Mohon tunggu...
Dhanang DhaVe
Dhanang DhaVe Mohon Tunggu... Dosen - www.dhave.id

Biologi yang menyita banyak waktu dan menikmati saat terjebak dalam dunia jurnalisme dan fotografi saat bercengkrama dengan alam bebas www.dhave.net

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Jagal-jagal di Pasar Tomohon

17 April 2015   11:37 Diperbarui: 4 April 2017   17:03 6183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tikus-tikus hutan yang sudah di tusuk dari ujung ekor hingga mulut terlihat seperti sate, karena bulu-bulunya sudah dibakar habis. Paniki atau kalong, yakni sejenis kelelawar pemakan buah sedang dipotong-potong memisahkan sayap dan badannya. Babi yang masih segar terlihat sudah terpisah antara kepala dan tubuh tambunnya. Ratusan ayam-ayam potong masih di dalam kandang dan menunggu pembeli untuk memilih sendiri. Yang membuat saya berkidik adalah ular piton yang sudah tidak ada isi perutnya terlihat masih utuh. Yang membuat saya tak tahan adalah 2 bangkai anjing yang baru saja dihabisi nyawanya dan diletakan bersebelahan krangkeng yang berisi puluhan anjing.

Binatang yang dijadikan konsumsi ini tidak semuanya berasalah dari Tomohon, tetapi dari beberaapa kabupaten di sekitar bahkan hingga dari Sulawesi Tengah. Tikus, kelelawar, kijang, babi hutan hingga ular adalah hasil buruan dari hutan-hutan sulawesi. Mungkin aneh, ada tikus yang bisa dimakan dan terkadang menjadi gunjingan, namun berbeda dengan di Tomohon. Di sini tikus yang dimaksud adalah tikus hutan yang tinggal di pohon, dan tidak seperti tikus-tikus yang tinggal dipemukiman penduduk. Disini sepertinya tidak terusik dengan isu bakso daging celeng atau tikus, kalaupun ada pasti ramai pembeli.

Lain ladang lain ilalang, lain lubuk lain ikannya, begitu juga dengan budaya kuliner di sini. Bagi tempat lain, konsumsi ular, tikus, atau binatang-binatang lain yang tidak lazim. Di Tomohon yang mayoritas penduduknya beragama Kristen adalah pengonsumsi daging yang kadang tidak dibatasi jenis-jenis daging apa saja yang bisa dimakan. Padahal, beberapa gereja seperti gereja adven melarang umatnya untuk mengonsumsi daging. Gereja ini memiliki aturan yang ketat berkaitan dengan tingkah laku umatnya terlebih dengan apa yang dimakannya. Jangankan daging, mengonsumsi masakan dengan kandungan MSG pun dilarang, begitu pula dengan minuman beralkohol.

[caption id="attachment_410705" align="alignnone" width="640" caption="Paniki yang sudah dipisahkan antara sayap dan badan, walau nampak mengerikan tetapi banyak yang mencarinya (dok.pri)."]

14292452921009444915
14292452921009444915
[/caption]

Kembali pada sebuah budaya memang jika disamakan dengan tempat lain pasti akan menimbulkan gesekan dan benturan. Memang benar pepatah mengatakan, dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung. Mungkin ditempat lain aktivis yang kampanye "dog not food" sedang makan merpati goreng, di belahan lain ada kampanye "bird not food" begitu juga "animal not food". Semua kembali pada budaya dan keputusan masing-masing individu, dan semua tetap diberikan kesempatan untuk memilih keputusaan. "babi kecap di Tomohon ternyata enak juga" ledek teman saya, "enakan bubur manado" teman saya satunya menimpali, "enak mana sama bibir nona manado..?" kembali teman saya tak mau kalah dan saya hanya bisa berkata "paling enak Bunaken banyak B di sana...!" dan semua sepakat.

video ada di SINI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun