Di bawah pohon jamblang berdiri sebuah meja lengkap dengan kursi. Sembari menikmati teh yang diseduh dengan gula batu kami ngobrol sembari melepas penat setelah 4 jam berlayar. Mas Jon bercerita tentang kisah pulau Biawak ini.Â
Awalnya pulau ini bernama Pulau Rakit, kemudian diganti menjadi Pulau Biawak karena banyaknya biawak yang ada di tempat ini. Ada sekitar 20 biawak yang sudah familiar dengan petugas-petugas yang ada dipulau ini sehingga tidak agresif jika bertemu dengan manusia.
Pak Sakari salah seorang penjagan pulau sedang memberi makan para biawak dengan menjala ikan dari dermaga (dok.pri).
Cerita mistis juga menjadi bumbu penyedap yang tidak membuat bulu kuduk berdiri. Biawak di pulai ini dikeramatkan dan tidak boleh disakiti atau dibawa ke luar pulau. Pernah dulu ada kapal yang membawa beberapa biawak, tetapi baru beberapa menit berlayar kapal bocor dan harus kembali ke Pulau. Ada juga yang berhasil membawa sampai ke Indramayu, begitu dijual biawaknya menghilang.Â
Yang lebih menakutkan ada mahasiswa yang membawa beberapa biawak yang masih kecil ke rumahnya. Setelah beberapa minggu orang tua bersama mahassiswa ke Pulau Biawak untuk mengembalikan biawak yang dibawa karena mahasiwa itu menjadi gila. Sekelumit cerita mistis yang dikemas dan menjadi konservasi biawak berbasis kearifan lokal.
Tangga spiral menuju puncak mercusuar (dok.pri).
Pak Wahyu yang menjadi kepala dari penjaga pulau ini menawarkan untuk melihat pulau dari atas yakni untuk naik ke mercusuar. Mercu suar yang dibangun pada tahun 1872 ini masih kokoh berdiri meskipun ada beberapa bagian yang masih keropos.Â
Mercusuar setinggi 65 m dengan 16 tingkat dan 233 anak tangga. Sesaat kami berdebat dengan jumlah anak tangga mengapa jumlahnya bisa sedetail itu. Pak Wahyu mengatakan "masing-masing tingkat ada 15 anak tangga, dan tingkat terkahir ada 8 anak tangga, kalau tidak percaya hitung sendiri?". Kami percaya.
Dermaga pulau biawak terlihat jelas dari puncak mercusuar (dok.pri).
Pelahan kaki mulai menapaki anak tangga. Tangga dengan konstruksi melingkar bisa membuat nyali ciut karena dasar mercusuar terkihat. Perlahan-lahan menapaki dengan nafas tersengal-sengal, sesekali melirik pada jendela dari pada melihat bawah.Â
Akhirnya sampai juga di puncak mercusuar dan bisa mengelilinginya Seluruh pulau terlihat jelas karena luas pulau yang hanya 120 Ha. Puas menkmati pualu Biawak dari ketinggian saatnya turun yang jauh lebih mengerikan daripada saat naik.
Aneh jika mengunjungi sebuah pulau tanpa melihat dunia bawah airnya. Saat yang ditunggu-tunggu untuk melihat pemandangan yang tidak semua orang bisa nikmati. Perahu perlahan mulau lepaskan tali tambatnya untuk mengantarkan kami menuju sisi barat. Gelombang timur menghepaskan kami yang menyisir sisi selatan pulau. Beberapa kami sudah bertumbangan karena mual dan muntah.
Penyelaman di sisi barat Pulau Biawak (dok.pri).
Salah satu dari tim penyelam, harus mengurungkan niatnya karena sudah lemas duluan sesaat isi lambungnya terkuras habis. Tim penyelam dirombak dan saya menjadi bagian yang akan menyusur paling depan bersama buddy saya. Tujuan penyelaman ini tidaklah untuk menikmati dunia bawah airnya, tetapi untuk meneliti kondisi terumbu karang.
Line transek untuk mengukur jarak dan luasan terumbu karang (dok.pri).
Sesaat turun di kedalama 9,7 m saya terhenyak. Onggokan karang-karang mati tergeletak, warna kusam, keruh, dan jarang ikan yang lewat. Kami menemukan karang-karang mati dalam jumlah yang sangat banyak. Saya mengeluarkan rol meter untuk membetangkan di kedalaman 6 -- 9 m sepanjang 50 m.Â
Lihat Travel Story Selengkapnya