Dia menuturkan mengapa gajah menjadi pilihan hidupnya dan sepertinya menjadi bagian dari hidupnya. Gajah satu-satunya binatang yang bisa menembus medan apa saja. Lahan gambut dengan ketebalan 2 – 5 m bisa dilalui dengan mudah dengan naik gajah. Gajah juga bisa berenang sejauh 100 – 200 m dan kita tinggal naik di punggungnya. Dengan naik gajah, kita aman akan ancaman binatang liar termasuk gajah liar. Gajah liar tidak mau mendekati gajah jinak, bahkan takut. Gajah jinak sudah memiliki prilaku yang berbeda dengan gajah liar, begitu juga dengan aroma tubuhnya sudah beraroma manusia dan lingkungan barunya.
Tidak terasa sudah jauh saya berjalan menaiki punggung Jimy. Pak Setiono yang asli Ponorogo mengarahkan tunggangnya menuju induk gajah yang sedang mengasuh anaknya. Tetiba anak gajah yang masih mungil lari mengejar Jimy lalu menghadang seolah tidak memperbolehkan pergi. Saya merasakan interaksi gajah dalam komunitasnya. Mungkin apa yang dilakukan gajah mungil ini bagian dari interaksi kawanan gajah yang saling memiliki kedekatan emosional.
Dari ujung sana, Pak Parlan yang menjadi pawang induk gajah dan anaknya berteriak “wadooh maaf itu gajah saya yang nakal dan suka usil” sambil menunjuk gajah yang masih mungil itu. Lantas saya bertanya siapa nama gajah kecil itu. “Belum ada nama untuk 6 gajah yang masih kecil, karena belum ada kesepakatan nama-nama, mungkin suatu saat ada penggede negeri ini yang akan datang ke sini dan memberi nama gajah”. Kata pak Parlan sambil naik Dalung gajah jantan berusia 9 tahun.