkan, kaki sudah gemetar naik turun gunung, ditambah otak yang harus berputar mengingat-ingat nama ilmiah. Karena nama ilmiah yang menyatukan persepsi kami tentang nama spesies. Sisanya dalah plonga-plongo memahami bahasa Inggris campur bahasa Ceko yang beraroma Rusia. Ah setidaknya saya mendapat tambahan pelajaran hari ini. 

Di sela-sela base camp gunung Andong saya bertanya pada beberapa pendaki. Dapat apa naik gunung, "dapat foto bagus, capek, pengalaman, teman baru, ya cuma itu". Pelajaran apa yang didapat mendaki gunung "ehmm apa ya.. ngga ada ada deh... kayaknya".


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun